Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Quo Vadis Danantara, Menuju Holding Profesional atau Koalisi Politik ?

25 Februari 2025   06:30 Diperbarui: 25 Februari 2025   06:30 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Super Holding terjerat kepentingan politik, besar sepertin gajah lamban

Dengan bertambahnya regulasi dan prosedur administratif, BUMN yang sebelumnya sudah memiliki mekanisme manajemen tersendiri harus menyesuaikan diri dengan entitas baru yang memiliki hierarki berbeda. Alih-alih menciptakan efisiensi, Danantara berpotensi menambah rantai birokrasi yang mengurangi daya saing BUMN.

Sindrom Perusahaan Gajah, Risiko Holding yang Lamban

Dalam perspektif Megatrends (John Naisbitt), perusahaan besar sering kali terjebak dalam struktur yang terlalu hierarkis dan lamban, menyebabkan hilangnya fleksibilitas dan daya saing.

Fenomena ini disebut sebagai 'perusahaan gajah'---di mana organisasi yang terlalu besar menjadi sulit bergerak karena beban birokrasi yang berlebihan. Alih-alih menjadi solusi bagi optimalisasi aset negara, Danantara justru berisiko menjadi hambatan baru bagi BUMN yang ingin tumbuh dan berkembang secara kompetitif di pasar global.

Jika melihat model super holding yang lebih sukses seperti Temasek Holdings di Singapura, ada perbedaan mendasar dalam pendekatan pengelolaan. Temasek tidak mengontrol operasional BUMN secara langsung, tetapi bertindak sebagai pemegang saham yang mengawasi dan memberikan arah strategis.

Sebaliknya, Danantara dikhawatirkan akan mengambil peran lebih administratif, yang dapat membatasi kebebasan manajemen BUMN dalam mengambil keputusan bisnis.

Sebagai perbandingan, General Electric (GE) juga pernah mengalami krisis serupa, di mana skala bisnis yang terlalu besar menyebabkan lambatnya pengambilan keputusan dan kurangnya inovasi, hingga akhirnya harus melakukan restrukturisasi besar-besaran untuk bertahan di pasar.

Perusahaan yang seharusnya berorientasi pada profit dan strategi bisnis global dapat terhambat oleh proses administratif tambahan yang mengarah pada inefisiensi dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan.

Legitimasi Politik yang Tidak Percaya Diri?

Dari perspektif politik, pembentukan Danantara juga menimbulkan kesan bahwa ada ketidakpercayaan terhadap sistem yang sudah berjalan. Jika pemerintah yakin dengan model tata kelola BUMN yang ada saat ini, maka tidak perlu ada badan tambahan yang berpotensi menggeser peran direksi dan komisaris yang sudah diatur dalam regulasi korporasi.

Namun, jika pembentukan Danantara merupakan langkah untuk memperkuat kontrol politik atas aset negara, maka hal ini justru menunjukkan bahwa ada kepentingan tertentu di balik kebijakan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun