Jika yang halal saja dapat dicegahnya, maka outputnya adalah menguatnya benteng untuk menghalau sesuatu yang haram masuk ke perut dan yang bertemu dengan kemaluannya.
Puasa ramadan juga mendidik mulut untuk menahan diri dari hal yang dapat membatalkan puasa dan mengurangi pahala puasa.
Mulut tidak mengeluarkan kalimat dusta, ujaran kebencian, untaian kalimat gibah, porno dan memasukan makananan, minuman dan juga rokok.
Seorang ahli udut, perokok, yang biasa menghisap barang "haram" atau "makruh" tersebut pada pagi hari, di bulan ramadan mulutnya jadi menghisap dan mengeluarkan udara bersih ketika bertadarus. Atau minimal mulutnya tidak bertemu barang perusak kesehatan itu.
Pada siang harinya pun demikian. Hingga magrib seorang perokok mampu menjauhkan mulutnya dari rokok. Berarti12 jam lebih diri dan lingkungannya dijauhinya dari barang yang dilabeli "dapat membunuhmu" itu.
Maka seharusnya di luar bulan ramadan pun ia dapat berbuat seperti itu, 12 jam tidak merokok. Atau dapat juga menjadikannya sebagai moment melatih diri untuk move on meninggalkan rokok.
Persoalannya hanyalah mau atau tidak untuk bersungguh-sungguh menjadikan ramadan sebagai bulan edukasi,inspirasi dan motivasi untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.
Yang perokok, bisa berubah menjadi tidak merokok. Orang yang suka marah, gibah, berkata kotor, bisa menjadi baik lisannya. Pemilik mata yang liar, suka melihat yang  bukan haknya (Aurat orang lain), bisa terjaga matanya. Asal, ia sungguh-sungguh mengedukasi dirinya selama dan setelah puasa ramadan. Dan ada keinginan kuat untuk berubah.
Puasa selama satu bulan bukanlah perkara mudah, karenanya sangat rugi jika setelahnya tidak ada satupun kebaikan yang melekat pada diri, yang membawa perubahan diri menjadi lebih baik.
Kebiasaan membaca Alqur'an selama puasa ramadan, hendaknya juga menjadi kebiasaan pada bulan-bulan lainnya.
Kebiasaan bersedekah di bulan suci itu, seharusnya juga menjadi kegiatan yang biasa dilakukan pada sebelas bulan lainnya.