Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menulis Itu Terapi, Menulis Itu Berbagi, Menulis Itu Abadi

14 September 2025   19:24 Diperbarui: 14 September 2025   20:17 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kompasiana.com

Jawaban Mengapa Saya Betah Menulis di Kompasiana?

"Ketika kata-kata dituangkan ke dalam tulisan, ia tak hanya menyembuhkan jiwa penulisnya, tetapi juga bisa menjadi penghibur, penguat, bahkan penerang bagi orang lain."

Pertanyaan tentang apa yang diperoleh dari menulis tentu akan mendapatkan beragam jawaban, karena setiap orang memiliki alasan dan prinsip pribadi mengapa ia menulis.
Karena setiap orang berhak untuk berbeda dengan diri kita

Berbagi Pengalaman Pribadi

Ide menulis topik ini muncul ketika salah seorang Kompasianer dalam acara A to Z melontarkan pertanyaan, "Apakah benar menulis merupakan terapi diri?" Nama penanya kurang jelas terdengar, tetapi pertanyaan itu menggelitik hati saya.

Saya merasa perlu menjawabnya bukan sekadar kata-kata, melainkan berdasarkan pengalaman pribadi yang nyata. Itulah sebabnya saya menuangkan pengalaman ini dalam artikel, agar bisa menjadi refleksi sekaligus motivasi bagi siapa saja.

Dari Hobi Menjadi Obat Jiwa

Sejak SMA saya sudah akrab dengan dunia tulis-menulis. Saya menulis di majalah sekolah Gema Don Bosco. Waktu itu, menulis hanya sekadar hobi. Namun, perjalanan hidup membawa saya pada titik balik yang tak pernah saya sangka.

Saya pernah mengalami kecelakaan dan gegar otak yang parah. Secara fisik memang saya sembuh, tetapi ada yang hilang dari diri saya: saya menjadi pelupa. Rasanya sungguh tidak enak.

Puncaknya terjadi ketika saya hendak mencairkan cek di bank. Saat diminta menandatangani, saya justru lupa bagaimana membuat tanda tangan saya sendiri. Berkali-kali saya mencoba, tetapi hasilnya selalu berbeda. Cek itu tak bisa cair.

Bahkan karyawan bank terpaksa menghubungi istri saya. Meski saya sudah menjelaskan bahwa itu benar-benar cek saya, prosedur tetaplah prosedur. Akhirnya, istri saya datang dan membantu menyelesaikan urusan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun