Dan benar saja, setelah kepulangan ibu dari Tanah Suci, kehidupanku seolah melesat jauh dari titik impianku. Rasanya seperti mimpi yang tak pernah kuduga datangnya. Rumah tipe 45 yang dulu kami tinggali berubah menjadi rumah mewah di lokasi elit. Mobil yang dulu hanya satu---yang sering kali diperebutkan dengan istri untuk mengantar anak sekolah---kini memenuhi ruang parkir rumah bahkan meluber hingga jalanan depan. Dari mobil mewah khas pejabat hingga mobil Eropa seri terbaru, semuanya bisa aku beli secara tunai.
Tidak hanya itu, kantor pusat, cabang, dan workshop berdiri kokoh di berbagai kota, dibeli dengan perputaran hasil usaha. Hidupku berubah drastis, seakan-akan mimpi yang menjadi kenyataan. Aku sering kali tertegun sendiri, merasa ini semua seperti dongeng yang tidak mungkin terjadi pada diriku yang dulu hanya pengusaha kecil dengan modal seadanya. Aku dipercaya membangun unit di seluruh Indonesia. Kantor-kantor di Pulau Jawa aku dirikan, bahkan merambah Sumatra. Aku hanya bisa tertegun, bersyukur, dan mengingat satu hal: mungkin, inilah balasan Tuhan atas baktiku pada ibu. Memberangkatkan ibu ke Baitullah dengan ikhlas ternyata membuka langit untuk rezekiku.
Hingga saat ini, aku selalu percaya bahwa bakti pada orang tua tidak akan pernah merugi. Menghajikan ibu adalah keputusan terbaik dalam hidupku. Doa seorang ibu ternyata mampu menembus langit dan mengguncang takdir. Barangkali, itulah keberkahan yang hanya dimiliki oleh mereka yang tulus berbakti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI