Broken home adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kondisi di mana orangtua atau kedua orangtua tidak lagi tinggal bersama dalam satu rumah atau keluarga, baik karena perceraian, perpisahan, atau kematian salah satu orangtua. Kondisi ini dapat memengaruhi kehidupan anak-anak yang berada dalam keluarga tersebut, terutama dalam hal kesehatan mental dan perkembangan sosial mereka.Â
Orangtua dan anak-anak dalam kondisi broken home seringkali mengalami tantangan dan kesulitan dalam menciptakan hubungan keluarga yang sehat dan stabil, sehingga diperlukan usaha dan komitmen dari semua pihak untuk memperbaiki situasi tersebut.
Broken home atau rumah tangga yang rusak adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi keluarga yang tidak utuh atau terpecah belah. Situasi ini bisa terjadi ketika orang tua bercerai, salah satu atau kedua orang tua meninggal dunia, atau ketika anggota keluarga lainnya berpisah dari keluarga.
Berikut adalah pengertian broken home menurut beberapa ahli:
- Menurut Alwi Shahab (2010), broken home adalah kondisi dimana keluarga tidak lagi utuh karena perceraian atau kematian salah satu anggota keluarga.
- Menurut Mary Astuti (2017), broken home adalah sebuah kondisi dimana terjadi kehancuran dalam hubungan antara suami dan istri, sehingga mengakibatkan anak-anak kehilangan keutuhan keluarga.
- Menurut Djoko Setyabudi (2009), broken home adalah situasi dimana anak-anak tidak dapat menikmati hubungan yang harmonis dengan orang tua mereka karena adanya perceraian atau kematian orang tua. Situasi ini dapat mengakibatkan anak-anak mengalami berbagai masalah emosional, sosial, dan psikologis.
Broken home atau keluarga berantakan adalah fenomena yang sering terjadi di masyarakat modern saat ini. Hal ini terjadi ketika pasangan suami-istri mengalami konflik dan akhirnya bercerai, sehingga anak-anak harus mengalami perceraian orangtuanya dan hidup terpisah dari salah satu atau kedua orangtuanya. Perceraian dapat membawa dampak yang sangat besar bagi anak-anak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak tersebut meliputi masalah emosional, sosial, dan psikologis, seperti kecemasan, depresi, rendah diri, kesulitan berkaitan dengan orang lain, dan lain-lain.
Pertama-tama, ketika anak-anak mengalami perceraian orangtuanya, mereka sering mengalami kecemasan dan ketidakpastian tentang masa depan mereka. Mereka mungkin bertanya-tanya tentang di mana mereka akan tinggal, siapa yang akan merawat mereka, dan sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa tidak aman dan tidak nyaman.
Selain itu, anak-anak dari keluarga yang rusak sering mengalami kesulitan sosial dan psikologis. Mereka mungkin kesulitan berinteraksi dengan orang lain dan mengembangkan hubungan yang sehat dan erat. Mereka juga cenderung memiliki kecenderungan untuk menjadi lebih pemalu dan kurang percaya diri, yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka di masa depan.
Sebagai masyarakat, kita juga harus berusaha untuk mencegah terjadinya perceraian dengan memperkuat ikatan keluarga dan membantu pasangan suami-istri dalam menjaga hubungan mereka agar tetap harmonis. Melakukan komunikasi yang baik dan terbuka, serta membuka diri untuk memperbaiki hubungan dapat membantu menghindari terjadinya perceraian.
Broken memberikan dampak yang sangat besar bagi anak-anak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa dampak yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
- Masalah emosional dan psikologis
Anak-anak dari keluarga yang rusak sering mengalami masalah emosional dan psikologis, seperti kecemasan, depresi, rendah diri, dan kesulitan dalam mengendalikan emosi. Mereka sering merasa sedih, marah, dan kehilangan arah dalam hidup.
- Rendahnya harga diri