Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kearifan OrangTua Ketika Kita Sisihkan Rezekinya

8 Agustus 2025   08:26 Diperbarui: 8 Agustus 2025   08:26 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doa orang tua ( foto _ Sindonews)

Memberi kepada orangtua, bagi sebagian dari kita, bukan sekadar ritual bulanan yang tercatat di aplikasi mobile banking. Ia adalah percampuran antara kewajiban moral, tradisi, dan niat ibadah. Ada yang memaknainya sebagai bentuk bakti, ada yang menyelipkan niat zakat atau sedekah, ada pula yang melihatnya sebagai cara menjaga ikatan batin yang tidak lekang oleh waktu.

Bagi pegawai bergaji rutin, memberi kepada orangtua bisa masuk ke pos tetap di bujet bulanan. Persentasenya sudah diatur sejak awal bulan, persis seperti saran para ahli keuangan yang menganjurkan "pay yourself first"---bedanya, ini "pay your parents first". Tetapi bagi kita yang hidup dari usaha atau pekerjaan dengan penghasilan fluktuatif, ceritanya lain. Rezeki kadang datang deras, kadang kering. Saat uang masuk, besarannya bisa cukup membuat kita merasa aman untuk beberapa bulan ke depan; tapi ada kalanya dompet seperti sedang berpuasa panjang.

Di situ seni mengatur pemberian muncul. Kita harus pandai-pandai memastikan bahwa meski tidak selalu bulanan, orangtua tetap merasa diperhatikan. Bentuknya bisa uang tunai, transfer, belanja kebutuhan rumah, atau sekadar mengisi kulkas mereka dengan bahan makanan segar.

Kompak itu Kunci

Satu hal yang sering menjadi penentu lancar-tidaknya urusan ini adalah kekompakan suami-istri. Kalau pasangan sudah saling mengerti, perkara selesai. Tidak ada debat panjang tentang siapa yang lebih dulu menerima uang---orangtua atau keluarga inti---karena sejak awal sudah ada kesepakatan.

Tapi mari kita jujur: tidak semua rumah tangga semulus itu. Kadang ada pasangan yang merasa "diduakan" ketika orangtua mendapat prioritas. Perasaan itu wajar---apalagi kalau kondisi keuangan rumah tangga sedang seret. Dalam situasi seperti itu, sebagian orang memilih jalan tengah: memberi secara diam-diam.
Bukan karena ingin sembunyi-sembunyi, tapi untuk menghindari percikan kecil yang bisa merembet jadi api besar. Uniknya, orangtua biasanya paham. Mereka bahkan bisa bertanya sambil setengah berbisik, "Ini sudah ngomong istrimu belum?"

Eman di Emplok dan Nuruti Cocot Pedot Otot

Yang menarik, orangtua yang kita beri jarang sekali menghabiskan uang itu untuk diri mereka sendiri. Dalam bahasa Jawa ada ungkapan "eman di emplok"---sayang untuk dimakan---yang menggambarkan sifat hemat dan penuh pertimbangan sebelum memakai sesuatu. Ada pula pepatah "nuruti cocot pedot otot" yang maknanya dalam sekali: jangan nuruti semua keinginan, apalagi sampai memaksakan diri hingga "putus urat" demi memuaskan nafsu.

Kedua ungkapan itu adalah kearifan yang lahir dari pengalaman hidup. Hidup hemat bukan berarti pelit, tapi tahu kapan harus menggunakan dan kapan harus menahan diri. Mengendalikan nafsu makan, membatasi belanja, dan memisahkan antara "butuh" dan "ingin"---itulah yang diam-diam mereka ajarkan.

Kita sering melihat buktinya. Uang yang kita berikan disimpan rapi, dipakai secukupnya, lalu suatu hari... tiba-tiba kembali lagi ke kita, atau bahkan diberikan kepada anak-anak kita. Orangtua, meskipun tidak banyak bicara soal strategi keuangan, sejatinya mempraktikkan wealth management ala kampung: mengelola sedikit jadi cukup, dan cukup jadi berlebih untuk dibagikan lagi.

Pegawai vs Wirausaha: Dua Dunia, Satu Tujuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun