Mohon tunggu...
Rustan Ambo Asse
Rustan Ambo Asse Mohon Tunggu... dentist -

Lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin makassar, sekarang berdomisili Berau Kaltim

Selanjutnya

Tutup

Politik

Makassar 4 November 2016

7 November 2016   19:45 Diperbarui: 7 November 2016   19:56 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Jika kita memandang aksi tersebut non rasialis, maka sudut pandang yang kita gunakan adalah bagaimana melihat realitas gerakan dan orasi-orasi dari orator pada saat aksi , isi tuntutan sudah jelas tangkap Ahok yang telah melakukan penistaan agama dan segera proses secara hukum.

2. Jika kita memandang aksi tersebut aksi rasialis, bisa saja itu dianggap benar karena penyataan Ahok yang mengutip surah Al-Maidah adalah awal dari semuanya. Jika benar Ahok adalah seorang politisi sejati dan memahami pluralisme, mengapa tidak fokus membahas masalah sosial dan problematika di Jakarta dengan pendekatan teori sosial yang dia pahami. Sebagaimana kita memahami umat nasrani, budha, hindu dsb apakah tidak menimbulkan respon dan sentimen yang sama jika isi kitab sucinya dijadikan sebagai jualan politik. Pertanyaanya siapa pula yang pertama mengeluarkan argumentasi rasialis dengan " dibodohi Al-maidah"?

Kawan, jika pada tanggal 4 kemarin, diantara jutaan umat Islam muncul penumpang gelap baik itu politisi ataupun penyusup, maka ketahuilah massa 2 juta manusia adalah jumlah yang sangat banyak. Apakah ilmiah jika seseorang menjustifikasi bahwa 2 juta manusia itu adalah pion politik? Atau mereka adalah naif?

Kawan, 2 juta manusia yang menuntut kepastian hukum tersebut adalah orang-orang yang bisa saja anarkis, dengan gelombang massa yang banyak konflik horisontal skala besar bisa saja terjadi, tapi faktanya secara umum semuanya aman terkendali. Ketahuilah mereka adalah orang-orang yang taat hukum, yang memiliki perasaan cinta damai lebih besar dari yang kita pikirkan.

Kawan...

Jika dua minggu ke depan kekuasaan dengan tangan hukum berusaha mengaburkan fakta dengan argumentasi hukum yang retoris, seperti kasus-kasus sebelumnya. Maka gelombang massa yang lebih besar mungkin saja akan menjadi jawaban.

Sungguh....

pada batas-batas apapun yang ada diantara kita, kita saling mencintai setiap etnis, suku, agama, dan segala keberagaman ke-Indonesiaan yang saling melengkapi. Agar kelak dikemudian hari semua berada pada kondisi setara, tapi seorang pemimpin adalah sosok yang harus memiliki integritas yang utuh, segala perkataan, perbuatan dan bagaimana dia memahami esensi pluralitas dapat tercermin dari caranya berbicara dan bersikap.

***
Hawa panas jalanan aspal kota makassar, dan pekik tuntutan hukum seantero kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta sungguh merupakan gerakan anti anarki. Tapi anarki yang paling berbahaya dalam sejarah adalah anarki yang bercokol dalam benak dan batok kepala para penguasa yang zalim, kekerasan yang mereka suntikkan dengan cara halus melalui berbagai macam regulasi atas nama supremasi hukum, penggusuran atas nama keindahan kota, dan keyakinan beragama pihak lain yang dinista atas nama politik dan kekuasaan.

Kekerasan yang tidak nampak kerap muncul dengan wajah cantik di depan publik, dan pada satu sisi dapat menjadi hegemoni yang memabukkan, citra dengan hiperealitas yang dikemas oleh "oknum media massa". Yang juga kerap tergoda oleh kuasa yang menindas.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun