Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Seniman - Belajar menulis

Mencoba belajar dengan hati-hati, seorang yang berkecimpung di beberapa seni, Tari (kuda lumping), tetaer, sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamis di Mata Benga

10 Desember 2020   23:25 Diperbarui: 10 Desember 2020   23:28 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Aku akan pulang jika dia benar-benar kembali. Dengan hati dan puisi ketika ia menyimpan janji."

Air mata perlahan mengemis pada Kamis. Pada kota yang kini politik dan hukumnya begitu tragis. Tangis tragedi pelanggaran hak asasi manusia di lepas tanpa tuntas.

"Dia berjanji untuk segera pulang. Yakinlah itu dengan doa."

Bujuk demi sejuk berulang kali memeluk. Memetik semoga berharap kabar tak menjadi tua. Mendua pada titik perjuangan yang kini di lupakan negara.

( Benga. Kepergian ini adalah bukti bahwa aku begitu mencintaimu. Napas-napas bersamamu adalah sebuah ibadah yang selama ini belum sembuh. Kita hanya sedang mencoba untuk meyakinkan waktu bahwa perjuangan membangkitkan kebenaran adalah jalan pulang menuju temu. Tirani di bibir republik ini telah membuat kita terkapar lapar. Terpapar dari wabah janji saat pemilu. Aku akan kembali bersama cinta, cerita, puisi, dan darah juang untuk diari perjalanan kita. Akan ku menangkan kau sebelum senja serius menangkap dingin, ingin dan beku pesan-pesan. Aku mencintaimu : Setulus hati, sepenuh mati. )

" Seandainya saat itu telingaku tuli dan tak peduli. Aku orang yang begitu bahagia karena kau memilih untuk tak pergi."

Pelepah pipihnya ditimbun pucuk-pucuk harapan. Ke dalam sedih ia berujar memar. Samar-samar hari yang kini tak segera hadir melamar.

" Dia sedang dalam perjalanan. Hanya saja ada kemacetan di ujung kepulangan. "

Tak pernah lelah Ola menjahit kesedihan gadis itu, sekalipun ia terlihat kikir untuk di ajak berbicara.

" Kemacetan bertahun-tahun?. Ataukah kemacetan yang sengaja di lenyapkan?. Jika kau di posisiku dan kau sama merasakan hal ini. Mungkin apa yang saya alami di sayap jalan dan bangku tua ini dapat kau pahami."

" Jika sudah bertahun-tahun. Apakah tidak ada pilihan untuk kau mengambil damai?."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun