Mohon tunggu...
Abdul Chalik
Abdul Chalik Mohon Tunggu... -

Abdul Chalik adalah peneliti dan staf pengajar Fisip, Ushuluddin dan Filsafat dan Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya. Keahlian di bidang 'Politik Islam Kontemporer', 'Politik dan Pemerintahan Lokal', "Ideologi dan Politik" dan "community engagement". Sudah menulis 13 buku, 42 artikel jurnal yang diterbitkan secara nasional dan internasional, dan 38 penelitian. Pendiri dan Direktur The Sunan Giri Foundation (Sagaf) yang bergerak di bidang riset, pemberdayaan di bidang pelayanan publik. The Sunan Giri Award merupakan salah satu program utama di bidang pelayanan publik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benturan Peradaban?

3 November 2017   17:44 Diperbarui: 3 November 2017   18:18 2075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: economist.com

Akibat 'gagal paham', maka setiap kelompok masyarakat memiliki sudut pandang yang berbeda. Sudut pendang tersebut terus diperkuat dengan argumen yang memperkokoh pandangannya. Secara perlahan terjadilah 'gap' atau kesenjangan. Bahkan yang satu menyalahkan yang lain. Pada akhirnya melahirkan bentrok.

Secara teoritik, menurut Huntington benturan peradaban disebabkan oleh dua hal. Pertama, disebabkan oleh perbedaan ideologi. Dalam hal ini, benturan ideologi kapitalis-pragmatis dengan ideologi yang berbasis pada agama dan budaya. Yang satu bicara 'benefit atau keuntungan', sementara yang lain bicara 'nilai-nilai'.  Kedua, disebabkan oleh disparitas pengetahuan. 

Yang satu lahir, dibesarkan dalam budaya dan tradisi keagamaan yang ketat. Belajar dan hidup dalam tradisi santri dan pesantren. Sementara yang lain berproses di pendidikan yang umum, tidak banyak berurusan dengan agama, dan keluarga hanya menjadikan agama sebagai perekat sosial (agama simbol). Ada perbedaan yang tajam keduanya, satu sama lain tidak menjangkau atas kedalaman pengetahuannya.

Meskipun bentrok bukan berarti tidak bisa disatukan. Dalam sejarah, bentrok ideologi memang sangat keras. Bahkan bisa memicu perang. Lihatlah sejarah Perang Dunia I dan II. Keduanya disebabkan oleh konflik ideologi. Yang satu merasa unggul dan berusaha merendahkan yang lain. Perang adalah pilihannya. Jutaan manusia mati sia-sia karena bentrok ideologi tersebut.

Sering kali deologi harus mengalah dengan keadaan. Pilihannya adalah kompromi. Kompromi untuk menang, untuk kepentingan yang lebih besar. Dalam kasus Jakarta, kompromi-kompromi merupakan pilihan. Namun perlu duduk bersama bagaimana kompromi tersebut disusun---sesuai dengan harapan semua, bukan salah satu pihak saja. Jangan mentang-mentang karena yang punya duit, pemegang kebijakan---lalu memaksakan kehendaknya. Demikian pula---kelompok yang lain harus legowo atas perubahan dunia yang terus melaju tanpa kendali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun