Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat untuk Andini, Cerita Masa Kecil

17 Januari 2018   13:25 Diperbarui: 17 Januari 2018   13:47 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat siang, Andini. Panas terik matahari mulai menyongsong perlahan-lahan. Awan terbelah oleh cahaya sang surya yang megah. Banjir air yang menggenang disekitaran rumahku juga mulai surut. Agak lucu juga, Andini. Saat banjir kemarin, hampir saja rumahku terendam air dan sambil mengisi kekosongan hatiku, aku memancing saja, Andini. Memancing di depan rumah, bayangkan saja Andini. Aku memancing di depan rumah, dan uniknya juga banyak ikannya. Banjir ternyata juga tidak membawa bencana, ia juga membawa ikan datang ke dapurku.

Oh iya! Aku jadi ingat saat kita pernah memancing dulu sekali saat sekolah dasar. Ada lomba memancing ikan di kolam belakang sekolah. Mudah-mudahan kamu masih mengingatnya, Andini. Kamu lupa, tidak membawa pancing. Aku dengan sok-sokangitu dengan cepat mematahkan tongkat pancingku menjadi dua. Jadi kecil sih tapi daripada kamu bingung kayak orang linglung, aku bagi dua saja denganmu. Kamu jadi bisa mancing kan, Andini? Namun sayangnya kita tidak menang, hanya dapat lima ikan saja. Justru yang menang malah Pak Guru dengan lima belas ikan. Agak pengin ketawa juga, Bapak Guru kan ompong ya. Kalau ketawa sepertinya bikin geli saja, kan ya? Heuheuheuehu.

Surat kali ini aku ingin bercerita saat kita kecil dulu saja ya. Kalau waktu malam tiba, aku sering me-request lagu yang aku persembahkan untukmu. Dari lagunya Dewa 19, Sheila on 7, Peterpan, Ada Band dan lain sebagainya. Pokoknya yang lagi hits saat itu, aku sampaikan kepadamu melalui angina-angin dan mudah-mudahan sampai di rumahmu lewat radiomu. Mungkin hal ini akan menjadi salah satu kerinduan kecil kita, menunggu lagu diputar di radio dan kirim-kirim salam, noraknya adalah senang banget saat namanya dibacakan oleh DJ. Jujur, aku sangat merindukan hal itu, Andini. Sekarang zamannya internet dan aku masih mengirim surat kepadamu, Andini. Tahukah kamu mengapa aku malah bikin surat tidak telepon atau sms saja? Sebab yang paling indah dari kata-kata kita berdua adalah saat menanti datangnya surat. Ada debar-debar dalam dada yang bergejolak membakar semangat untuk menunggu hal itu, walau entah kapan akan dibaca dan dibalas.

Dan yang paling berkesan buatku adalah saat kita bersama teman-teman bermain petak umpet malam hari. Dulu, anak-anak pemberani bahkan main pun sampai larut malam. Ada kejadian salah satu teman kita, malah bersembunyinya sangat jauh. Kamu yang berjaga menyusuri jalan-jalan di keremangan malam. Kamu dikerjain oleh teman kita itu, ia memakai mukena. Jelas menakutkan banget jadi kaya pocong. Kamu menangis ketakutan. Akupun marah sebab hal ini tidak sesuai dengan fikiranku. Kan tujuan main supaya senang, ini malah membikin sedih. Aku tendang dan pukul teman kita itu. Aku berkelahi dengannya sampai orang-orang tua kita datang meleraiku. Itulah saat pertama kali, aku melihat senyuman manismu. Kamu senang melihatku membelamu. Mungkin cinta monyet ya, Heuheuheuheu.

Menjelang sore hari, ternyata hujan kembali, Andini. Luapan air yang sudah menggenang mengelilingi rumahku mirip seperti pulau ditengah-tengah samudera. Karena suatu hal aku harus menjemput ibumu Andini. Pasti kamu tidak mengetahuinya ya, diam-diam dari belakang rumahmu. Ibumu dan ayahmu sepakat minta tolong kepadaku. Padahal siang tadi aku berada di belakang rumahmu. Aku melihat kamu sedang duduk membaca AlQur'an. Suara merdumu. Lantunan ayat-ayat AlQur'an membumbung memenuhi seisi rumah. Meskipun suaramu kalah dengan keramaian lalulintas kendaraan tetapi jika diresapi dalam-dalam suaramulah yang bak intan permata. Ia bagai oase di tanah yang gersang. Sumber mata air di tengah padang kerinduan di dalam sanubariku.

Ibumu minta tolong membelikan tiket ke Yogyakarta karena ada keperluan menjemput kakakmu yang hendak pulang ke rumah. Kakakmu kerja di Hongkong,kan? Kakakmu balik sekarang Andini. Hanya ingin menghadiri pertemuan dengan seseorang. Kata ibumu, kakakmu dipinang orang ya Andini. Aku pun mengantarkan ibumu ke stasiun kereta.

Aku agak gak enakan Andini. Dua kali motor vespaku melewati kubangan air yang membanjiri jalan dan dua-duanya mogok. Aku sampai harus membongkar motor vespaku. Alhamdulillah lancar saja Andini. Ibumu juga agak gak enakan, maaf merepotkan katanya. Aku pun menjawab beliau, Ndak apa-apa bu, Namanya juga lagi berjuang bu. Beliau malah senyum-senyum dipikirnya kita sudah jadian Andini.
Ada hadiah lho buatmu, sudah dibuka belum, Andini. Aku memberikanmu bunga mawar dan jilbab hijau muda. Aku kira itu sangat pas untukmu Andini. Ibumu, aku kasih jilbab juga malah tidak mau, jadi aku hanya membelikan satu jilbab saja. Spesial untukmu, Andini. Hanya untukmu. Maka pakailah disaat kamu sedang beribadah kepada Tuhanmu dan juga pakailah sebagai aktifitas harianmu. Di hari ini, aku berdo'a kepada Tuhan. Mudah-mudahan ibuku dan ibumu menjadi besan. Aamiin.

Salam dari kekasihmu, (Namamu yang membaca cerita ini)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun