Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peran Keluarga, Ihlas, Bersama, dan Tanpa Label

9 Oktober 2025   05:27 Diperbarui: 9 Oktober 2025   05:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebersamaan dalam keluarga stigma peran justru mengaburkan maknanya ( Foto : Pexels.com)

Indonesia ini memang unik. Kita hobi sekali memberi label. Ada "bapak rumah tangga", ada "ibu rumah tangga", ada "suami takut istri". Bahkan ada juga label ajaib: "istri durhaka karena kerja di luar". Label-label ini dipakai seenaknya, seolah-olah rumah tangga adalah lomba voli, lengkap dengan posisi siapa tosser dan siapa spiker. Padahal kenyataannya, rumah tangga itu bukan pertandingan olahraga, tapi arena gotong royong.

Di media sosial, kalau ada foto suami lagi nyapu, netizen langsung heboh: "Wih, bapak rumah tangga tulen nih." Seolah-olah bapak yang nyapu itu makhluk langka yang harus diawetkan di museum nasional. Padahal logikanya sederhana: kalau lantai kotor, ya disapu. Kalau anak nangis, ya digendong. Sesederhana itu.

Label yang Membingungkan

Kenapa kita hobi sekali memberi stempel? Kalau istri bekerja di kantor: "Kasihan suaminya, nggak mampu menafkahi." Kalau suami rajin di dapur: "Kasihan istrinya, galak banget pasti."

Coba bandingkan dengan film World War Z. Brad Pitt, aktor kelas dunia, memerankan mantan agen PBB yang biasanya menghadapi konflik global. Tapi di rumah? Dia menyiapkan sarapan anak-anaknya, bantu istrinya mencuci piring, dan hidup tanpa pembantu. Coba bayangkan kalau ada versi Indonesia: zombie sudah gedor pintu, tapi bapaknya masih sibuk nyari sendok di rak dapur. Bisa jadi tagline baru: "Sebelum melawan zombie, lawan dulu cucian piring menumpuk."

Artinya jelas: peran di keluarga itu cair. Membantu bukan aib. Justru itu tanda rumah tangga sehat.

Cerita Pribadi: Sarung Pagi Hari

Saya sendiri pernah kena "label" lucu. Suatu kali, ada tetangga yang ditanya soal pekerjaan saya. Jawabnya polos tapi pedas:

"Nggak tahu tuh... saya pagi-pagi sudah berangkat, dia jam 9 masih pakai sarung. Jadi dukun kali ya dia..."

Teman saya yang lain malah menimpali dengan tawa: "Iya, mungkin spesialis dukun sarungan. Pasiennya ayam dan kucing tetangga."

Padahal, kenyataannya saya kerja di sektor swasta. Ritme saya berbeda. Kadang berangkat siang, kadang kerja dari rumah. Jadi kalau ada yang lihat saya masih pakai sarung jam 9 pagi, kesannya memang santai sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun