Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gen Z, antara Nekat, Cemas, dan Harapan Masa Depan

23 September 2025   04:58 Diperbarui: 23 September 2025   09:57 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo Gen Z di Nepal ( Foto : Kompas.com)

Kalau ada generasi yang paling banyak dibicarakan hari ini, jawabannya adalah Generasi Z. Mereka lahir antara akhir 1990-an hingga awal 2010-an, dan sekarang rata-rata berusia sekitar 20 tahun. Masa pasca-SMA hingga awal kuliah --- sebuah fase hidup di mana seseorang sudah tidak lagi dipanggil "anak-anak", tapi juga belum sepenuhnya dewasa.

Di fase inilah muncul suara murni: keberanian brutal, semangat idealisme, sekaligus kecemasan yang mendalam tentang masa depan.

Nekat: Suara yang Belum Terkotori Kompromi

Gen Z di Indonesia sering kita lihat bergerak dengan keberanian yang kadang disebut "brutal". Kalau merasa ada yang tidak adil, mereka langsung bereaksi: turun ke jalan, bikin kampanye digital, atau menyuarakan keresahan lewat konten media sosial.

Keberanian ini wajar, bahkan alami. Usia awal 20-an adalah masa ketika idealisme masih murni, belum banyak dihitung dengan untung-rugi kehidupan. Tidak ada cicilan rumah, tidak ada jabatan yang harus dijaga, tidak ada bisnis yang menunggu stabil. Yang ada hanya satu: keinginan untuk bicara jujur.

Kalau dibandingkan dengan negara tetangga, suasananya berbeda.

  • Singapura: Anak muda tumbuh dalam sistem yang sangat teratur. Nekat bukan pilihan utama, karena konsekuensi hukum berat. Maka, aktivisme lebih banyak tersalurkan di ruang digital, forum akademis, atau diskusi kampus.

  • Malaysia: Mahasiswa kadang "pecah" dengan aksi massa, tapi tetap lebih hati-hati. Tradisi hukum dan politik di sana menekan terlalu banyak gaduh di jalanan.

Indonesia, dengan segala keruwetan dan kebebasan demokrasinya, membuat keberanian Gen Z lebih terlihat, lebih gaduh, tapi juga lebih rawan ditunggangi.

Worry: Cemas yang Menular

Namun, keberanian itu sering berjalan beriringan dengan worry. Kekhawatiran yang membuat dada sesak, kepala pusing, dan hati gelisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun