Mohon tunggu...
Aang Arwani Aminuloh
Aang Arwani Aminuloh Mohon Tunggu... IG: @aangar

Twitter: @aangar | Email: aangar@jagatarsy.sch.id | https://www.youtube.com/c/1billiondollars

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Terapi Psikoanalitik

27 Desember 2010   14:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:20 6304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[22] Sekitar tahun 1881-1891, Freud bekerja di rumah sakit di Prancis bersama Charcot dan Breuer. Pada saat itulah, Freud berkenalan dengan hipnotis. Perkenalannya dengan hipnotis, tidak hanya dari Charcot, melainkan juga dari Breuer (1842-1925), yaitu pada saat Breuer menangani kasus Anna O. yang mengeluhkan hysteria di mana terjadi kelumpuhan-kelumpuhan namun tidak terdapat dasar medis yang melatarbelakanginya. Seperti, otot lehernya yang mengalami “lumpuh” sehingga dia tak dapat menolehkan kepalanya, dan juga jemarinya yang tidak mampu untuk digerakan sehingga dia tidak dapat menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri.

[23] Pasien yang dimaksud adalah Bertha Pappenheim (1859-1936) atau lebih akrab dikenal sebagai Anna O. dalam literatur psikologi modern. Pada saat itu, ide asosiasi bebas baru muncul. Diilhami oleh kebiasaan Breuer yang selalu menghipnotis orang yang kemudian orang tersebut didorong untuk membicarakan keluhannya. Pada saat itu, Freud memandang bahwa cara yang baik adalah dengan demikian, yaitu dengan berbicara sebebas mungkin, sehingga pasien mengalami apa yang disebut Breuer—pada akhirnya juga diadopsi oleh Freud—sebagai “katarsis”. Yaitu menghilangkan tegangan dan kecemasan dengan cara berbicara dan menghidupkan kembali suatu kejadian traumatik.

[24] Pada saat pasien melakukan asosiasi bebas, analis mencatat sedikit demi sedikit apa-apa yang diasosiasikan, yang nantinya pastilah akan membentuk kepingan ide, perasaan-perasaan, yang meskipun nampaknya tidak ada hubungan, tak logis, dan urutan waktunya salah, tetapi bagaimanapun juga secara emosional berhubungan. Dengan mengetahui latar belakang pasien, akan memudahkan analis membimbing pasien menuju ke arah yang lebih baik.

[25] Goble (1991), (ibid), h. 138.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun