Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Kadar Demo Anti-Rasis di Papua

13 Juni 2020   18:33 Diperbarui: 13 Juni 2020   20:21 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pengunjuk rasa Papua mengangkat tangan mereka saat rapat umum menyerukan kemerdekaan di Jayapura, Papua,16 Oktober 2008. (Foto: Reuters/Oka Daud Barta)

Pada 5 Juni 2020 dalam sebuah acara diskusi bertajuk "Papuan Lives Matter,"seorang mahasiswa Papua Joyce Etulding Eropdana juga menumpahkan kekesalan atas pengalaman buruk ia alami.

“Tidak hanya dari ucapan-ucapan yang membawa isi kebun binatang dan lain sebagainya, tatapan sinis pun itu selalu kami alami. Dan itu jadi sesuatu yang membekas, selalu dialami mahasiswa Papua yang bersekolah di luar Papua,” ujar Joyce yang kuliah di Bali.

Peristiwa demo pada 12 Juni 2020, sejumlah pelajar di Papua melakukan unjuk rasa pembebasan 7 tapol asal Papua yang kini mendekam di LP Balik Papan  dengan tanpa syarat. Salah satu dari lima tuntutan mereka berbunyi "apabila poin 1-4 tidak dapat diindahkan sebelum amar putusan dijatuhkan maka kami akan melakukan demonstrasi tolak rasisme," sebagaimana dikutip dari sini.

Dari tiga contoh peristiwa "sikap" anti rasial disebutkan di atas terdapat kadar anti rasial berbeda. 

Penuis berharap semoga semangat anti rasis mereka TDIAK disusupi kepentingan politik, karena sebuah gerakan anti rasial ternyata dapat disusupi oleh separatisme apabila tokoh-tokoh politik memanfaatkan issu tersebut untuk tujuan politik mereka.

Ada sebuah penyikapan anti rasial yang sangat elegan diperlihatkan seorang  gadis manis asal Papua, Florida Natasegay. Dia adalah  mahasiswi asal Papua sedang mengambil S-2 di Nevada. Dia memberikan kesaksiannya bagaimana merasakan perlakuan rasialis teramat menyedihkan. 

Di dalam perjalanan transportasi umum tidak ada yang mau duduk disebelahnya meskipun bangku sebelahnya sedang kosong. Ada juga yang (tiba-tiba) menjaga dompet ketika ia mendekat.Dia mengakui rasisme padanya seperti itu bukan saja di Indonesia tapi juga terjadi di AS. Secara keseluruhan ia secara elegan mengakui "banyak keluarga dan teman-teman dari Indonesia yang memperlakukan saya dengan baik, sebagai sesama orang Indonesia,"sebagaimana dikutip dari BBC.com edisi 12 Juni 2020

Demo anti rasial "Black Matter Live" di AS telah banyak memberi pelajaran untuk kita semua, tetapi pedemo jamin aksinya tidak disusupi unsur separatisme.  jadi benar kata Mutia Hafid politisi Golkar bahwa demo Papua (sejatinya) tidak disamakan dengan demo solidaritas untuk George Floyd. 

Demo anti rasial sah-sah saja, penting untuk mengingatkan seluruh bangsa Indonesia agar TIDAK berperilaku rasis terhadap sesamanya terutama untuk saudaranya di Papua, Papua Barat atau di manapun berada. 

Akan tetapi menunggangi demo anti rasial untuk tujuan dan kepentingan politik tertentu sangat naif rasanya, apalagi mengemasnya sedemikian rupa hingga warga tak tahu ternyata telah dikendarai separatisme, jadi korban hasutan. Semoga ini tidak terjadi.

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun