Dalam dunia kerja apapun ceritanya selalu diwarnai dengan bumbu-bumbu ibarat masakan sehari-hari, mulai dari perdebatan, perselisihan, cari perhatian sendiri, haus validasi hingga menggangap teman kita sebagai musuh yang harus segera dibasmi dari satu tempat kerja.
Belum lagi berhadapan dengan karakter sang bos yang terkadang kita hanya bisa pasrah menerima keaadan, meski disisi lain ada diluar nurul dan sulit dimengerti, namun kita juga sebagai karyawan harus tetap bisa profesional agar pekerjaan utama bisa selesai dengan baik, tanpa ada drama berkelanjutan yang akan hanya buang-buang waktu maupun energi kita.
Dari sepenggal cerita saya ini, dalam beberapa hari ini di outlet atau toko saya bekerja memang sedang dipenuhi oleh kesibukan yang luar biasa, bahkan kami semua bekerja hingga larut malam. Salah satunya adalah perbaikan pada dinding tembok yang sudah mulai rapuh, sehingga kami mau tidak mau harus membersihkan dan membereskan semua, agar si tukang nantinya bisa bekerja.
Maka tak heran, saya pun sampai rumah yaitu sekitar jam 2 dinihari WIB yang dimana anggota keluarga saya juga semuanya sudah tertidur lelap dan keadaan sunyi sepi senyap yang membuat suasana menjadi sedikit merinding. Dan saat itu tak pikir panjang, saya pun langsung istirahat, karena keesokan paginya saya masih harus bekerja lagi.
Selain itu masalah lainnya adalah beberapa orderan yang begitu ramai hampir dalam waktu yang bersamaan, bahkan saya dan teman-teman hampir tidak punya waktu istirahat. Sebenarnya itu yang dapat merusak konsentrasi maupun fokus kita, tapi disisi lain kita juga harus tetap bisa profesional, dan semata-mata demi memberikan kepuasan baik kepada sang bos maupun customer kita.
Beberapa faktor lainnya adalah, keributan maupun perdebatan anatara teman-teman dan saya sendiri, dan dinilai dari bahasa, sikap maupun tata krama, terkadang sering menggunakan kata-kata kasar dan bahkan tidak pantas untuk diucapkan, apalagi dengan orang yang lebih tua. Tentu saja saat itu saya yang sudah hilang kesabaran, tiba-tiba langsung marah dengan suara lantang.
Namun pertikaian ini bukannya mereda, justru semakin hari semakin memuncak. Dan sudah seperti kehilangan akal sehat, yang dimana benar bisa menjadi salah, maupun sebaliknya. Hal ini sebetulnya tidak boleh berlarut begitu saja. Dan sayangnya, sang bos terkadang bersikap tidak adil, dan lebih berpihak kepada seseorang.
Citra, reputasi, harga diri mungkin bisa saja bagus, ditambah dengan dukungan maupun etos kerja yang unggul dan bagus membuat dirinya terlihat semakin diatas angin. Namun jika ditilik lebih dalam, tentu semuanya punya pertimbangan sendiri dan sudah seharusnya sang bos bisa bersikap netral dan lebih adil.
Kemudian timbul masalah lain, yakni jadwal piket yang sudah tersusun. Namun sayangnya pernyataan sang bos sendiri membuat saya menjadi berpikir dua, tiga bahkan sampai lima kali untuk menterjemahkan maupun evaluasi bagi saya maupun teman-teman. Dalam pernyataan yang masih dalam ingatan saya yang mengatakan "Pokoknya saya tidak terima alasan apapun, dan itu harus tetap dijalani sebagaimana mestinya".
Dan saya disini mencoba untuk tetap berpikir tenang dan jernih, karena sudah seharusnya sang bos bisa membaca dan melihat situasi langsung terlebih dahulu, karena kondisi tempat toko atau outlet saya bekerja selalu berbeda dan sulit ditebak. Apalagi teman-teman termasuk saya sendiri, bukan karena tidak mau mengerjakan atau belum melakukan, akan tetapi karena memang masih mengerjakan tugas utama.
Belum lagi pada jam-jam tertentu yang saya maupun teman-teman tidak bisa hindari bahkan menolak, sehingga disini juga sang bos bisa kembali membaca maupun melihat situasi agar tidak selalu salah paham dengan kita sebagai karyawan. Selain itu dari diri kita juga punya kelebihan maupun kekurangan masing-masing, namun sayangnya lagi-lagi sang bos sendiri seperti tidak mau tahu.
Saya sendiri terkadang menjadi pusing dan lelah sendiri, hingga pada akhirnya membuat mental yang awalnya kuat karena semangat kerja yang baik, perlahan mulai goyah karena mental dan keadaan yang sudah mulai lelah dengan semuanya. Bahkan yang lebih miris lagi, salah satu teman yang juga dipercaya sebagai supervisor justru lebih sering menyudutkan satu pihak dibanding dengan pembelaan dan tanpa diiringi dengan landasan yang jelas membuat saya juga teman-teman sebagi pihak yang dianggap tidak sepaham.
Dari sudut pandang yang lain, sang bos maupun supervisor kita sendiri terkadang tidak bisa monitoring bagaimana kerja kita misalnya, bagaimana hari ini, apa yang kamu sedang kerjakan dan lain sebagainya. Hal ini mungkin terlihat sederhana dan simpel, namun faedahnya begitu terasa jelas, yakni melihat bagaimana kita bekerja. Meskipun terkadang melihat dari pantauan CCTV, namun dengan memonitoring langsung juga bisa membuat antara sang bos dan kita sebagai karyawan bisa tetap jalin komunikasi dengan baik dan lancar pastinya.
Padahal dari sekian tempat kerja maupun pengalaman yang saya sudah dapatkan dan merasakan bagaimana kerasnya dunia kerja, ini adalah titik yang saya anggap sebagai puncak kegilaan. Hal ini beralasan, dari lingkungan yang awalnya terkesan baik dan nyaman dengan dukungan teman teman yang baik dan supel, namun sayangnya itu semua menyimpan titik kelam yang mungkin jika balik lagi jadi anak baru yang masih training, pasti akan berpikir dua kali untuk melanjutkan.
Padahal sudah seharusnya, dari lingkungan, maupun teman-teman termasuk sang bos sendiri bisa menghadirkan juga memberikan kenyamanan yang akhirnya membuat kita semakin betah dan tidak salah atau bahkan menyesal di kemudian hari, karena salah memilih tempat kerja. Namun pada akhirnya itu semua kembali pada diri masing-masing, dari saya sendiri yang hingga saat ini tetap berjuang karena keadaan, juga daya semangat juang yang akan saya terus pertahankan.
Apalagi saya sendiri sudah hampir satu tahun dan ini memasuki bulan ke sebelas saya bekerja di toko ini, suka duka dan semua hiruk pikuk sudah menjadi bumbu yang sehari-hari sudah saya dapatkan, meski demikian, dari sisi yang lain saya tetap bersyukur karena masih bisa bekerja, tentunya dengan perjuangan maupun keteguhan hati yang ikhlas.
Apapun yang terjadi saya sendiri berusaha untuk tetap semangat dan akan ada masanya hari yang indah itu datang, jadi tetap optimis walaupun isi dompet muali menipis. Demikian sepenggal cerita saya ini, saya Irfan Maulana, terima kasih dan salam hangat selalu untuk kita semua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI