Di TPU Al-Ma'arif, aku diikutsertakan dalam pengajian makam beberapa kali. Biasanya, kegiatan ini diadakan beberapa hari setelah momen hari raya Idul Fitri.
Dari keterlibatanku di pengajian makam Al-Ma'arif, bergumul rasa penasaran. Di kepalaku, spontan timbul beragam pertanyaan. Pertanyaan seperti, mengapa tradisi pengajian makam ini bisa terbentuk? Siapa penggagasnya? Di tahun berapa tradisi ini mulai berlangsung? Mengapa tradisi ini bisa langgeng hingga sekarang? Juga pertanyaan-pertanyaan lainnya yang mengalir begitu saja di kepalaku.
Kemudian, di waktu agak senggang, ba'da magrib, aku menumpahkan semua pertanyaanku kepada salah satu orang, yang menurutku, beliau layak untuk menjawab rasa penasaranku tentang tradisi pengajian makam Al-Ma'arif. Aku berbincang-bincang bersama Bapak Muh.Syahlan. Aku sudah siap dengan pena dan selembar kertas untuk mencatat apa yang perlu dicatat.
Sambil berupaya merogoh-rogoh arsip ingatannya, beliau memulai cerita dengan menyebutkan generasi pertama kepengurusan makam Al-Ma'arif. H.Mudari merupakan tokoh yang menyodorkan ide tentang pengajian makam ini. Lalu, tokoh-tokoh lain; H.Manan, H.Maran, H.Kana, H.Umar, H.Saarih, H.Saarih Betong (Amil Betong), H.Murkasan, H.Sapeih, H.Majuk, Bang Drahup, mereka semua mengibarkan dukungan. Artinya, mereka bersepakat tentang ide ini.
Setelah mendengar cerita beliau tentang alasan di balik terbentuknya pengajian makam ini, menurutku, ya alasannya cukup sederhana. Sekadar daripada tiap keluarga mengadakan acara doa (tahlilan) sendiri-sendiri untuk sanak keluarga yang sudah wafat, lebih baik digabung secara kolektif. Beliau bilang dengan logat khas Betawi, "Yah, namanya orang jaman dulu. Kumpul, kumpul, jadi."
Aku menyanggah beliau, "Kenapa semua bisa langsung sepakat?"
Beliau menjawab, "Dulu, makam di sini, ya, isinya kebanyakan masih pada orang sini. Ya, masih pada sodara itungannya. Jadinya, mau ngumpulin orang-orangnya gampang, bikin apa-apa juga gampang. Termasuk bikin pengajian makam ini."
Sementara, beliau tidak mengingat persis tahun dimulainya pengajian makam Al-Ma'arif. Beliau cuma ingat, pertama kali pengajian makam ini ada, yaitu di periode Lurah Holil. Kalau merujuk pada arsip sejarah Lurah Paninggilan, Lurah Holil menjabat Lurah Paninggilan (Paninggilan belum terbagi menjadi Selatan dan Utara) selama dua periode, sekitar tahun 1970-1978 (periode 1) dan 1978-1986 (periode 2).
Beliau juga bercerita tentang sumber konsumsi untuk orang-orang yang mengaji di makam Al-Ma'arif saat tradisi ini baru-baru dirintis. Kata beliau, "Biasanya orang-orang yang punya kebon lebar dah tuh yang pada nyediain. H.Kana, H.Manan, dia kan kebonnya pada lebar-lebar. Jadi, ya pisang, singkong, ya paya, boleh nyabut dari kebon-kebon dia pada."
Beliau juga menambahkan komentar soal suguhan, "Biasanya, keluarganya H.Kana dah tuh yang pada sibuk. Ada juga makanan-makanan lebaran, orang pada ngasih. Dulu mah belon ada tuh yang namanya nastar. Paling cuma rengginang, dodol, uli, geplak."
Beliau menyebutkan Bang Drahup dan H.Maran dengan istilah 'penggembira'. Maksudnya, meski pun mereka berdua tidak ikut mengaji, tapi mereka berdua sangat antusias, penuh semangat, dengan adanya pengajian makam Al-Ma'arif.