Kawan yang suka nonton film kartun mesti tahu tentang film Mr Flinstone. Film yang mengangkat sebuah tema kehidupan sehari-hari yang kekinian namun dengan latar zaman batu, nah yang saya ingat adalah, mobilnya Mr Flinstone ini yang digerakkan oleh kakinya sendiri, ingat? Jangan ketawa, jangan ketawa, heuhueu...
Berkait dengan film Flinstone yang berlatar zaman batu ini, saya mencoba untuk mengenal lebih jauh tentang sejarah zaman batu di nusantara. Karena begitu banyak tinggalan-tinggalannya yang bisa dijadikan sebagai bahan penelitian di negeri kita ini.
Goa di Pegunungan Karst Sulawesi, tepatnya di daerah Maros. Di goa itu terdapat banyak sekali lukisan-lukisan tangan di dinding goa. Bahkan Dr Maxime Aubert, dari Universitas Griffith di Queensland, Australia salah satu di antaranya kemungkinan lukisan sejenis yang paling kuno. Usia lukisan ini adalah 39.900 tahun, dan merupakan lukisan stensil tangan tertua di dunia. Lalu lukisan Goa Prasejarah Teluk Speelman, Papua. Goa Babi, di Kalimantan yang baru mulai diteliti sejak tahun 1995 oleh Balai Arkeologi Banjarmasin dan Pusat Arkeologi Nasional. Di dalamnya ditemukan sisa-sisa aktivitas hunian yang dicirikan oleh benda-benda serpihan batu rijang, pecahan gerabah berhias, dll.
Zaman batu ini di bagi menjadi empat fase. Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum. Apakah Flinstone masuk ke masa Neolitikum ini? Ah entahlah yang pasti tinggalan zaman batu di nusantara ini begitu kaya, banyak dan berserak.
Tapi, kenapa masih banyak situs-situs yang belum di teliti secara intensif? Apakah dana untuk penelitian kurang memadai, apakah untuk merawat sebuah museum tak ada anggarannya? Ataukah karena tinggalan sejarah dan museum-museum kurang menjanjikan? Ataukah perhatian pemerintah yang kurang? Ah sudahlah! Tapi jika kita lihat Museum Sangiran di Jawa Tengah, tepatnya di Sragen, keren sekali kawan.Â
Untuk memenuhi hasrat keingintahuan saya mengenai sejarah dan budaya ini, saya bergabung dengan komunitas Napak Tilas Peninggalan Budaya (NTPB). Komunitas ini tergerak dan bergerak untuk mengenalkan kepada masyarakat luas terkait sejarah dan Budaya khususnya daerah Bogor dan umumnya Jawa Barat.
Mungkin ada baiknya semua kota-kota atau pulau-pulau besar di Indonesia ini mempunyai komunitas seperti ini, misalnya Jogja, Semarang, Bandung, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, pokoknya sa'Indonesia lah. Heuhuhe asik sekali ya. Kemudian semua komunitas ini mengadakan pertemuan setahun sekali, membahas hasil kegiatannya masing-masing. tapi difasilitasi dan didukung oleh negara. Wah keren sekali ide ini jika terlaksana.
Tapi beda kawan, ketika kita mendapatkan informasi dari google dengan informasi yang kita dapatkan dari penuturan langsung dari ahlinya. Ketika kita dapati informasi dari google, itu rasanya kering, tidak berjiwa. Namun jika kita mendapati suatu informasi itu dengan berinteraksi langsung, kita bisa merasakan auranya. Informasi itu berasa basah dan mengendap di dalam pikiran kita.
Untuk itu, menurut saya, informasi yang kita dapati, sejatinya atau sebaiknya juga dibarengi dengan kunjungan, atau bahkan berinteraksi dengan masyarakat sekitar dan lebih sempurna lagi jika kita mengikuti kegiatan-kegiatan apapun yang dilakukan oleh sebuah komunitas yang kita sukai. Jika perlu kita sendiri yang melakukannya, baik itu riset ataupun wawancara langsung dengan orang yang mengetahui secara jelas keilmuawan dan kredibilitasnya.
Siaaaaaaaap. Brangkaaaaaaaaaat
Setelah medengarkan pencerahan itu, saya melamun jauh dan anganku menembus batas nirwana dan sekat benua. Inggris, ya, Stonehenge. Sebuah situs purbakala yang menakjubkan. Coba kita perhatikan, batu itu juga seperti Batu Tumpang. Bahwa ada yang menahan batuan di atasnya. Perkiraan para arkeolog mengatakan bahwa Stonehenge ini dibuat pada tahun 3000-2000 SM.
Nah jika di Situs Batu Tumpang ini, belum ada informasi yang jelas sejak kapan batu itu di buat. Karena di situs ini, belum ada peneltian yang intensif yang dilakukan. Entahlah, apa mungkin kurang sokongan atau dukungan dari pemerintah, #bertanya?
Pertama adalah ketika penaklukan tentara sekutu oleh Jepang, di Bandara Kali Jati Subang. Kekalahan pasukan Belanda oleh Jepang di Kali Jati ini hanya dalam hitungan jam, mungkin Jepang menggunakan sistem penyerangan seperti yang di lakukan di Pearl Harbour.
Kedua di Biak, Papua. Ini adalah prasasti/monumen Perang Dunia ke II. Dan ketiga ya di sini, sekitar Museum Pasir Angin, dekat Sungai Cianteun. Konon sejarah prasasti ini dibangun oleh veteran tentara Jepang untuk menghormati teman-teman prajurit Jepang yang diberondong senjata oleh tentara sekutu. Banyak prajurit-prajurit Jepang yang tewas di sungai ini, dan tidak terbawa ke negaranya. Hilang terbawa arus sungai.
Tahukah kawan, bahwa filosofi dari bunga Teratai menurut kepercayaan Buddha adalah melambangkan kesucian, bahwa akarnya yang kuat mencari makan di dalam lumpur yang kotor, sang akar berjuang dengan keras, agar bisa menghasilkan bunga nan indah, putih dan tak bernoda, bahkan lumpur sekalipun tak bisa menempel ke bunganya. Bahkan mampu memberikan keindahan kepada lingkungannya. Walau dalamnya lumpur dan kotor. Disini sekali lagi kita diajarkan bahwa untuk mendaparkan sesuatu yang indah, diperlukan sebuah perjuangan yang mahadahsyat.Â
Ini menunjukkan sebagai pemujaan, karena setelah saya google di internet di situs ini tidak ditemukan tulang belulang manusia sehingga, di situs ini bisa diartikan sebagai tempat pemujaan. Menhir adalah struktur bangunan dari batu utuh yang langsung diambil dari alam atau telah lebih dulu diubah, kemudian dengan sengaja didirikan oleh manusia. Menhir ditegakan secara tunggal (monolith) atau disusun berkelompok, berjajar, maupun melingkar.
Setelah mendengar cerita itu, perut saya sudah mulai berbunyi, sang penguasa lambung sudah memberi sinyal, bahwa sesuatu harus dimasukkan ke dalamnya. Kita bergegas menuju Museum Pasir Angin. Karena kita akan makan siang bersama sembari bercerita di sana. Makanan sudah siap, mari kita bersantap. Daun-daunan sudah pasti ada, pun dengan sambal, teri dan kacang, serta ayam goreng, tak ketinggalan tahu dan tempe tersaji siap untuk disantap. Selamat makan siang kawan.
Saya berangkat dari depok pukul 05.45. dengan kancil kesayangan sayah, weits jangan salah. Kancil itu sudah beberapa kali sampe Ujung Genteng, walau berasa lama banget....gimana ga lama, mau ngebut aj susah bener, haha.
Susuri jalan Raya Sawangan terus menuju Jalan Raya Parung, pas belok kanan menuju Atang Sanjaya. Lurus terus. Kemudian ada perempatan McD ambil kearah kanan. Lanjut terus ikuti jalan raya.
Nah di tengah jalan, ngga sengaja Boen Koey dan Ayah Nata ada di pinggir jalan, berhentilah saya untuk bareng dan ngga lama kemudian Mang Dok dan dan Teh Fitri datang dan berhenti. Sarapan sebentar di pinggir jalan dan lanjut ke TKP. Susuri jalan raya ini terus Nanti kita akan bertemu plang yang sudah kusam.
Lokasi Museum Pasir Angin. Sekira 40 menit berkendara motor dari perempatan MC D menuju TKP.
Aymara
Catatan: Foto taken by Mang Dokdan dan Aymara