Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Nisan itu Tertulis "Maafin Papa"

9 November 2019   05:44 Diperbarui: 9 November 2019   05:48 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keluarga Pak Darsin dan Bu Imah terlihat bahagia sekali, mereka dikaruniai seorang bayi laki-laki. Darim namanya. Diambil dari nama Darsin dan Imah. Sebelum lahir Darim, Bu Imah setahun yang lalu mengandung anak perempuan hanya saja meninggal ketika proses lahiran, konon katanya akibat Pak Darsin dan Bu Imah menerobos larangan untuk bercinta saat Bu Imah sedang menstruasi. Kalau tidak lahir cacat atau mati, begitulah cerita yang berkembang. Bahkan saat kelahiran anak perempuan kondisi bayi sungguh mengenaskan, tangan kanannya nyaris tidak ada jari-jarinya, Kata Masyarakat itu pamali akibat dahulu saat Ibu Imah mengandung, Pak Darsin membunuh ayam jago tetangga dengan cara tidak wajar, kaki ayam dipotong-potong. Hanya masalah sepele, ayam berak dengan manja di teras rumah.

Dari kejadian itu Pak Darsin dan Bu Imah belajar, kini mereka menjaga dengan penuh cinta dan sayang pada bayi Darim. Mereka tidak mau melanggar aturan adat dan juga aturan agama.

"Bu, besok Darim harus jadi manager kayak bapak" Ucap Pak Darsin

"Kalau ibu sih terserah anaknya aja, biarkan dia melakukan hal yang ia sukai dan cintai. Syaratnya Cuma satu Pak, ia harus jadi orang baik." Jawab Bu Imah

"Baiklah, Bu. Aku setuju saja. Daripada nanti ia hidup dengan bayang-banyang bukan dirinya." Pak Darsin setuju dengan saran istrinya

Mereka menyayangi Darim, merawat dan membesarkannya.

Di tahun ketujuh setelah kelahiran, kondisi keluarga mereka mulai menunjukan masalah. Pak Darsin dipecat dari pekerjaan akibat terbukti mesum di kantor dengan asisten pribadinya, bernama Lira. Bu Imah yang mendengar kejadian itu, kalap dan marah. Ia meminta cerai.

Darim anak kecil yang belum tahu apa-apa tentu saja shok, Darim yang malang kini setiap hari hanya mendengar teriakan demi teriakan, cacimaki demi cacimaki, sumpah serapah bahkan di depan mata kepalanya, Darim melihat sang ayah menampar ibunya. Rumahnya kini bagaikan neraka. Bom waktu seakan meledak dan menghancurkan rumah tangga itu.

Darim yang periang kini jadi pemurung, gelagatnya yang dulu baik dan sopan kini berubah seratus delapan puluh derajat, ia jadi anak nakal. Suka mencuri uang jajan teman, sering berkelahi, suka memalak, bahkan ia pernah mengerjai gurunya dengan menaruh kotoran ayam di bangku guru. Asyik katanya.

Pak Darsin yang mendengar hal itu geram dan marah. Darim dijewer kupingnya dari sekolahan sampai rumah, Bu Guru yang melihat hal itu tidak tega dan menyuruh Pak Darsin jangan terlalu kasar dengan anak sebab memang adakalanya anak nakal. Wajar katanya. Anak hanya ingin mencoba banyak hal dan ingin tahu banyak hal. Terlanjur malu, Pak Darsin tidak menuruti kata Bu Guru.

Putusan hakim menyatakan bahwa hak anak jatuh kepada Pak Darsin. Darim diasuh ayahnya.

Selang beberapa hari, Pak Darsin menikah siri dengan Lira. Orang-orang mengira mereka kumpul kebo. Pak Darsin tidak menggubris omongan warga, baginya urusan percintaan urusan dirinya sendiri dan warga tidak usah ikut campur.

Ayahnya yang menikah lagi semakin membuat Ari shok dan kenakalannya makin menjadi-jadi.

Di Hari yang lain, Darim kedapatan sedang berkelahi dengan temannya. Pak Darsin yang mendengar hal itu murka. Darim dikunci di dalam kamar dari pulang sekolah sampai pagi tanpa dikasih makan seolah bagaikan hewan piaraan yang kadaluwarsa sedangkan di kamar yang lain Pak Darsin memadukasih dengan Lira dengan sangat panas dan erotis. Suara desahan Lira sampai telinga Darim.

Ia semakin terpukul, ia teringat ibunya.

Di dalam kamar yang gelap akibat lampu sengaja dimatikan Pak Darsin, Darim menahan lapar. Darim memang seolah diberi kekuatan dari Tuhan untuk kuat menghadapi hal ini. Mentalnya sungguh melangit. Setetes air matapun tak ada yang keluar.

Paginya ia sekolah seperti biasa seolah tidak ada kejadian apa-apa.

Kenakalan Darim berlanjut kembali bagaikan derasnya air curug di musim panas. Darim sengaja buang air besar di celana. Hal itu membuat heboh seluruh kelas, Bu Guru menyuruh Darim pulang. Sementara teman-temannya menyorakinya jijik.

Di rumah, Pak Darsin murka dan kalap. Ia meninting tubuh Darim dan dibenturkan kepalanya ke tembok berkali-kali. Darim yang biasanya diam ketika disiksa ayahnya, ia bersuara.

"Sakit,,Pak.. Kepala Darim sakit Pak" darah menetes dari kepalanya. Babak belur.

Tiga menit lebih dua puluh detik kemudian Darim pingsan. Ayahnya meninggalkannya pergi kembali bercinta dengan Lira.

Sehabis puas bercinta bahkan sampai tiga ronde, Pak Darsin ingin ke kamar kecil ( WC). Begitu kagetnya dia, Darim masih tergeletak disana.

Pak Darsin langsung mencoba mengecek denyut nadi Darim dan kosong, Darim meninggal. Pak Darsin ketakutan, ia menangis sejadi-jadinya. Ia menggaruk-garuk seakan -akan ingin merobek wajahnya dengan tangan, frustasi. Air matanya membanjiri wajah.

Warga yang mendengar tangisan Pak Darsin yang keras bagai suara mesin pemotong pohon, berduyun-duyun datang. Mereka mendapati Darim tergeletak terbujur kaku dengan kepala bersimpah darah dan disampingnya ada Pak Darsin sedang membanjiri pipinya dengan air mata.

Pak Darsin langsung diringkus warga dan dibawa ke kantor polisi. Demikian Lira juga dibawa polisi akibat terbukti membiarkan kekerasan terjadi.

Jenazah Darim dikuburkan di pemakan umum dan di nisannya tertulis "Maafin Papa".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun