Mohon tunggu...
Abdul Rahman Saleh
Abdul Rahman Saleh Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pustakawan di Institut Pertanian Bogor

Bekerja di Perpustakaan IPB sejak tahun 1982 dan kini sudah menduduki jabatan Pustakawan Ahli Utama di perpustakaan yang sama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Akankah Nama Perpustakaan Menghilang?

23 Februari 2023   09:45 Diperbarui: 23 Februari 2023   09:59 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apakah nama perpustaan akan hilang? Itu pertanyaan sebagian orang saat ini. Beberapa tahun yang lalu pernah ditulis sebuah ramalan oleh Prof. Reynald Kasali bahwa beberapa profesi akan menghilang dengan hadirnya teknologi desruptive. 

Pekerjaan seperti tukang pos, kasir dan lain-lain termasuk pustakawan diramalkaan akan hilang beberapa tahun mendatang.  Ramalan itu bukan isapan jempol belaka. Beberapa profesi sudah menghilang atau mulai menghilang saat ini. Coba kita perhatikan tukang pos. 

Dulu jaman saya kuliah di akhir tahun 1970an, tukang pos selalu kita nantikan. Selain mengantarkan surat, pak pos juga mengantarkan wesel yaitu kiriman uang dari orang tua. Sekarang Pak Pos itu sudah hampir tidak kelihatan wara-wiri di lingkungan kita. 

Sekarang surat sudah dikirim melalui elektronik yang kita kenal dengan surat eletronik atau disingkat surel. Bahasa Inggrisnya adalah electronic mail atau e-mail. Wesel sudah menghilang diganti dengan transfer bank yang bisa realtime dan bisa dikirim kapan saja, termasuk hari minggu dan hari libur. 

Teknologi sudah menghilangkan profesi Pak Pos yang biasa mengantar surat dan wesel. Kalaupun masih ada Pak Pos tugasnya mengantar paket. Bahkan sekarang sedang ramai pengantar paket barang-barang belanjaan daring atau dalam jaringan atau online.

Satu lagi profesi yang juga sudah mulai hilang adalah kasir. Kita lihat kasir di pintu tol. Sekarang hampir tidak ada lagi kasir di pintu keluar tol. Jalan tol di Jawa sudah tidak mengenal kasir pembayaran biaya tol. 

Di Makasar, Medan, dan Palembang saya masih melihat ada pintu keluar tol yang dijaga oleh kasir, namun jumlahnya sangat sedikit. Bahkan di banyak transaksi jual beli komoditas sekarang bisa dibayar dengan uang elektronik. Termasuk pedagang-pedagang kecil di sisi jalan. 

Saya menyaksikan sendiri tukang penjual sate yang memamanfaatkan teknologi e-commerce. Tak ada lalu lintas uang.  Tak perlu kasir. Satu lagi ramalan Reynald Kasali sudah terbukti.

Sekarang mengenai pustakawan. Apakah profesi pustakawan juga akan digantikan oleh mesin? Menurut saya bisa ya dan bisa tidak. Beberapa transaksi perpustakaan saat ini sudah mulai digantikan oleh mesin. 

Lihat di beberapa perpustakaan. Di Indonesia lho. Perpustakaan yang sudah menggunakan RFID atau radio frequency identification pada koleksi dan pada penggunanya sudah dapat meminjam buku perpustakaan tanpa dilayani oleh pustakawan. Pengguna cukup mendekatkan kartu identitas dan bukunya ke alat baca RFID. Transaksi peminjaman sudah selesai. 

Koleksi digital yang ada pada server juga dapat dipinjam oleh pemakai tanpa dilayani oleh pustakawan. Lihat pada koleksi iPusnas di Perpustakaan nasional. Kita dapat meminjamnya kapan saja dan dari mana saja, asal kita sudah tercatat sebagai anggota.  Sampai di sini peran pustakawan dapat digantikan oleh mesin. 

Pertanyaannya apakah fungsi perpustakaan itu hanya meminjamkan koleksinya? baik buku fisik maupun elektronik? Adakah peran lain dari pustakawan? Kalau kita melihat butir kegiatan yang ada dalam peraturaan Menpan nomor 55 tahun 2022 cukup banyak peran pustakawan diluar transaksi peminjaman koleksi perpustakaan. 

Sebut saja konsultasi riset untuk pengguna perpustakaan, menyusun peta keilmuan, menyusun literatur review, menyusun panduan pustaka (pathfinder) dan masih banyak lagi yang tidak mungkin bisa digantikan oleh mesin. Atau setidaknya sulit digantikan oleh mesin. 

Sayangnya banyak pustakawan yang hanya berfokus dalam layanan penyediaan dan peminjaman koleksi perpustakaan saja dan melupakan layanan yang bersifat individual tersebut sehingga banyak petinggi negeri ini yang berpikir bahwa cukup dengan menyelenggarakan perpustakaan digital maka persoalan perpustakaan sudah selesai. 

Saya ingat beberapa tahun yang lalu ketika hadir di suatu rapat pembentukan program studi ilmu perpustakaan di Universitas kami. Seorang peserta rapat yang saya tahu adalah doktor bidang ilmu komputer yang baru selesai sekolah di Jepang mengatakan "apa pentingnya mendirikan S2 Program studi perpustakaan? Persoalan perpustakaan itu dapat diselesaikan cukup dengan membuatkan aplikasi program perpustakaan saja. Selesai.", Begitulah kalau orang melihat bahwa tugas di perpustakaan itu hanya meminjamkan koleksi perpustakaan saja. Seperti tempat penyewaan komik jaman dahulu. 

Sekarang tugas pustakawanlah untuk meyakinkan dan membuktikan kepada khalayak bahwa tugas pustakawan itu banyak. Bukan hanya meminjamkan koleksi perpustakaan. Jika demikian maka pustakawan harus mampu meningkatkan kompetensinya. Wallahuaklam bissawab......... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun