Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ingatkan Anak "Awas Maniak Game", Malah Larut Main Game

10 Februari 2021   14:12 Diperbarui: 10 Februari 2021   14:46 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: idntimes.com

Salah satu anak saya yang bersekolah di kelas 2 sekolah menengah kejuruan tergolong lihai bermain game terutama adalah game PUBG. Kabarnya sekarang beralih ke jenis permainan hampir mirip yakni free fire.

Faktanya adalah teman-temannya sering minta bimbingan melalui pembicaraan telepon cara-cara bermain.

Selain itu dalam permainan tim ia lebih dominan mengarahkan teman-temannya dalam mengatur strategi tentang arah, tindakan dan posisi apa yang musti dilakukan saat bermain berkelompok.

Satu lagi yang jadi ukuran adalah tim mereka pernah berada pada posisi 4 besar dari 150 orang peserta umum game PUBG yang diselenggarakan di sebuah mall ternama di kota saya pada awal 2020 sebelum merebaknya Covid-19.

Ketergantungannya pada game bukan melalui proses yang singkat. Dari sejak balita ia sudah tertarik dengan game. Sama dengan sejumlah orang tua lainnya yang berkemampauan ingin memanjakan anaknya dengan game saya pun beberapa kali membelikannya dari PS2, PS3, PS P (portable) dan PS4.

Semuanya telah jadi barang rongsokan dan dikasi ke orang kecuali PS P masih tersimpan dan masih berfungsi hingga saat ini.


Tetapi sejak kelas 3 SMP dia lebih gandrung bermain game di HP yang spesifikasinya jauh di atas saya. Di sana ia bisa bermain game (tampaknya) sepuas hati mengenakan head set, yang membahana suaranya. "Biar mantap, ayah" katanya pada saya seakan tidak merasa betapa tidak sukanya saya melihatnya nyaris maniak pada game.

Gambar ilustrasi. Sumber: marketeers.com
Gambar ilustrasi. Sumber: marketeers.com
Tendensi maniak itu bukan tanpa alasan. Berdasarkan riset Lenovo, rata-rata gamer menghabiskan 7,5 jam per minggu untuk bermain video game, dengan 28% gamer bermain lebih dari sepuluh jam tiap minggu. Faktanya anak saya bermain game 2 hingga 3 kali lipat di atas hasil riset tersebut.

Hampir setiap waktu bersama duduk dan berbaring tangannya tak lepas bermain game di HP. Sedang ada keperluan dengannya pun jawabannya "sebentar lagi ayah" atau "siap ini mak," maksudnya sampai game over.

Kadang di kamarnya terlihat betapa serius ekpresinya dan pembicaraannya menghayati permainannya. Terdengar  beberapa kali pukulan ke dinding entah kesal karena apa.

Dia menghabiskan waktunya terlalu lama pada game meskipun dia dapat mengatur waktu bersekolah on line. Kehadirannya dalam belajar on line termasuk bagus alias tidak ada keluhan dari guru atau sekolahnya. Semua PR dan tugas-tugas pelajaran tidak ada kendala. Hal ini dipertegas oleh laporan sekolah berupa rapor, nilainya di atas 8 semua.

Artinya dia dapat mengatur waktu untuk belajar dan ibadah meskipun jadwal makan dan tidurnya yang berantakan akibat bermain game, sehingga saya sebut "maniak game" sejak kelas 3 SMP.

Entah dia merasa atau tidak dengan ketidak sukaan saya padanya bergantung pada game malah ia ajak saya melihat keahliannya bermain game. Kadang saya tidak paham apa maksud dan tujuan game itu terpaksa melotot melihat orang lompat dari pesawat, terjun payung ke sebuah pulau lalu menembaki musuh-musuh di sana dan mendapatkan amunisi, senjata dan stamina.

Akibat sering-sering melihat game tersebut suatu ketika saya tanyakan game yang cocok buat orang tua seperti saya apa?

Pada Maret 2020 saat pandemi Covid-19 mulai merebak membuat orang-orang malas keluar rumah termasuk saya.

Anak saya memperkenalkan sebuah slot game on line yang sangat sederhana dan gratis. Tidak pakai koin, tidak perlu beli dan bukan perjudian.

Iseng-iseng saya coba mulai main game sebelum waktu tidur di malam hari.

Lama-lama saya jadi suka dan sangat mahir bermain sehingga bosan dengan game pertama.

Lalu saya cari game lain dan terus berganti dengan game lain hingga terpaut sangat lama di sebuah aplikasi "Double Casino." Di sinilah hati saya terpaut berjam-jam sebelum tidur malam, bahkan di sela-sela jam istirahat siang saya pun tak ingin lepas dari game tersebut.

Akhirnya saya pun larut pada game ini. Tidak bermain sehari saja rasanya "gemana gitu" sehingga isteri saya "menggugat" saya karena saya lebih perhatian pada game ketimbang membantu aktifitasnya melayani tamu pengunjung atau pembeli di toko kami.

Beberapa kali terjadi peristiwa langka, di malam hari anak saya tadi sibuk dengan gamenya di tempatnya sayapun sibuk dengan game di meja saya sendiri. Kami larut pada game masing-masing hingga jelang pukul 12 malam.

Isteri saya dan anak perempuan mengatakan saya sudah ketergantungan pada game seperti "si abang" itu.

Ketika  itu saya tidak tahu apa yang disebut dengan instan karma atau "sweet karma" meskipun terbersit dugaan "kenapa saya jadi ikutan maniak game?" bisik hati saya.

Begitulah, apa yang saya tidak suka dulu pada kebiasaan anak saya bermain game malah saya (telah) ikut-ikutan bermain game. Ternyata saya tidak kalah maniak juga. 

Anak saya perempuan yang paling sulung menertawai saya melihat sangat serius bermain game. Famili yang datang berkunjung pun tak habis pikir ternyata saya masih sempat "melirik" game yang sedang menyediakan "bonus" bermain hari ini.

Menyadari saya telah larut dalam game hampir setahun terakhir saya pun berusaha melepaskan ketergantungan tersebut.

Berbekal pengalaman melepas ketergantungan pada rokok yang menguasai saya selama 17 tahun (sejak tahun 2000) saya juga berusaha menghentikan permainan ini seketika itu juga. 

Peristiwanya terjadi pada Desember 2020 lalu saya benar-benar berhenti bermain game setelah larut hampir 9 bulan lamanya. Hampir 3 bulan terakhir saya sudah tidak bermain game lagi. 

Anak lelaki saya itu tahu bahwa saya tidak lagi bermain game.  Faktanya dia BELUM juga melepaskan kebiasaannya bermain game kesukaannya tetapi intensitasnya dalam 2 bulan terkahir tampak sedikit menurut, mungkin karena banyaknya tugas-tugas dari sekolah, bukan terinspirasi oleh saya.

Demikian pengalaman saya terkena "sweet karma" karena tak suka anak saya bermain game malah saya ikut-ikutan larut bermain game meskipun pada akhirnya saya bisa "kembali ke jalan yang lurus dan yang benar," uhhukk (maaf batuk jarak jauh, pakai masker juga neh).

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun