Mohon tunggu...
Wilda Hikmalia
Wilda Hikmalia Mohon Tunggu... Administrasi -

Usaha, do'a, yakin dan kerja keras. Serta tulus dan ikhlas

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

"Blusukan" Penutup di Ranah Dewa-Dewi (Dieng)

11 September 2014   20:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:59 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_342155" align="aligncenter" width="515" caption="Telaga Pengilon - Dataran Tingi Dieng"]

1410415816423518476
1410415816423518476
[/caption]

Puas berpetualang seharian , tibalah saatnya menjelang malam saya segera rehat dan memanjakan lidah. Dibalut dinginnya yang makin tak tertahankan saya segera menelusuri jalanan sepanjang jalan utama untuk melampiaskan hasrat lidah demi mengenyangkan sang perut. Untuk pecinta kuliner, atau yang ingin memburu / mencicipi makanan khas Dieng seperti mie ongklok jangan khawatir. Sama halnya seperti penginapan yang menjamur di kawasan Dieng, pun juga demikian dengan  warung-warung yang menjajakan makanan di kawasan Dieng. Ini adalah hal mudah yang dapat ditemui oleh para wisatawan. Mulai dari makanan kecil yang kelas biasa sampai dengan menu yang sedikit merogoh kocek sudah banyak ditawarkan oleh warung/restoran disekitaran kawasan wisata Dieng terutama di area jalan raya utama. So, don’t worry bout your belly J

Puncak Sikunir

Digital analog handphone menunjukkan pukul 3 pagi dan berdentang bersahut-sahutan menyuruhku segera bangkit dan menuju kamar mandi. Dua lapis selimutpun tidak dapat kutarik lagi. Tubuh sangat terasa kaku. Gigi-giku ku saling berebutan bersembunyi dibelakang geraham. Aku serasa tidak dapat berbuat apa-apa. Dinginnya sangaaaaat menusuk dan menembus ke sum-sum tulangku paling dalam. Aku dapat merasakan tusukan suhunya mungkin sudah mencapai 0°C. Kenapa tidak? Karena pada musim kemarau seperti ini (Juli-Agustus) adalah puncak dari dinginnya Dieng. Dan aku terjebak dalam kedinginan itu ……………..

Masih belum bisa menggerakkan badan dan masih berpikir ulang tentang pagi ini, tapi tidak menunggu beberapa lama HP ku berdering . Pelan-pelan kujamah dan kulirik dengan saksama .

“ siap-siap Sikunir ya mb” sms Mas Ipin

Akkkh ....... aku berusaha sekuat tenaga untuk melawan kedinginan ini , segera bangkit dari ranjang dan melakukan aksi-aksi kecil untuk mengusir dingin yang sangat menusuk tubuh ini. Ini adalah ide gila yang aku lakukan demi mendapatkan Golden Sunrise Sikunir. Yaa .... Untuk sesuatu yang woow,,, sedikit pengorbanan itu sangat diperlukan. Ku semangati diri ini dengan semangat 45, jauh-jauh menapaki kaki ke sini semuanya harus aku tuntaskan !!!

[caption id="attachment_342158" align="aligncenter" width="515" caption="Landscape jalur Sikunir "]

1410415940709358330
1410415940709358330
[/caption]

[caption id="attachment_342159" align="aligncenter" width="515" caption="Mencapai Puncak Sikunir diperlukan tenaga ekstra dan kehati - hatian "]

1410416119558339848
1410416119558339848
[/caption]

Tepat jam 4.00 am, si roda dua pun siap mengantarkanku menuju puncak dengan ketinggian 2.263 Mdpl – Gunung Sikunir. Kecepatannya makin membelah dingin pagi ini. Sarung tangan dan kaos kaki yang kupakai lumayan sedikit mempan melawan hawa dinginnya Dieng. Ini adalah sunrise pertamaku selama long trip kali ini . Segala upaya dan usaha aku lakukan demi dapat menyaksikannya .

Kendala yang pertama kami hadapi adalah kemacetan menuju titik pemberhentian terakhir kendaraan bermotor. Akhirnya si motor matic ku tinggalkan di desa Sembungan yaitu desa tertinggi di Pulau Jawa. Untuk menuju ke Puncak Sikunir semua hiker pasti akan melewati desa nan rancak ini. Jangan bayangkan Sembungan Village seperti desa yang terbelakang. Tapi masyarakat disini masih sama kehidupan dan modern yang mereka pegang seperti dengan masyarakat desa lainnya di Indonesia . Hanya saja yang membedakan mereka adalah dinginnya yang menyayat tulang.

[caption id="attachment_342160" align="aligncenter" width="515" caption="Telaga Cebong di kaki Sikunir"]

14104162141446525249
14104162141446525249
[/caption]

“Ini memang lagi puncak dingin-dinginnya mb”ucap Mas Ipin setelah mendengar keluhanku dipagi buta ini. Bagi dia dan masyarakat Dieng lainnya ini adalah hal biasa yang rutin setiap tahun mereka hadapi.

“Yaa … kalo ga kuat dingin paling kita ke Wonosobo” lanjut dia menerangkan atas rasa penasaranku dalam hal mensiasati dinginnya Dieng.

Tidak salah lagi, aku pernah menemukan sebuah artikel yang mengatakan kekecewaannya pada salah seorang peserta trip yang memakai jasa EO. Karena salah satu anggota ‘melambaikan tangan ke kamera’ karena tidak tangan dingin. Akhirnya mereka segera dibawa ke Jogjakarta dan mau tidak mau peserta lainnya terlantar karena itinerary trip jadi berantakan. So,,, remember !!! persiapkan stamina dan diri sebaik mungkin jika ingin berkunjung Juli – Agustus .

[caption id="attachment_342161" align="aligncenter" width="515" caption="Puncak Gunung Sindoro melambai ke Sikunir"]

1410416332694843932
1410416332694843932
[/caption]

Sama dengan ketentuan-ketentuan objek wisata sebelumnya di Dieng. Pengunjung diwajibkan terlebih dahulu membayar tiket masuk seharga Rp 5.000,- menjelang memasuki Sembungan Village.

Tips menuju Puncak Sikunir :

- Berangkatlah sepagi mungkin dari penginapan

- Atau bisa nge-camp di sekitaran Telaga Cebong / di Sikunir

-Gunakan sepatu / sandal trekking yang nyaman

-Bawa headlamp/ senter untuk memudahkan penerangan pendakian

-Jacket tebal, sarung tangan, dan kaos kaki

-Minuman yang cukup

-Tenaga dan stamina yang kuat

Mencapai Puncak Sikunir diperlukan tenaga yang ekstra dan kehati-hatian yang tinggi. Mengingat hutan dan jalur pendakian tergolong sedikit extrim dengan tebing sebelah kanan dan jurang sebelah kiri, ditambah lagi cuaca yang masih gelap. Tapi itu semua terbayar dengan pemandangan lampu malam hari desa/kota-kota di bawahnya yang sesekali menyelinap dirimbunnya pohon belantara.

[caption id="attachment_342162" align="aligncenter" width="515" caption="Track pendakian Sikunir"]

14104165111274829454
14104165111274829454
[/caption]

Sesampai di puncak aku segera mencari posisi terbaik untuk menanti datangnya sang matahari pagi. Berharap Golden Sunrise Sikunir yang terkenal itu menyapaku di pagi ini.

5 menit berlalu …………………

10 menit ……………….

20 menit …………………..

30 menit ……………………….

45 menit ………………………

Tanda-tanda kemilau sang surya masih juga belum tampak . Tapi dingin dan hembusan angin kencang makin membuatku merapatkan jacket dan mengepit kedua badan semakin erat. Para sunrise lover pun tampak berharap – harap cemas seperti ku. Bak menunggu peruntungan kami semua dengan tenang menantinya. Tapi apalah daya ,,, cuaca tidak bersahabat sehingga sang mentari tak kunjung jua datang .

Kecewa ????

Ya ……………… bisa dibilang sedikit .

Tapi kemudian nafas lega aku hembuskan, setidaknya aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai titik ini. Kali ini “I was not lucky” . Walaupun demikian, aku tetap berusaha menikmati keindahan di Puncak Sikunir sembari menunggu datangnya siang . Bercengkrama sembari menyeduh kopi sambil menghangatkan badan di api unggun. Semakin siang, Puncak Sikunir makin lengang. Disaat itulah lah aku dapat menikmati keindahan sekitar dan menyaksikan hamparan hijaunya Puncak Sikunir .

Sunrise lewat ………… yang penting panorama pagi dapat kusapa kali ini dari Sikunir.

[caption id="attachment_342163" align="aligncenter" width="515" caption="Hamparan hijaunya Puncak Sikunir "]

14104165961839760978
14104165961839760978
[/caption]

[caption id="attachment_342164" align="aligncenter" width="515" caption="Sindoro .......... Kelak aku akan berada di puncakmu"]

1410416644982634343
1410416644982634343
[/caption]

Bukit Ratapan

Sekitar pukul 07.30aku segera memutuskan turun dari Sikunir. Sebelum kembali bergegas dan berkemas ke penginapan ada satu spot terakhir yang akan aku kunjungi. Yaitu sebuah bukit batu besar untuk melihat keindahan Telaga Warna dan Pengilon dari ketinggian. Sebelum sampai ke bukit batu, pengunjung akan di sambut dengan spanduk bertuliskan “Selamat Datang di Bukit Batu Pandang Ratapan Dieng” dan membayar tiket masuk seharga Rp 10.000,-

Ayeee …… beruntunglah aku pagi ini. Ternyata Bukit Ratapan masih sepi pengunjung. Bebas berekspresi dan kembali merenung diri di bukit-bukit batu yang tampak mencolok tinggi menjangkau langit diangkasa.

This was my last trip at Dieng . Rasa syukur kembali bersemayam dalam diriku, sejauh ini semua berjalan lancar dan sesuai dengan rencana perjalanan yang sudah aku susun sedemikian rupa. Kembali bersemangat dipagi ini, menantang dinginnya Dieng dan bersiap melangkah ke ranah berikutnya.

Bersambung disini

[caption id="attachment_342165" align="aligncenter" width="515" caption="Hamparan asri nan hijau Dieng dari Bukit Ratapan"]

14104167051546859009
14104167051546859009
[/caption]

[caption id="attachment_342166" align="aligncenter" width="515" caption="Bukit Batu Pandang, ciamik dengan background Telaga Warna dan Pengilon"]

1410416760922778404
1410416760922778404
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun