Mohon tunggu...
Abdul Chalik
Abdul Chalik Mohon Tunggu... -

Abdul Chalik adalah peneliti dan staf pengajar Fisip, Ushuluddin dan Filsafat dan Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya. Keahlian di bidang 'Politik Islam Kontemporer', 'Politik dan Pemerintahan Lokal', "Ideologi dan Politik" dan "community engagement". Sudah menulis 13 buku, 42 artikel jurnal yang diterbitkan secara nasional dan internasional, dan 38 penelitian. Pendiri dan Direktur The Sunan Giri Foundation (Sagaf) yang bergerak di bidang riset, pemberdayaan di bidang pelayanan publik. The Sunan Giri Award merupakan salah satu program utama di bidang pelayanan publik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benturan Peradaban?

3 November 2017   17:44 Diperbarui: 3 November 2017   18:18 2075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: economist.com

Salah satu tokoh dan ilmuwan penting  yang  memperkenalkan slogan "Benturan Peradaban" (The clash of Civilisation) adalah Samuel Huntington. Dalam salah satu karyanya yang monumental, The Clash of Civilization and The Remaking of World Order (1996), Huntingtion menggambarkan bahwa antar peradaban akan mengalami benturan dan saling bertabrakan. Terutama peradaban Barat dan muslim.

Barat yang berideologi  kapitalis-liberalisme akan berhadap-hadapan dan saling bertentangan dengan peradaban dunia lain, terutama kalangan muslim.

Peradaban yang dimaksud Huntington adalah ideologi Kapitalisme-liberalisme. Kapitalisme yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kapiltalisme yang memiliki anak pinak industri di  berbagai negara di dunia. Sementara liberalisme yang dimaksudkan adalah kebebasan dalam semua aspek sesuai dengan asasi manusia (HAM). Sementara pada bagian lain, ada bangsa yang menganut paham yang berbasis pada ajaran agama yang ketat, tradisi lokal  yang bersumber dari nilai-nilai agama serta ajaran adiluhung yang dipelihara dengan baik.  

Dalam konteks benturan tersebut, saya akan tarik pada kondisi kekinian di Jakarta. Satu sisi ingin mempertahankan reklamasi teluk Jakarta dengan segala agenda kapitalisme di dalamnya---tapi pada sisi yang lain ada sekelompok orang justru ingin memberhentikannya. Kelompok yang menolak reklamasi beralasan karena lebih banyak mudarat dibandingkan manfaatnya. Kelompok yang kedua inilah juga mewakili perasaan bangsa yang merasa tidak nyaman dengan reklamasi. Karena pada kenyataannya yang tampak di permukaan adalah rumah-rumah mewah yang hanya dapat diakses oleh golongan berduit tebal.

Saya melihat dan mendengar di berita justru kegelisahan dirasakan oleh kalangan tua. Kekhawatiran munculnya  Alexis-alexis baru adalah bagian dari kegelisahan itu.  Bukan berfikir manfaatnya, tetapi dampak sosial yang ditimbulkan ke de depan. Jakarta sebagai kota sejarah, berbudaya dan sarat dengan tradisi Betawi yang santri---kuatir akan tergerus juga.

Saya tidak tahu mengapa (justru) yang gelisah dari kalangan tua, sementara yang muda menunjukkan mimik biasa-biasa saja. Atau, bahkan, kalangan muda sama seperti para pembuat kebijakan agar pabrik-pabrik (terus) bermunculan, atas nama investasi dan kesejahteraan rakyat! Dua kutub tersebut melahirkan apa yang saya sebut dengan 'benturan peradaban'.

Ada basis budaya dan tradisi keagamaan yang dipegang teguh oleh masyarakat. Basis budaya dan tradisi berasal dari nenek moyang dan secara terus menerus diperjuangkan hingga sekarang. Kiai, Pesantren, Masjid dan Pendidikan Diniyah merupakah salah satu tempat pendedehan nilai-nilai. Mereka berharap suatu saat Islam terus jaya, al-Qur'an  terus menggema hingga generasi terakhir, dan generasi muda lahir dan tumbuh menjadi insan yang baik dan berakhlakul karimah. Sangat simpel.

Sementara ada sebagian yang lain yang terus menggelorakan dan memperjuangkan investasi. Atas nama 'kesejahteraan rakyat' (meskipun absurd!), mereka berusaha mengundang investor dari dalam dan luar negeri untuk membantu agar 'asap-asap pabrik' bisa mengepul se-antero Jakarta. Reklamasi adalah bagian dari cerita investasi. Investasi adalah uang.

Dua hal tersebut sedang terjadi di kawasan pantai reklamsi Teluk Jakarta. Maklumlah jika para orang tua sedang khawatir. Pertanyaan yang sering muncul tentang dampak yang ditimbulkan, tentang kemungkinan tergeseran posisi nelayan dalam mencari nafkah. Tentang generasi muda yang merasakan dampak langsung. Pertanyaan dasar, kondisi saat ini sudah sulit dikendalikan, apa jadinya sepuluh dua puluh tahun yang akan datang?

Saya menggunakan idiom benturan peradaban untuk menggambarkan kondisi dimaksud. Memang agak berlebihan. Tetapi kalimat tersebut mewakili kegelisahan saya dan para orang tua yang sedang gelisah dengan keadaan.

Kata 'peradaban' menjadi pilihan. Bentrok peradaban berarti bentrok cara  pandang, pola pikir, atau diistilahkan dengan 'mind set'. Peradaban berasal dari pengetahuan yang dimiliki. Terjadi disparitas antara yang satu dengan yang lain. Atau terjadi kesenjangan antar kelompok masyarakat. Dalam bahasa anak muda sekarang, disebut 'gagal paham'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun