Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hakim Sarpin Ditelikung Hakim Kristanto

12 Maret 2015   05:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:47 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14261136061290092097

Kuasa Hukum termohon mendengarkan putusan di PN Purwokerto (foto; Gayhul SM)

Dalam menyikapi gugatan praperadilan, tidak semua hakim tunggal sepemikiran dengan hakim Sarpin Rizaldi yang mengabulkan gugatan prareradilan Komjen Budi Gunawan (BG). Efek putusan hakim Sarpin tidak perlu dikhawatrikan secara berlebihan. Kekhawatiran itu sekarang sudah terpatahkan dengan ditolaknya sebuah gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto Jawa Tengah. Hakim PN Purwokerto, Kristanto Sahat menolak gugatan praperadilan yang diajukan tersangka kasus dugaan korupsi, Mukti Ali Selasa (10/3).

Kristanto menegaskan, menurut Pasal 77 KUHAP, penetapan tersangka bukan ranah praperadilan. Dengan ini pihaknya memutuskan menolak gugatan praperadilan yang diajukan pemohon untuk seluruhnya. Putusan Kristanto itu sekaligus mematahkan putusan Sarpin dalam sidang gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, di PN Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Kuasa hukum termohon, AKBP Djalal mengatakan, putusan hakim PN Purwokerto sudah tepat. Aturan gugatan praperadilan sudah jelas dan tidak bisa ditafsirkan lagi. Putusan hakim sangat adil secara normatif, karena sudah sesuai dengan KUHAP. Sementara, putusan hakim di PN Jakarta Selatan (Sarpin Rizaldi) itu keliru.

Kapolres Banyumas AKBP Murbani Budi Pitono mengatakan, gugatan praperadilan merupakan upaya hukum yang menjadi hak masyarakat. Namun penolakan gugatan itu menunjukkan bahwa yang dilakukan penyidik Polres Banyumas sudah sesuai dengan prosedur hukum. Gugatan itu tidak menyurutkan Polres Banyumas dan jajarannya untuk memberantas korupsi.

Di lain pihak, Kuasa hukum Mukti Ali, Djoko Susanto mengatakan, akan mengajukan peninjauan kembali (PK). Penolakan gugatan praperadilan yang diajukan kliennya, merupakan bukti bahwa hukum hanya berlaku bagi golongan tertentu, dimana BG sukses mengajukan gugatan praperadilan, sementara kliennya tidak demikian. Dengan kasus dan proses hukum yang sama, keputusan bisa berbeda. Ini bukti bahwa hukum berlaku bagi golongan tertentu saja. “Kami akan mengajukan PK.’’ Tegas Djoko.

Pengajuan gugatan praperadilan ini berawal ketika Mukti Ali ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindakan pidana korupsi dana bansos pengembangan sapi betina dari Kementerian Pertanian untuk Kelompok Tani Mekar Jaya,  Desa/Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Mukti menilai penetapannya sebagai tersangka janggal. Terinspirasi gugatan BG yang dikabulkan hakim Sarpin, Mukti Ali segera mendaftarkan gugatan di PN Purwokerto dengan nomor perkara  02/Pid Prad/2015/PN PWT. Dasar hukum gugatan itu (apalagi) kalau bukan putusan hakim  PN Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan praperadilan BG yang dijadikan tersangka oleh penyidik KPK.

Apakah memang perbedaan putusan dua hakim dalam objek gugatan yang sama dinilai akan dapat menimbulkan kerancuan? Sebenarnya putusan siapakah yang benar? Hakim sarpin atau Kristanto? Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi, menjelaskan bahwa hal itu bukan masalah tidak konsisten. Hal itu adalah independensi hakim. Hakim kalau memutus harus berdasarkan pokok materi. jadi tidak ada yang salah dalam putusan hakim PN Purwokerto ataupun PN Jakarta Selatan. Suhadi menegaskan, Indonesia tidak menganut asas putusan hakim dalam kasus yang sama harus diikuti hakim lain. Kalau di Inggris ya, misalnya ada kasus yang sama lalu hakim lain harus mengikuti putusan yang sama.

Ahli hukum pidana dan kriminologi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang Marcella Elwina Simanjuntak mengatakan, keputusan hakim PN Purwokerto tepat dengan mengacu pada Pasal 77 KUHAP. Pasal 77 huruf (a) menyebutkan, pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Sementara keputusan Sarpin dinilai sebagai hal yang tidak konsisten dalam hukum. Putusan Sarpin sudah masuk materi perkara yang semestinya tidak diperolehkan diulik pada ranah praperadilan.

Peneliti senior dari Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded) Arif Susanto mengatakan, Komisi Yudisial harus segera bertindak terhadap Sarpin karena gegabah dengan memutuskan menerima gugatan praperadilan BG (baca; smcetak). Nah, dua kasus sama diputus dengan putusan yang berbeda, pasti salah satunya ada yang “error”. Apakah karena BG seorang jenderal dan punya banyak uang lalu gugatan praperadilannya dikabulkan? Sementara Mukti Ali yang hanya seorang pedagang sapi dan minim bugjet lalu praperadilannya ditolak? Mari kita cari jawabannya bersama-sama (Banyumas; 12 Maret 2015#Helet)

Salam Keadilan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun