Mohon tunggu...
abdul jamil
abdul jamil Mohon Tunggu... Mahasiswa - selalu belajar

Tukang Ketik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berhajinya Ali bin Muwaffaq, Tidaklah ke Mekkah Almukarromah (Sebuah Kisah Inspiratif tentang Haji)

26 Juni 2022   06:42 Diperbarui: 26 Juni 2022   07:45 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar cerita itu akhirnya Ali bin Muwaffaq bercerita bahwa dia tidak jadi melaksanakan ibadah haji, dikarenakan suatu hal. Maka sambil menangis Ali bercerita bahwa dia dulu mau berhaji dan telah mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dari hasil kerja sebagai tulang sol Sepatu

Disaat siap berhaji, istri Ali ngidam dan mencium aroma masakan yang enak, lalu dia minta ingin mencicipi aroma masakan tersebut, pas ditelusuri di jalan didapatkan aroma masakan itu di rumah reot yang mau runtuh didalam rumah itu, ada janda dan anak kecil serta ada juga beberapa anak yatim piatu, lalu pas ketemu, Ali meminta sedikit menu masakan itu untuk diberikan kepada istri yang lagi ngidam karena hamil.

Ha itu lalu di jawab oleh si janda, "jangan!! kau tidak boleh meminta menu ini, sebab masakan ini haram bagi orang lain, sebab ini diambil dari daging keledai yang mati di kebun dan karena kami lapar maka kami masak, dan ini halal bagi kami, tapi haram untuk kalian"

Melihat kondisi itu, Ali bin Muwaffaq menangis dan kembali ke rumahnya serta menceritakan kasus itu pada Istrinya. Dan mereka bersepakat untuk menyerahkan tabungan hajinya untuk si janda dan beberapa anak yang ada di rumah tadi,
 hingga dia tidak mampu untuk menunaikan ibadah haji, sebab dia hanya seorang sol sepatu yang terbatas dalam mendapatkan uang.

Mendengar cerita ini Ibnu Mubarok menangis, sebab dari sekian jamaah haji yang diterima hajinya malah orang yang gagal untuk berangkat berhaji, dan sebagian besar yang berada ditanah suci dan dengan sekuat tenaga melaksankan rukun dan sarat haji malah tidak diterima.

Dalam kontek cara beragama orang dahulu yang diterima tuhan adalah bagaimana mereka mampu mewujudkan ibadah itu dalam dunia sosial dan memperbaiki dirinya secara impersonal sehingga kebermanfaatan dan skala priooritas adalah cara dalam menjalankan agama

mereka menjadikan agama sebagai dasar tata kelakuan manusia untuk berbuat baik, sebagai orang yang beragama, dia harus memikirkan bagaimana agar gelandangan tidak punya alasan untuk meminta-minta. tapi saat ini orang beragama menjadi sekuler dengan berkata yang penting saat ini kita fokus dengan akherat jangan fokus pada dunia saja, tentu beragama model ini harus dipertanyakan dasarnya.

Beragama berarti bagaimana mampu menjadikan diri manfaat dan mendapatkan nilai ibadah dari Allah, sama halnya berhaji adalah bagaimana kita mendapatkan ridho dan pahala besar dari Allah SWT.

jika suatu kejadian sebagaimana kasus atau cerita diatas adalah petunjuk atau kebenaran, maka tidaklah salah jika nilai kemanusiaaan dan skala prioritas sebuah permasalahan bisa didahulukan, bukankah subtansi yang diinginkan dari semua perbuatan ibadah (termasuk berhaji) adalah bagaimana Allah ridho dan mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT.

maka yang belum berkesempatan untuk berhaji walau sudah memiliki kemampuan secara finansial, tapi dikarenakan usia dan masa tunggu berangkat haji terlalu lama dan sangat tidak rasional, kisah Ali bin Muwaffiq adalah contoh atau alternatif dalam mendapatkan pahala haji tanpa harus berada di tanah suci.

Bagi yang mampu dan bisa berangkat haji di tahun ini, dikarenakan semua sarat dan ketentuan telah dipenuhi, maka bersyukurlah dan maksimalkan ibadah dan berdoa untuk kebaikan diri, keluarga, agama dan tentunya bagi negara tercinta Indonesia agar Allah SWT memberikan kekuatan pada para pemimpin bangsa dalam mengelola dan menjaga ummat agar selalu dalam ridho Allah SWT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun