Dalam perspektif kebangsaan dan keislaman, kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan dengan adil dan bertanggung jawab. Rasulullah SAW bersabda : "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari & Muslim)
Pemimpin daerah harus mampu menjalankan tugas dengan prinsip keadilan sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an : "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil." (QS. An-Nisa: 58)
Dalam konteks ini, seorang pemimpin daerah baik itu Gubernur, Bupati dan/atau Walikota harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil dan program dan kegiatan yang dilaksanakan benar-benar mengedepankan kepentingan masyarakat luas, bukan hanya golongan tertentu. Prinsip transparansi, efisiensi, dan keadilan dalam mengelola pemerintahan daerah akan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan pembangunan ke depan.
Pelantikan 961 Kepala Daerah hasil Pilkada Serentak Tahun 2024 oleh Presiden Prabowo Subianto pada 20 Februari 2025 kemarin, harus menjadi momentum strategis bagi daerah, termasuk Kota Cilegon, untuk berbenah dalam menghadapi berbagai tantangan pembangunan. Dalam pidatonya, Presiden menekankan bahwa setiap pemimpin daerah harus menjadi pelayan masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, amanah, dan keberpihakan kepada kepentingan rakyat.
Sejalan dengan amanat Bapak Presiden tersebut, maka sebagai salah satu kota industri strategis di Indonesia, Cilegon saat ini tengah dihadapkan pada berbagai tantangan yang memerlukan perhatian serius dari kepemimpinan Robinsar - Fajar Hadi Prabowo yang baru saja dilantik. Dalam hal ini, ada beberapa catatan (baca : tantangan) utama yang harus segera diselesaikan oleh Robinsar - Fajar yaitu sebagai berikut :
1. Defisit Anggaran dan Beban Hutang Daerah
Pada akhir Tahun Anggaran 2024 yang lalu, Pemerintah Kota Cilegon mengalami defisit anggaran yang cukup besar, dengan utang kepada pihak ketiga mencapai sekitar Rp100 miliar. Faktor utama penyebabnya adalah pengelolaan keuangan yang belum optimal serta penurunan pendapatan daerah akibat perlambatan sektor industri dan ekonomi global. Dalam konteks ini, amanat Presiden Prabowo mengenai transparansi dan efisiensi anggaran menjadi relevan. Pemerintah daerah harus mengedepankan prinsip keadilan dalam distribusi anggaran serta menghindari praktik korupsi yang dapat semakin memperburuk kondisi fiskal daerah.
2. Keterbatasan Infrastruktur dan Tata Kota
Salah satu proyek strategis yang mengalami kendala adalah pembangunan Ruang Terbuka Publik (RTP) di beberapa Kecamatan dan Kelurahan. Tantangan utama dalam realisasi proyek ini meliputi keterbatasan anggaran serta permasalahan pengadaan lahan. Peningkatan infrastruktur yang merata adalah bagian dari visi nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih inklusif. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mencari solusi pembiayaan, seperti skema investasi swasta atau kerja sama publik-swasta, menjadi kebutuhan mendesak.
3. Ketimpangan Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat
Sebagai kota industri, Cilegon memiliki tingkat pendapatan per kapita yang tinggi dibandingkan daerah lain di Banten. Namun, ketimpangan sosial masih menjadi isu krusial. Banyak masyarakat yang masih berjuang mendapatkan akses terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan yang layak, serta kesempatan kerja yang adil. Amanat Presiden Prabowo mengenai pentingnya kebijakan pro-rakyat harus menjadi pedoman bagi Pemerintah Kota Cilegon dalam merancang program yang berpihak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, termasuk penyediaan lapangan pekerjaan berbasis industri lokal dan pemberdayaan ekonomi berbasis UMKM.