Selang beberapa hari, Pak Darsin menikah siri dengan Lira. Orang-orang mengira mereka kumpul kebo. Pak Darsin tidak menggubris omongan warga, baginya urusan percintaan urusan dirinya sendiri dan warga tidak usah ikut campur.
Ayahnya yang menikah lagi semakin membuat Ari shok dan kenakalannya makin menjadi-jadi.
Di Hari yang lain, Darim kedapatan sedang berkelahi dengan temannya. Pak Darsin yang mendengar hal itu murka. Darim dikunci di dalam kamar dari pulang sekolah sampai pagi tanpa dikasih makan seolah bagaikan hewan piaraan yang kadaluwarsa sedangkan di kamar yang lain Pak Darsin memadukasih dengan Lira dengan sangat panas dan erotis. Suara desahan Lira sampai telinga Darim.
Ia semakin terpukul, ia teringat ibunya.
Di dalam kamar yang gelap akibat lampu sengaja dimatikan Pak Darsin, Darim menahan lapar. Darim memang seolah diberi kekuatan dari Tuhan untuk kuat menghadapi hal ini. Mentalnya sungguh melangit. Setetes air matapun tak ada yang keluar.
Paginya ia sekolah seperti biasa seolah tidak ada kejadian apa-apa.
Kenakalan Darim berlanjut kembali bagaikan derasnya air curug di musim panas. Darim sengaja buang air besar di celana. Hal itu membuat heboh seluruh kelas, Bu Guru menyuruh Darim pulang. Sementara teman-temannya menyorakinya jijik.
Di rumah, Pak Darsin murka dan kalap. Ia meninting tubuh Darim dan dibenturkan kepalanya ke tembok berkali-kali. Darim yang biasanya diam ketika disiksa ayahnya, ia bersuara.
"Sakit,,Pak.. Kepala Darim sakit Pak" darah menetes dari kepalanya. Babak belur.
Tiga menit lebih dua puluh detik kemudian Darim pingsan. Ayahnya meninggalkannya pergi kembali bercinta dengan Lira.
Sehabis puas bercinta bahkan sampai tiga ronde, Pak Darsin ingin ke kamar kecil ( WC). Begitu kagetnya dia, Darim masih tergeletak disana.