Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tidak Ambil Untung di Balik Krismon 1998, Kenapa?

3 Agustus 2019   18:17 Diperbarui: 3 Agustus 2019   18:32 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Great Depression (1929 – 1939) melanda Amerika Serikat. dan Rush di Indonesia :Krismon 1998. Gambar kolase dari moneysmart.id dan cnn.indonesia

Apa yang dapat penulis lakukan ketika "badai" krisis moneter dan keuangan (krismon) mulai memperlihatkan tanda-tanda mengarah melanda ke negeri kita pada pertengahan 1997?

Badai yang sedang mengarah ke negeri kita pada saat itu adalah rangkaian krisis ekonomi dunia yang mengarah ke berbagai negara termasuk kawasan Asia Tenggara. Thailand, Laos, Vietnam, Singapore, Malaysia hingga menjalar ke Indonesia adalah korban-korban penderita krisis ekonomi pada saat itu. 

Pada 1995 hingga 2000, penulis ditempatkan oleh perusahaan tempat penulis bekerja di provinsi Aceh berkedudukan di kota Banda Aceh. Pada pertengahan 1997 suasana politik akibat "kemenangan sejati" pemerintahan Orde Baru pada pemilu 1997 kembali mempertahankan Presiden Soeharto pada kekuasaan hingga tak tergoyahkan tiga dekade lamanya. 

Situasi politik  terasa panas meski tidak terlihat. Situasi ekonomi terlihat lesu seakan seiring sejalan dengan kondisi politik yang sedang menyimpan bara dalam sekam. Apalagi di Aceh mulai hadir gerakan sparatisme yang membuncah pasca DOM berakhir pada 1998.

Meski demikian kondisi tersebut tidak berpengaruh negatif pada pertumbuhan usaha penulis gerakkan di sana pada waktu itu. Omzet dan penjualan bersih yang semakin tinggi dan pertambahan karyawan di setiap kabupaten serta ekspansi pasar melalui kantor-kantor perwakilan atau pos baru justru terjadi pada 1997 hingga 2000 adalah sebuah fakta produktifnya usaha kami saat itu.

Ternyata hal itu (bisa saja) terjadi akibat beberapa perusahaan lain yang tidak sanggup eksis lagi di sana apalagi untuk ekspansi dan penetrasi dalam kondisi panas suhu politik, ekonomo dan keamanan di sana. Saat itu menjadi peluang manis bagi penulis yang kala itu merasa seperti menjadi pemain tunggal di sana.

Omzet yang besar dan pendapatan dari proyek kecil-kecilan bersumber dari pemerintahan daerah berarti memperoleh cash in flow yang tinggi baik dalam jumlah maupun intensitasnya. Oleh karenanya frekwensi berhubungan dengan pihak Bank pun semakin intensif menjadi 2 kali dalam sehari (dari biasanya seminggu 2-3  kali pada 1995- 1996).

Untuk apa ke Bank? Untuk menyetor hasil pendapatan harian dari kota Banda Aceh saja, sedangkan dari Kabupaten lain langsung mengirim ke rekening  perusahaan yang penulis kelola dalam rekening yang sama.

Pada saat itu masih berlaku kebijakan transfer paling lama seminggu dua kali ke kantor pusat sehingga sekali kirim uang ke kantor pusat bisa mencapai 200 juta rupiah, sebuah angka yang sangat tinggi pada masa itu ketika kurs rupiah masih adem sekitar 2.300 per USD pada Juni 1997.

Oleh karena sangat sering berkunjung ke sebuah bank swasta (saat itu masih di jalan Diponegoro, Banda Aceh) hubungan dengan pegawai sangat akrab. Kadang penulis dipersilahkan "dari samping" tak usah mengantri, kadang atas dasar kepercayaan titip dulu bungkusannya dan lain-lain.

Pada akhirnya salah satu karyawati bank swasta nan cantik jelita -sebut saja- namanya "mba Tutut" sering mengingatkan saya agar menukar uang rupaih yang selalu saya tabung (sebelum ditransfer) ke USD. Nilai USD semakin kuat. "Beruntung loh bang.. , "katanya, TIDAK bermaksud merayu untuk melakukan "Rush Money."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun