Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Konstitusi Dalam Badai, Surat Terbuka, Konstitusi Tertutup.

23 Juni 2025   05:58 Diperbarui: 23 Juni 2025   05:58 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

H. Abdul Wahid Azar, S.H., M.H. adalah penulis buku "Konstitusi dalam Badai, Dari Cawe-Cawe, Mahkamah Keluarga hingga Wacana Pemakzulan".


Surat yang Terbuka, Tapi Jalan Konstitusi Tetap Tertutup

Pada tanggal 26 Mei 2025, empat tokoh purnawirawan TNI---Jenderal (Purn.) Fachrul Razi, Marsekal (Purn.) Hanafie Asnan, Jenderal (Purn.) Tyasno Soedarto, dan Laksamana (Purn.) Slamet Soebijanto---mengirimkan surat terbuka kepada DPR dan MPR RI. Surat tersebut menyuarakan keprihatinan mereka atas proses pencalonan dan terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden.

Inti kekhawatiran mereka berakar pada dugaan bahwa terdapat cacat etik dan potensi pelanggaran dalam proses konstitusional tersebut, terutama karena keterkaitan Gibran dengan Anwar Usman, yang kala itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi sekaligus paman kandungnya.

Masalahnya Ada di Putusan, Tapi Putusannya Sudah Final

Pangkal dari seluruh kontroversi ini adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang menyatakan bahwa ketentuan usia minimal 40 tahun untuk menjadi calon presiden/wakil presiden tidak berlaku bagi mereka yang pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

Putusan ini membuka jalan bagi Gibran, Wali Kota Surakarta, untuk memenuhi syarat sebagai cawapres, meski usianya belum 40 tahun. Polemik pun merebak karena Anwar Usman---yang berkerabat langsung dengan Gibran---ikut serta dalam memutus perkara tersebut.

Namun, dari sisi hukum, putusan itu bersifat final dan mengikat. Hal ini ditegaskan dalam:

Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi: "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.", dan

Baca juga: Strategi Sunyi

**Pasal 10 ayat (1) huruf a jo. Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang berbunyi: Pasal 10 ayat (1): "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memutus pembubaran partai politik; dan d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum."

Pasal 47: "Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.".**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun