Dakwah merupakan inti kehidupan umat Islam, bukan hanya ajakan sederhana, tetapi sebuah proses berkesinambungan yang menuntut fondasi kokoh. Dalam hal ini, filsafat dakwah dan keilmuan dakwah hadir sebagai dua unsur penting yang saling menguatkan.
Filsafat dakwah menjadi fondasi yang membicarakan hakikat, tujuan, dan nilai dasar dari dakwah. Dengan pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, filsafat menegaskan bahwa dakwah bukan hanya aktivitas praktis, melainkan juga memiliki dasar rasional dan spiritual yang mendalam.
Sementara itu, keilmuan dakwah adalah wujud praktis yang berdiri di atas fondasi tersebut. Ia memberi kerangka teori, metode, dan strategi, baik dalam bentuk ilmu dasar—seperti bimbingan, manajemen, dan psikologi dakwah—maupun ilmu terapan, yang mencakup teknologi tabligh, irsyad, tata kelola lembaga, hingga pemberdayaan masyarakat.
Keduanya berhubungan erat: filsafat dakwah memberi arah, sedangkan keilmuan dakwah mewujudkannya dalam bentuk nyata. Tanpa filsafat, dakwah berpotensi kehilangan orientasi; tanpa keilmuan, dakwah hanya berhenti sebagai gagasan. Sinergi keduanya akan menjadikan dakwah relevan dengan perkembangan zaman, termasuk di era digital yang menuntut kreativitas dan inovasi.
Oleh sebab itu, memahami filsafat dan keilmuan dakwah bukan hanya kewajiban akademisi atau mahasiswa dakwah. Setiap Muslim sejatinya adalah da’i yang mewarisi tugas Nabi Muhammad saw untuk menyampaikan kebenaran. Dengan bekal filsafat sebagai arah dan keilmuan sebagai langkah, dakwah dapat dijalankan secara bijak, terarah, dan membawa kemaslahatan bagi umat manusia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI