Hm, bagaimana ya saya harus menggambarkannya. Tempatnya sedikit gelap dengan rak dari kayu-kayu usang, terlihat pemandangan pepohonan dari balik kaca lawas. Di luar itu yang paling menarik ya deretan buku-buku Kobam berjejer di rak-rak itu. Bukan bagaimana, saya justru menyukai toko ini. Rasanya berbeda saja dengan toko buku lain yang cenderung terang, putih dan bersih. Rasanya seperti kamu tengah berkunjung ke toko buku di serial Harry Potter atau film-film lawas keren lain.
Di rak melingkar ada buku-buku yang bisa dibaca pengunjung -meski beberapa kali  ke sana saya tak menemukan pengunjung lain selain saya sendiri. Ketika saya tanya apakah boleh dibaca katanya memang boleh tapi rasanya memang sedikit sungkan saja untuk mulai membacanya. Mungkin karena saya sendirian. Tapi bukankah tempat yang seperti ini cocok untuk mereka yang membutuhkan sunyi?Â
Toko Kobam ternyata ada 2. Yang satunya lagi terletak  di Menteng dan dekat dengan stasiun Sudirman. Toko yang ini juga tidak besar hanya saja terlihat lebih modern. Penataannya juga menarik dan terang. Ada gambar Sitor Situmorang bersama Pramodya Ananta Toer  berukuran besar tengah tertawa lebar seolah menyambut setiap pengunjung yang datang.Â
Di toko ini tak ada buku-buku yang bisa dibaca tapi kamu bisa pesan beberapa minuman rempah dan kopi dengan nama dan bungkus bergambar cover buku-buku Kobam. Contohnya saja Kopi Habis Dungu, Kopi Mustikarasa, Kopi Toba Na Sae dan semacamnya. Sementara itu koleksi-koleksinya tentunya sama dengan yang ada di Kobam Depok hanya saja jumlahnya lebih banyak yang di Depok karena memang pusatnya di sana.
Manakah di antara keduanya yang harus dikunjungi itu tergantung di mana kalian berada, kalau di Jakarta ya toko Kobam Menteng, kalau sedang di area Depok ya toko Kobam Depok. Kamu bisa menemukan banyak buku-buku sejarah yang menarik dan mungkin tak banyak tersedia di toko-toko buku pada umumnya di sana.
Berakhir di Patjarmerah Pos Bloc
Dari Kobam Menteng kamu bisa meneruskan perjalanan ke daerah Pos Bloc. Salah satu titik pusat aktivitas anak muda ini rupanya diam-diam menyembunyikan sebuah toko buku indie bernama Patjarmerah.Â
Saya pun baru tahu bahwa toko ini adalah gagasan dari Windy Ariestanty, seorang perempuan yang dulu saya tahu bekerja sebagai salah satu editor di Gagas Media sekaligus seorang penulis. Saya bisa dibilang cukup sering membaca blog-blog beliau dulu.