Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Meruwat Barat, Merawat Semangat

24 Januari 2019   11:18 Diperbarui: 24 Januari 2019   15:31 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barat diruwat adalah konsep di mana kita harus benar-benar memilih dan memilah apa yang datang dari "Barat", entah itu ilmu, teknologi atau apapun yang ditakutkan  dan menyangka bahwa dengan bergaya ala"Barat" kita lebih bergaya kekinian padahal bisa saja muncul blind imitation yaitu meniru tanpa alasan yang jelas. Misalnya gandrung dengan teknologi terbaru tanpa memahami kesadaran kebutuhan atau hanya ikut-ikutan tren yang berkembang tanpa sadar akan fungsi dan tujuan.

Kondisi hal itu membuat kita tidak pede dengan Islam, seolah-olah "Barat" adalah peradaban maju sedangkan Umat Islam terpuruk. Padahal ukuran kemajuan pun tidak melulu soal mesin tetapi SDM-nya adalah kunci memajukan peradaban.

Dari pandangan itu kita berasumsi bahwa Umat Islam harus berbenah luar dan dalam.

Umat Islam yang kalah akan memunculkan dua teori yaitu fiqihnya yang kaku dan menjamurnya faham pantheistik dimana semacam tembok pertahanan ketika mengalami kekalahan dengan berlandaskan takdir. 

Misalnya ucapan bahwa takdir kita sudah miskin, Tuhan memang menakdirkan kita sebagai bangsa pecundang, dsb. Padahal takdir adalah rahasia Tuhan yang sengaja Tuhan merahasiakan agar kita mau berjuang dan berharap kepadanya. Ada usaha dan doa. Artinya taruhlah hakikat sebagai hakikat dan jangan taruh hakikat sebagai dasar menghilangkan syariat.

Fiqih yang kaku, bisa jadi semacam penyeragaman pikiran tentang suatu hukum yang menjadi perdebatan ( khilafiyah ) padahal Umat Islam sudah memiliki madzab-mazdab yang berbeda seharusnya bisa menjawab perbedaan sebab perbedaan adalah rahmat. 

Demikian juga pandangan dari madzab pun harus dijadikan bahan bukan acuan sebab setiap zaman tentu akan menghadapi problem-problem yang berbeda. Dan disini proses ijtihad dibutuhkan, tentu harus dengan klasifikasi kebenaran, kebaikan dan keindahan. Inilah yang seharusnya menjadi tuan rumah dalam cara pandang kita yakni harus bernilai kebenaran, kebaikan dan juga keindahan.

Hidup adalah absurd, dan manusialah yang memaknainya maka maknailah hidup sesuai keinginanmu dengan bersandar pada tujuan yang haqiqi. Agama Islam itu Rumah sedangkan kontruksinya yakni pemaknaannya memunculkan madzab-madzab dan organisasi, kita harus memahami dimana itu Organisasi, dimana itu madzab dan dimana itu Islam. Jangan mau disetir oleh taklid buta sehingga merasa paling benar dan menjadikan bangga diri dan sombong.

Hidup adalah menjadi manusia ruang yang mampu menampung masalah-masalah untuk diselesaikan. Hidup adalah tentang cara memaknainya, tentang apa yang akan kita isi dalam hidup kita.

Kita sering mendengar dalam pujian saat menjelang adzan yaitu "rugi dunia ora dadi opo-opo, rugi bakal ciloko". Pandangan ini terlihat benar namun jika merujuk hadits bahwa "hiduplah untuk duniamu seolah-olah kamu hidup selamanya, hiduplah untuk akhiratmu seolah engkau mati esok hari" maka tidak sinkron. Seharusnya rugi dunia dadi opo-opo, rugi akhirat lewih dadi opo-opo. Artinya ada cara pandang kuat untuk menang di dunia dan menang di akherat walau memang menang yang sejati adalah kemenangan di akherat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun