Mohon tunggu...
A Nidha Eka Restuti Munawir
A Nidha Eka Restuti Munawir Mohon Tunggu... STAI ALGAZALI BULUKUMBA

Akademisi & Mahasiswa Program Doktor PAUD Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gizi Gratis di Sekolah : Sudahkah Program MBG Menjawab Kebutuhan Generasi Alfa

14 Oktober 2025   13:32 Diperbarui: 14 Oktober 2025   13:32 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Implikasi Terhadap Tumbuh Kembang Anak

Asupan makanan yang bergizi memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek tumbuh kembang anak. Melalui Program Makanan Bergizi Gratis (MBG)  memiliki peran fundamental sebagai investasi holistik dalam perkembangan anak, yang jauh melampaui sekadar mengisi perut. Gizi yang cukup dan seimbang adalah fondasi utama bagi pertumbuhan fisik yang optimal hal ini berpengaruh pada perkembangan tulang dan otot yang kuat serta sistem kekebalan tubuh yang tangguh.

Menurut WHO Gizi yang cukup dan seimbang merupakan fondasi utama bagi pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, bahkan jauh melampaui kepentingan perkembangan fisik semata. Nutrisi yang optimal pada usia dini secara langsung mendukung pertumbuhan tulang dan otot yang kuat serta berkontribusi signifikan pada sistem kekebalan tubuh yang lebih tangguh, membuat anak-anak lebih kebal terhadap berbagai penyakit infeksi. Pentingnya gizi ini meluas hingga kesehatan jangka panjang, di mana gizi yang baik berhubungan dengan risiko yang lebih rendah terhadap penyakit tidak menular (PTM) di kemudian hari, sekaligus meningkatkan kemampuan belajar anak, yang pada akhirnya akan menghasilkan masyarakat yang lebih produktif dan memiliki harapan hidup lebih lama. Selain itu, asupan nutrisi yang baik merupakan bahan bakar krusial bagi otak, secara langsung meningkatkan kemampuan kognitif seperti daya ingat, fokus, dan kecepatan belajar, yang berdampak positif pada peningkatan prestasi akademik. Lebih dari itu, kecukupan gizi juga menjamin kesejahteraan sosial dan emosional anak; anak yang terpenuhi gizinya cenderung lebih berenergi, ceria, dan mampu berinteraksi secara percaya diri dengan lingkungannya, sementara kekurangan gizi justru dapat memicu rasa lelah, cemas, dan rendah diri. Dengan demikian, pemberian gizi yang tepat adalah kunci untuk membentuk generasi penerus yang tidak hanya cerdas dan sehat secara fisik, tetapi juga matang secara emosional.

Tantangan dan Kendala dalam Implementasi Kebijakan

Meski program MBG menjanjikan dampak positif bagi tumbuh kembang anak, implementasinya menghadapi beberapa tantangan yang perlu diatasi:

  1. Kualitas dan Keberagaman Menu Salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan program MBG ini terkait kualitas dan keberagaman makanan yang disediakan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa menu makanan yang diberikan di sekolah terkadang tidak memenuhi standar gizi yang diperlukan. Di beberapa daerah, makanan yang disediakan tidak bervariasi dan kurang bergizi, yang berpotensi mengurangi manfaat dari kebijakan ini (INDEF, 2025).
  2. Masalah Distribusi  Akses dan Waktu; kita tahu jika tidak semua daerah memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung distribusi makanan yang tepat waktu dan dengan kualitas yang baik. Beberapa daerah terpencil kesulitan dalam memastikan anak-anak mendapatkan makanan bergizi secara konsisten, sementara daerah lainnya mengalami ketimpangan dalam penerimaan  Makanan Bergizi Gratis (MBG) . Selain itu pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ditunjuk pemerintah harus menyiapkan ratusan bahkan ribuan setiap harinya hal ini berpotensi menyebabkan proses penyiapan makanan dilakukan lebih awal sehingga rentang waktu makanan dimasak hingga di distribusikan cukup lama,  ini menjadi polemik yang luar biasa saat ini, karena jika tidak memperhatikan waktu bahkan kebersihan selama proses distribusi rentan menyebabkan makanan terkontaminasi zat-zat ataupun bakteri yang berbahaya yang menyebabkan keracunan ataupun penyakit bagi anak.
  3. Persepsi Masyarakat, dimana Beberapa orang tua mungkin merasa kurang puas dengan makanan yang disediakan oleh sekolah. Selain itu, kebiasaan makan anak yang beragam juga menjadi faktor yang menyulitkan dalam penentuan menu yang sesuai dengan preferensi lokal.

