Mohon tunggu...
AANG JUMPUTRA
AANG JUMPUTRA Mohon Tunggu... Freelancer - Admin Social Media
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menyajikan konten yang cerdas, terupdate, dan terlengkap

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Fenomena Didik Kempot: Sudut Pandang Karakter dan Nilai-nilai

12 Mei 2020   23:14 Diperbarui: 12 Mei 2020   23:18 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tukiman Tarunasayoga (JC Tukiman Taruna) | dokpri

Fenomena(l)nya Didik Kempot

(Sudut pandang karakter dan nilai-nilai)

Karakter adalah hasil/kulminasi dari pembiasaan, karena dari pembiasaanlah tertanam dan terserap nilai-nilai. Oleh karena itu, menurut pendapat saya. ungkapan yang tepat ialah pendidikan pembiasaan, bukan pendidikan karakter; atau kalau mau terasa lebih "aman," sebutlah pendidikan nilai-nilai. Bagaikan menanam pohon, buah atau bunga dari pohon itulah karakter; tetapi untuk sampai berbunga (mawar misalnya) atau berbuah (mangga) perlu proses mulai penanaman, penyiraman, pemeliharaan, dsb,  dan itulah pembiasaan demi pembiasaan, dan ada nilai-nilai terserap  yang harus terjadi sampai terbukti ada bunga atau buahnya. 

Tidak berlebihanlah kalau sosok Didi Kempot (DK) disebut-sebut sangat fenomenal, baik DK sebagai seorang individu/pribadi, karya-karyanya, maupun kiprahnya dalam kehidupan; sebutlah ia mulai dari zero (nothing) menjadi hero (something/someone), dari orang trotoir menjadi godfathers. Dilihat dari proses pembiasaan dan penanaman nilai-nilai kehidupannya sampai berbuah pada karakternya, seorang DK dapat dicatat dalam tiga substansi besar berikut.

Pertama, betapa nama pemberian orangtua dan masa kecil seseorang itu adalah nilai pertama dan utama dalam kehidupan ini. Nama yang diberikan orangtuanya kepada DK adalah semacam "meterai kekal" yang bukan saja melekat pada dirinya, melainkan memberi ciri khas terpateri.

Panggilan Didi pasti bukan saja panggilan kesayangan orangtuanya, tetapi juga meterai kekal yang melekat pada seorang Prasetyo, yang belakangan dikombinasikan dengan Kempot, sehingga jadilah nama panggungya DK. Masa kecil seseorang, terbukti ada korelasi sangat signifikan dengan masa remaja dan dewasanya: Perilaku orang saat remaja atau bahkan saat dewasa, merupakan cerminan bagaimana orang itu di masa kecilnya.

Kedua, ternyata harapan atau cita-cita orangtua sebagaimana pemberian nama seperti di atas telah disebutkan, akan tercapai asalkan anak yang bersangkutan hidup sesuai dengan cita-cita dan harapan orangtua.

Dalam contoh ini Prasetyo. Karena DK sepanjang hidupnya berjuang untuk setia menggeluti minat dan bakatnya, yaitu musik, terbukti buahnya luarbiasa. Sebagaimana kita mengetahui sepenggal kisahnya, meskipun kakaknya (Mamiek Prakosa) membujuk sekuat tenaga agar DK "mau cabut" dari pengamen; namun kesetiaan DK kepada musik sedemikian tinggi, kini kita semua tahu ending-nya.

Nilai-nilai yang DK tunjukkan sudah jelas, demikian pula karakter dirinya, yakni seorang pekerja keras penuh kesetiaan dan kesederhanaan serta solidaritas. Sampai-sampai kamar hotel (dan nomer) favoritnya kalau DK ke/di Jakarta juga menunjukkan karakter itu.

Ketiga, ternyata suara hati itu harus selalu didengar oleh si pemilik suara hati itu sendiri. Suara hati DK selalu mengatakan "suatu saat aku akan berhasil," dan suara hati itulah yang selalu mengusiknya, termasuk DK bergeming dari berbagai bujukan agar meninggalkan dunia musik. Ada beberapa catatan penting terkait suara hati, yaitu setiap orang pasti memiliki suara hati, namun kepekaan setia orang terhadap suara hatinya berbeda-beda.

Perbedaan kepekaan itulah yang menggambarkan ada orang yang sangat mudah membunuh suara hatinya, ada yang tetap memeliharanya.   Pola asuh di masa kecil sangat menentukan apakah seseorang akan tumbuh menjadi pribadi yang peka terhadap suara hatinya, atau tumpul terhadap suara hatinya. Terhadap fenomena DK, saya berpendapat bahwa orangtua DK (ibunya?) sangat piawai menanamkan kepekaan akan suara hati ini, entah bagaimana caranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun