Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Antara Loyalitas dan Profesionalisme, Dilema Kepala Daerah dalam Pusaran Instruksi Politik

22 Februari 2025   05:50 Diperbarui: 23 Februari 2025   17:14 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Kepala Daerah Ikut Retret di Magelang (Foto-Kompas.com)

Menjadi kepala daerah itu bukan cuma soal memimpin daerah, tapi juga harus pandai menyeimbangkan loyalitas ke partai dan tanggung jawab ke masyarakat. 

Seperti yang terjadi baru-baru ini, Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, meminta kepala daerah dari partainya untuk menunda keikutsertaan dalam retret yang diadakan oleh Kemendagri di Magelang. Tentu saja, instruksi ini langsung jadi perbincangan.

Di satu sisi, keputusan ini dianggap sebagai bentuk solidaritas terhadap partai setelah Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, tersandung kasus hukum. Tapi di sisi lain, kepala daerah punya amanah besar untuk menjalankan tugas dan mengabdi pada masyarakat. 

Lalu, mana yang harus mereka dahulukan? Patuh ke partai atau fokus bekerja untuk rakyat?

Belenggu Para Kepala Daerah Terpilih

Memimpin daerah dengan latar belakang partai besar punya plus minusnya. Dukungan politik jelas membantu mereka terpilih, tapi setelah duduk di kursi kepala daerah, muncul konsekuensi. Mereka harus tetap mengikuti arahan partai, walaupun terkadang kebijakan partai bisa berseberangan dengan kepentingan daerah.

Kalau mereka memilih untuk ikut instruksi partai, bisa-bisa mereka dicap lebih memikirkan partai daripada rakyat. Tapi kalau mereka lebih memilih tugas pemerintahan, bisa dianggap membelot dan kurang loyal terhadap partai yang telah mengusung mereka. Posisi seperti ini jelas sulit, bagaikan buah simalakama. Mau tetap ikut aturan partai atau bergerak lebih leluasa demi kepentingan rakyat?

Jargon Petugas Partai vs Otonomi Daerah

Sebutan "petugas partai" sering kali menjadi sorotan dalam dinamika politik Indonesia. Kepala daerah yang berasal dari partai tertentu dianggap harus tunduk pada garis kebijakan partai. 

Tetapi apakah ini benar-benar diperlukan? Faktanya, kepala daerah terpilih sering kali berkoalisi dengan partai lain dalam menjalankan pemerintahan daerah. 

Mereka harus bisa membangun sinergi dengan berbagai pihak, bukan hanya mengikuti arahan satu partai saja.

Jika setiap keputusan kepala daerah selalu harus mendapatkan restu dari partai, maka apa gunanya otonomi daerah? Idealnya, mereka bisa bekerja secara profesional tanpa harus selalu mengikuti kepentingan partai. 

Apalagi, rakyat memilih mereka bukan hanya karena partai, tetapi juga karena harapan akan kepemimpinan yang kompeten dan berpihak pada masyarakat.

Otonomi daerah seharusnya memberi keleluasaan kepada kepala daerah dalam mengambil keputusan terbaik bagi warganya. Tapi dalam praktiknya, kebebasan ini sering terbentur kepentingan partai. 

Saat kepala daerah harus menunggu instruksi dari pusat sebelum bertindak, apakah mereka benar-benar memiliki kewenangan? Atau justru hanya menjadi perpanjangan tangan partai politik? 

Kalau terus begini, apa artinya otonomi daerah? Seharusnya, kepala daerah bisa fokus mengurus rakyat, bukan sibuk mempertimbangkan apakah langkah mereka sejalan dengan keinginan elite partai.

Instruksi Megawati untuk menunda keikutsertaan kepala daerah dalam retret di Magelang menegaskan bagaimana politik masih memiliki pengaruh besar dalam jalannya pemerintahan daerah. Kepala daerah, yang seharusnya bekerja untuk rakyat, kerap kali harus berhitung lebih dulu agar tetap berada dalam jalur partai.

Dari perspektif publik, kebijakan seperti ini bisa memunculkan berbagai reaksi. Kalau dianggap lebih mengutamakan kepentingan partai dibanding kepentingan rakyat, kepercayaan publik terhadap partai bisa menurun. 

Tapi kalau ada kepala daerah yang tetap mengikuti retret, ini bisa jadi sinyal bahwa ada yang berani mengambil keputusan sendiri demi kepentingan masyarakatnya.

Pada akhirnya, politik adalah dunia yang dinamis. Keputusan yang diambil hari ini bisa mempengaruhi bagaimana masyarakat menilai kepemimpinan kepala daerah dan arah politik partai di masa mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun