Mohon tunggu...
aad hakim
aad hakim Mohon Tunggu... Ilmuwan - Enterpreneur

Tua itu pasti Dewasa itu pilihan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rokok dan Ideologi Kapitalis

23 Desember 2019   08:29 Diperbarui: 23 Desember 2019   08:34 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mulai dari menakar seberapa banyak tembakau yang akan digunakan, mengambil selembar atau dua lembar paper, lalu menggulungnya dengan penuh sahaja.

Kalian yang belum tahu seberapa besar perjuangan untuk bisa menghasilkan sebatang rokok untuk bisa dihisap dengan cara melinting tolong jangan rendah-rendahkan kami yang berkerja keras untuk itu.

Kalian tinggal buka bungkus kemasan, cari korek, habis itu hufff. Bukan mau mengatakan merokok dengan yang instan membunuh jiwa perjuanganmu, tapi telalu lama dimanjakan dengan yang instan-instan bisa membuat mentalmu lemah, bukan?

Bagi saya, merokok pun butuh filosofi. Biar bernilai dan biar kelihatan idealis walau sekedar biar terlihat keren saja. Selain itu, macam rokok apa yang dinikmati juga perlu filosofi. Ketahuailah saudara, rokok instan itu adalah rokok kapitalis (menurut saya).

Kalian mengerti sistem kapitalisme? Itu lho yang intinya hanya menguntungkan satu orang saja. Ya, hanya memberi keuntungan besar bagi para pemilik modal. Sebut saja bos, donatur, atau pemilik saham suatu perusahaan.

Di balik sebatang rokok instan, ada perputaran roda bisnis yang kong kali kong. Mulai dari petani, pengepul, para karyawan pabriknya, hingga bos dan jatuh ke tangan para pembeli. Di balik perputaran itu, siapa yang paling diuntungkan? Petanikah? Para pekerja pabrikkah? Saya rasa tidak.

Mereka hanyalah roda penggerak sistem kapitalisme perdagangan dan pada intinya, semua perputaran barang dagang itu akan kembali pada pemilik modal dan mesin produksi. Dalam hal ini, siapa lagi kalau bukan pemilik perusahaannya.

Orang-orang kecil mentok hanya bisa menggantungkan hidup pada pekerjaannya sebagai karyawan pabrik yang hidup dengan gaji serta kebutuhan yang pas-pasan. Para petani, kebingungan harus bagaimana memutar hasil taninya kalau bukan dijual ke pabrik. Sehingga kehidupan mereka terbatas hanya menanam setelah itu menjual, tak sempat memikirkan inovasi

Bila terus menerus begini, bagaimana kita mau mengembangkan usaha ekonomi menengah? Birokrasi perdagangan yang berputar-putar tak terlawankan. Hanya menguntungkan segelintir pihak saja. Yang kaya makin kaya, yang miskin tetap biasa saja.

Bayangkan, dalam satu batang rokok instan itu, ada sekelumit sistem yang, aduh, perbudakan yang tersistematis dan begitu halus terstruktur. Tidak bekerja pada pabrik? Mau dapat dari mana penghasilan? Maka terpaksalah masyarakat bekerja untuk pabrik.

Selain itu, jenis yang instan diproduksi oleh mesin-mesin canggih. Ya, ciri-ciri produksi yang kapitalis banget lah. Oleh karena itu, di balik semua alasan itu, saya katakan bahwa rokok lintingan adalah rokok perjuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun