Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apa Motif Trump di Balik Pertemuan AS-Korut?

29 Mei 2018   00:17 Diperbarui: 29 Mei 2018   01:43 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi : cdn.theatlantic.com

Singapore pernah menjadi tempat bertemunya pemimpin China dan Taiwan. Pada 2015, Presiden China Xi Jinping memilih Singapura untuk menjadi tuan rumah pertemuannya dengan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou saat itu. Pertemuan saat itu adalah pertama kalinya para pemimpin China dan Taiwan bertemu sejak akhir perang sipil Cina pada tahun 1949.

Jadi mengapa Singapore yang dipilih. Bukan Indonesia, Malaysia, Vietnam atau negara ASEAN lainnya bahkan Filipina yang notabene lebih dekat dengan Amerika karena pernah memiliki pangkalan AL di Subic dan kedekatan lainnya. Padahal Indonesia menawarkan jasa tersebut pada akhir April lalu.

Presiden Jokowi dalam kata sambutan penerimaan Dubes baru Korut pada 30/4/2018 bahkan menawarkan Indonesia sebagai juru damai antara Korea sebagaimana dilansir oleh kompas.com. Sayangnya hingga saat ini keptusan AS memilih Singapore dengan sejumlah alasan disebutkan di atas belum tergoyahkan.

Berdasarkan sejumlah "benang merah" di atas kita dapat menarik motf apa dibalik pertemuan yang dikatakan sangat bersejarah tersebut. Beberapa kemungkinan motifnya adalah :

Ekspos upaya atau perjalanan Pompeo membebaskan 3 warga AS yang ditahan Korut disebut diatas hanya sebagai alat, tujuan sesungguhnya adalah mematangkan rencana pertemuan Trump - Kim jangan sampai batal atau terganggu. Jika AS berdalih 3 sandera tersebut dibebaskan laksana mendatangkan pahlawan dari medan perang maka itu adalah sikap berlebihan sebab di Iran masih ada tahanan AS yang belum dipayakan solusinya sedikitpun setidaknya hingga saat ini.

Iran masih menahan sejumlah warga AS hingga saat ini. Beberapa diantaranya adalah :

  1. Reza "Robin" Shahini. Warga San Diego Shahini ditangkap mengunjungi keluarga di Gorgan pada Juli 2016, dan dijatuhi hukuman 18 tahun penjara atas tuduhan mengancam keamanan nasional.
  2. Robert Levinson. Mantan agen FBI Robert Levinson, yang lenyap di Iran sejak tahun 2007 tidakdigubris sampai kini meski istrinya berkali-kali mengingatkan agar pemerintah AS membantu proses pembebasannya. Meskipun ia bertugas pada misi CIA yang tidak sah pada saat itu namun hal itu tetap tidak (belum) menarik minat pemerintah AS sampai kini.
  3. Siamak Namazi.  Pada Oktober 2015, pengusaha Siamak Namazi yang berbasis  di Dubai, 46, ditangkap polisi Iran saat mengunjungi kerabatnya di  Teheran.


Mengapa pada kasus  Iran Trump tidak tertarik? Padahal Trump memulangkan tiga tahanan Korut dalam acara besar dan luar biasa bagaikan kepulangan pahlawan dari medan pertempuran sangat hebat dan luar biasa bagi eksistensi AS.

Jelas sekali, tampaknya Trump ingin memperoleh "sertifikat" dunia sebagai satu-satunya kepala negara AS yang mampu menjinakkan atau berunding dengan Korut yang berarti mampu menghentkan potensi malapetaka perang nuklir di semenanjung Korea. Untuk itu Trump akan memperoleh pengukuhan Nobel pencipta perdamaian.

Jika Trump memperoleh pengukuhan penerima Nobel perdamaian dunia maka reputasi dan popularitas Trump semakin meningkat pesat. Di dalam negeri Trump akan semakin kuat dan di dalam percaturan Trump semakin garang bak kepala Polisi Internasional.

Trump ingin memisahkan atau menjauhkan Korut dari Rusia. Pada saat bersamaan Trump memberi hadiah untuk Tiongkok atas kerjasamanya sebagai mitra dalam meloloskan tujuan ingin dicapai Trump dengan mengendurkan bahkan menghilangkan perang dagang khususnya pada beberapa mata dagang impor ke masing-masing negara.

Jika Reunifikasi Korea tidak akan terjadi setidaknya Trump berharap kedua negara akan menjalin persahabatan dengan baik dan saling menguntungkan bagi peningkatan kemakmuran ke dua negara. Trump tahu persis bahwa reunifikasi pasti tidak akan terjadi selain kerjasama antara Korea semakin baik dan kondusif dan saling membangun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun