Mohon tunggu...
Ayu Ningtyas
Ayu Ningtyas Mohon Tunggu... Guru - A life traveller

Adventuring, writing, and celebrating

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Angan Melayang

9 September 2019   21:31 Diperbarui: 9 September 2019   23:36 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: pixabay.com

Waktu berlalu tersapu angin.
Perlahan bayang-bayang masa lalu tenggelam di antara gugusan awan yang berarak pergi.
Perempuan berlari meraup mimpi.
Lelaki menganyam ribuan harapan, mencipta nelangsa.
Kenangan tentang bunga alang-alang di ujung pematang, hilang.
Degup jantung yang riuh menatap ekor matanya, berhenti.
Menggantung khayalan pada bintang-bintang.
 
"Tenanglah. Meski jiwa menjadi keruh olehmu, aku tak 'kan merapuh," katamu.

Musim akan terasa gersang.
Pohon randu meranggas.
Gugur daunnya satu-satu.
"Tak apa," hiburmu.

Ciap anak-anak ayam ramai mencari induknya.
Belalang beterbangan di pucuk-pucuk ilalang.
Angin menerbangkan sayap-sayap unggas dari atap kandang.
Seekor anak kucing mengeong manja dari balik rerimbun kembang lobelia ungu.
"Kemana indukmu?" gumammu.
Bulu abu-abunya kuyup terkena gerimis dan tanah basah kemarin sore.

Tanah basah?

Ah, kau jadi teringat musim kala itu.
Petrikor yang tercium di awal penghujan.
Kuncup melati yang mulai mengembang di ujung pagar.
Tak ada yang lebih syahdu dari cuaca mendung di tengah hari.
Kau berlari mengiringi langkah lain di bawah payung lebar berwarna biru.

Bayangan itu menghantuimu dari waktu ke waktu.
Rindu...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun