Makan malam kadang sudah dimasakkan ibu.
Bahkan sesekali listrik dan sembako dikirim diam-diam.
Ini bukan mitos. Ini realita sosial yang hidup dan membentang di ribuan rumah tangga Indonesia.
Jadi, kalau ada generasi sandwich yang masih mengeluh "terjepit", mungkin yang mereka alami bukan beban ekonomi, tapi ketidaknyamanan karena bantuan itu disertai pengawasan atau arahan.
Masalahnya Bukan di Bantuan, Tapi di Cara Membantu
Yang jadi soal bukan orang tua yang cawe-cawe,
tapi kalau bantuannya disertai kontrol, dominasi, atau penghakiman.
Kalimat seperti "Anakmu kok kurus banget?" atau "Kamu kerja tapi rumah kok berantakan?" --- ini yang kadang membuat generasi muda merasa kewalahan.
Padahal secara praktis, mereka sangat terbantu.
Bantuan harusnya meringankan, bukan menambah tekanan.
Kalau cawe-cawe menjadi cara menunjukkan kuasa, bukan kasih sayang, maka relasi jadi tegang.
Budaya Jawa, Cawe-Cawe Adalah Tali Sosial
Dalam masyarakat Jawa, cawe-cawe adalah bagian dari tanggung jawab batin.
Tidak hanya orang tua kepada anak, tapi juga antar saudara, antar keluarga besar.
Tokoh publik seperti Nunung Srimulat pernah bercerita bahwa ia selama puluhan tahun masih membiayai adik-adiknya.
Bukan karena pamer, tapi karena merasa itu bagian dari kewajiban batin sebagai yang paling "mapan".