Dengan dasar tersebut, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak dapat digugat kembali atau dibatalkan oleh lembaga lain. Ia adalah norma baru yang berlaku secara langsung.
Etika Sudah Diuji, Tapi Tak Menggugurkan Hukum
Memang, dari segi etik, persoalan ini telah diuji secara resmi oleh lembaga internal Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Putusan Nomor 2/MKMK/L/11/2023 tanggal 07 November 2023, menyatakan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Anwar dijatuhi sanksi pencopotan dari jabatan Ketua MK. Namun perlu ditegaskan, putusan etik tidak membatalkan putusan hukum. Dengan demikian, meskipun ada pelanggaran etik, substansi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap berlaku dan tidak dibatalkan.
Asas Hukum, Putusan Final Dianggap Benar
Dalam doktrin hukum, dikenal asas,
res judicata pro veritate habetur
Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dianggap benar.
Asas ini menjadi benteng stabilitas sistem hukum. Ia mencegah agar hukum tidak bisa dibatalkan hanya karena ada tekanan opini atau gejolak moral. Dalam konteks ini, surat terbuka dari para purnawirawan adalah ekspresi etis dan politis, tetapi tidak memiliki daya pembatalan hukum.
Legitimasi Boleh Digugat, Tapi Hukum Tetap Berdiri
Benar bahwa banyak pihak mempersoalkan legitimasi dari pemilihan Wakil Presiden. Namun dalam negara hukum, legalitas adalah titik pijaknya. Legitimasi boleh menjadi perdebatan publik, tapi legalitas ditentukan oleh hukum positif.
Sejauh ini, tidak ada pelanggaran berat terhadap Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar 1945 yang bisa menjadi dasar pemakzulan. Tidak ada bukti tindak pidana berat. Tidak ada usulan resmi dari DPR kepada MK untuk menguji pelanggaran. Maka, tidak ada alasan konstitusional untuk memulai proses pemakzulan.