Akibat 'gagal paham', maka setiap kelompok masyarakat memiliki sudut pandang yang berbeda. Sudut pendang tersebut terus diperkuat dengan argumen yang memperkokoh pandangannya. Secara perlahan terjadilah 'gap' atau kesenjangan. Bahkan yang satu menyalahkan yang lain. Pada akhirnya melahirkan bentrok.
Secara teoritik, menurut Huntington benturan peradaban disebabkan oleh dua hal. Pertama, disebabkan oleh perbedaan ideologi. Dalam hal ini, benturan ideologi kapitalis-pragmatis dengan ideologi yang berbasis pada agama dan budaya. Yang satu bicara 'benefit atau keuntungan', sementara yang lain bicara 'nilai-nilai'. Â Kedua, disebabkan oleh disparitas pengetahuan.Â
Yang satu lahir, dibesarkan dalam budaya dan tradisi keagamaan yang ketat. Belajar dan hidup dalam tradisi santri dan pesantren. Sementara yang lain berproses di pendidikan yang umum, tidak banyak berurusan dengan agama, dan keluarga hanya menjadikan agama sebagai perekat sosial (agama simbol). Ada perbedaan yang tajam keduanya, satu sama lain tidak menjangkau atas kedalaman pengetahuannya.
Meskipun bentrok bukan berarti tidak bisa disatukan. Dalam sejarah, bentrok ideologi memang sangat keras. Bahkan bisa memicu perang. Lihatlah sejarah Perang Dunia I dan II. Keduanya disebabkan oleh konflik ideologi. Yang satu merasa unggul dan berusaha merendahkan yang lain. Perang adalah pilihannya. Jutaan manusia mati sia-sia karena bentrok ideologi tersebut.
Sering kali deologi harus mengalah dengan keadaan. Pilihannya adalah kompromi. Kompromi untuk menang, untuk kepentingan yang lebih besar. Dalam kasus Jakarta, kompromi-kompromi merupakan pilihan. Namun perlu duduk bersama bagaimana kompromi tersebut disusun---sesuai dengan harapan semua, bukan salah satu pihak saja. Jangan mentang-mentang karena yang punya duit, pemegang kebijakan---lalu memaksakan kehendaknya. Demikian pula---kelompok yang lain harus legowo atas perubahan dunia yang terus melaju tanpa kendali.