Evaluasi dan Rekomendasi

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, kebijakan pemberian makan gratis di sekolah telah menunjukkan hasil yang positif, diharapkan kedepannya dengan adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG) ini dapat mengurangi angka stunting di beberapa daerah. Namun, program ini masih perlu penyempurnaan dalam beberapa aspek:

  1. Peningkatan Kualitas dan Keberagaman Menu; Pemerintah harus memastikan bahwa menu yang disediakan bergizi dan memenuhi kebutuhan nutrisi anak-anak di setiap daerah. Makanan yang bervariasi dan sesuai dengan budaya lokal juga penting untuk meningkatkan penerimaan anak terhadap makanan yang disediakan, selain itu menu yang disiapkan harus terukur sesuai standar gizi dimasing-masing usia anak dan ini harus dari rekomendasi ahli gizi yang berkompeten. Dimana idealnya, untuk anak di PAUD, makanan harus menyediakan 300-400 kkal dalam sekali makan, dengan kandungan gizi seimbang yang terukur, namun pada penerapanya sangat disayangkan bahwa terdapat beberapa laporan awal yang menunjukkan jika menu yang diberikan di lapangan masih ada yang tidak memenuhi standar gizi yang diperlukan, bahkan kurang bervariasi, sehingga dalam pelaksanaannya Audit Gizi dan Keamanan Pangan wajib dilakukan. Pemerintah harus memastikan  audit sanitasi dan kontrol suhu rantai makanan (food safety and temperature control) yang ketat dilakukan secara berkala pada setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ditunjuk. Hal ini krusial untuk mencegah insiden keracunan makanan yang dapat membalikkan manfaat gizi.
  2. Peningkatan Pengawasan dan Distribusi; Pengawasan yang lebih ketat terhadap proses distribusi makanan perlu dilakukan agar anak-anak di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di daerah terpencil, mendapatkan manfaat yang setara dari program ini. Pemerintah juga perlu melibatkan lebih banyak pihak, seperti organisasi lokal dan tenaga pendidik, dalam proses pemantauan, terutama pada jenjang PAUD, hal ini penting dilakukan Mengingat Anak Usia Dini adalah fase kritis, pengawasan harus diperketat untuk memastikan alokasi dan kualitas makanan yang diterima oleh Anak Usia Dini setara dengan jenjang pendidikan lainnya.
  3. Pendekatan yang Lebih Inklusif;  dimana pada penerapannya kebijakan ini seharusnya melibatkan partisipasi orang tua dan masyarakat dalam merencanakan menu makanan, agar lebih sesuai dengan selera dan kebiasaan makan lokal. Ini akan membantu memastikan bahwa makanan yang diberikan diterima dengan baik oleh anak-anak dan tidak terbuang sia-sia.

Kesimpulan

Kebijakan pemberian makan gratis di sekolah memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesehatan dan mendukung tumbuh kembang anak-anak di Indonesia. Meskipun demikian, tantangan dalam hal kualitas makanan, distribusi akses dan waktu, serta persepsi masyarakat perlu diperbaiki agar program ini bisa lebih efektif. Dengan perbaikan yang terus menerus dan partisipasi aktif dari masyarakat, program ini dapat memberikan dampak positif yang lebih besar, menciptakan generasi yang lebih sehat, cerdas, dan produktif di masa depan.

Penutup

Pemberian makan gratis di sekolah bukan hanya soal memberi makanan, tetapi juga soal memberikan harapan dan peluang bagi anak-anak Indonesia untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Melalui kebijakan ini, kita semua berperan dalam membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi penerus bangsa, maka dari itu pertanyaan besarnya adalah: Apakah kita hanya memberi makan, ataukah kita sedang membangun masa depan dengan kualitas gizi terbaik?". Mari kita tunggu hasil evaluasi dari program ini dan bagaimana program ini benar-benar memberikan pengaruh bagi Pertumbuhan dan perkembangan Anak Usia Dini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun