Mohon tunggu...
Abdi Khalik
Abdi Khalik Mohon Tunggu... Auditor - --Pengamat--

Meninggalkan jejak melalui tulisan. Cek tulisan lainnya -Http://artikelbermanfaat100.blogspot.co.id-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana Sekolah Membentuk Karakter

4 Mei 2018   05:22 Diperbarui: 4 Mei 2018   05:29 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini saya buat berdasarkan pengalaman pribadi yang pernah dialami semasa sekolah dulu. Oh iya, sekolah yang dimaksud adalah 12 tahun jenjang pendidikan mulai SD, SMP, hingga SMA di Indonesia.

Semua pasti tahu sistem pendidikan di Indonesia mengalami beberapa perubahan. Menurut saya, sistem tersebut pasti punya banyak pertimbangan sebelum akhirnya ditetapkan. Saya bukan ahli soal ini, jadi saya tidak mau berkomentar banyak. Saya hanya dapat merasakan dampak dari itu semua. Mulai dari tingkat SD pada zaman saya dulu, sistem peringkat kelas masih eksis, guru adalah sosok teladan sekaligus sosok menakutkan, nilai dianggap mewakili kecerdasan seseorang, siswa didorong untuk menguasai semua bidang dan mungkin masih banyak lagi.

Saya tidak pernah menyesal atas apa yang saya dapatkan, saya malah bersyukur karena saya bisa tahu seperti apa diri saya sebenarnya dan bisa memperbaiki diri. Menurut saya, sistem peringkat membuat saya pribadi sebagai seorang yang individualis. Kerja sama memang diajarkan namun saat peringkat dianggap sebagai hal penentu tingkat kecerdasan dan kepopuleran siswa di sekolah, banyak yang mengejarnya termasuk saya.

Daripada membangun skill, rangking menjadi kunci utama seolah-olah bisa menggambarkan tingkat kecerdasan intelektual dan emotional seseorang. Padahal tidak dengan kecerdasan emosional, itu didapatkan melalui berbagai cara dan berbeda dengan intelektual yang mungkin bisa dinilai dengan angka seperti yang tertera dalam rangking. Lanjut lagi, menurut saya sifat individualitas membatasi diri sebagai dinding pembatas kecerdasan emosional sesorang karena kita membatasi diri kita dalam membangun relasi dengan orang lain yang mana termasuk salah satu cara untuk dapat meningkatkan kecerdasan emosional.

Beberapa orang yang tidak cocok dengan sistem pendidikan dengan peringkat dan sebenarnya butuh bimbingan lebih dalam meningkatkan pemahaman terkait pelajaran, terpaksa gigit jari melihat keberhasilan teman-temannya yang cepat tanggap melalui sistem tersebut. Perhatian untuk orang-orang yang unggul dalam peringkat mungkin lebih besar dibandingkan yang lain. Bisa jadi, siswa yang tidak unggul itu juga akan menjadi individualis dan mencari cara lain untuk mengejar teman-temannya dalam mendapatkan nilai, misalnya dengan menyontek dan mengintimidasi (bully) temannya yang lebih unggul, alhasil terjadi rentetan kejadian buruk merusak mental siswa.

Lanjut ke masa sekolah saya, di SMP bully adalah hal yang sering saya dapatkan. Tubuh saya yang kecil dan selalu masuk dalam peringkat 5 besar menjadikan saya sasaran empuk pembullyan. Yap, trauma pastinya. Saya berpikir ada sesuatu yang salah dengan cara sistem pendidikan saat itu. Jujur, saya bukan orang pelit saat pelajaran, saya sangat bersedia membagi informasi yang saya miliki. 

Namun, saat ujian semua berubah. Ujian adalah saat dimana kemampuan pemahaman di uji, oleh karena itu saya kurang setuju membantu orang lain saat ujian apalagi menyangkut mempertahankan prestasi (peringkat). Apakah adil mereka yang berusaha belajar agar mendapatkan hasil yang baik dalam ujian sehingga meningkatkan peringkat dibandingkan mereka yang berusaha mencari jalan dengan cara kotor? Sampai saya menulis tulisan ini, saya mulai sadar bahwa sistem peringkat itu tidak baik. Kita terlalu difokuskan pada tujuan "peringkat". Oh iya, ternyata tidak semua pelajaran yang saya dapatkan dan mendapatkan nilai bagus itu atas dasar karena saya suka pelajaran itu, tapi karena hasil akhirnya yang saya kejar yaitu nilai.

Saat ini sistem pendidikan kita sudah berubah, jadi kemungkinan hal di atas tidak terjadi pada generasi sekarang. Semoga sistem pendidikan kita melahirkan generasi berkualitas yang tidak hanya cerdas intelektual namun secara emosional sehingga dapat membentuk karakter yang unggul.   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun