Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Administrasi - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

2 dari 10 Penduduk Jakarta Butuh Staycation

11 Maret 2020   14:51 Diperbarui: 11 Maret 2020   14:55 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, kota metropolitan dengan sejuta problematika kehidupan. Menurut survey Zipjet tahun 2018, Jakarta masuk ke dalam 20 besar dari 150 kota dengan tingkat stress paling tinggi di dunia. Hal tersebut dilihat dari tingkat kepadatan penduduk, ketersediaan ruang hijau, kepuasan, keamanan, polusi udara, kebisingan dan juga polusi cahaya (kompas.com)

BPS sendiri mencatat tingkat kepadatan di Jakarta mencapai 15.663 jiwa per km persegi. Sangat padat dan sesak tentunya.  Tak ayal jika masyarakat Jakarta kekurangan ruang publik terbuka hijau pula selalu berhadapan dengan kemacetan. Padahal kemacetan adalah salah satu faktor penyebab orang mudah stres sementara di sisi lain mereka tak memiliki sisa ruang untuk terbebas dari itu.

Dalam kondisi semacam itu, wacana tinggal di Jakarta menjadi salah satu hal yang tidak mudah, terlebih bagi saya yang lahir dan besar di kampung. Sehari-hari saya harus berhadapan dengan kemacetan, polusi udara, deru bising suara kendaraan bermotor, dan juga pertengkaran orang-orang yang tak kalah membuat pusing kepala.

Satu hari di Jakarta waktu serasa berputar 2 kali lebih cepat dari normalnya. Tak hanya laju kendaraan, laju pekerjaan juga mengajak meninggalkan mereka yang malas dan enggan bergegas.

Satu-satunya alasan mengapa masih banyak orang bertahan meski tak layak huni adalah karena Jakarta merupakan pusat ekonomi. Hanya bermodal niat dan keluar rumah, orang akan dengan mudah mendapatkan penghasilan. Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan di kampung di mana peluang kerja sangat terbatas.

Psikolog Silvani Dianita MPsi menyebutkan bahwa orang-orang yang tinggal di Jakarta lebih rentan mengalami stres (lifestyle.okezone.com) Hal tersebut dilihat dari banyaknya pasien yang datang padanya untuk berkonsultasi seputar psikis.

Bps.go.id sendiri mencatat, dari kurang lebih 10,5 juta jiwa penduduk Jakarta, sebanyak 1,9jt diantaranya berusia antara 25-34 tahun. Usia di mana orang sedang dalam masa produktif dan memasuki periode pencarian jati diri. Data lain menunjukkan bahwa remaja dengan usia produktif lebih rentan mengalami depresi.

Hal lain yang dihadapi penduduk Jakarta adalah mudah mendapat penghasilan namun sulit menemukan waktu untuk liburan. Kendalanya bisa bermacam-macam bisa jadi sulit mendapat ijin cuti, atau enggan keluar karena tempat wisata terdekat padat pengunjung.

Orang-orang Jakarta kerap membidik Puncak Bogor dan Bandung sebagai tempat pelepas penat, namun apa di kata ke dua tempat tersebut selalu saja penuh dan macet di kala weekend atau holiday. Itulah sebabnya banyak orang lebih memilih menghabiskan liburan di rumah ketimbang pergi keluar dan bermacet-macetan ria.

Konteks liburan sendiri sebetulnya telah mengalami perluasan. Jika dulu artinya adalah pergi ke tempat wisata maka sekarang bisa berarti macam-macam. Salah satu istilah yang belakangan populer adalah staycation. Sesuai arti katanya staycation bisa diartikan sebagai liburan di suatu tempat. Beberapa sumber lain juga mengartikan staycation sebagai liburan di dalam kota atau sekitaran saja.

Tidak melulu harus ke tempat wisata, dengan menginap di hotel untuk berlibur juga bisa dikategorikan sebagai staycation.  Dalam hal ini hotel juga mengalami perluasan fungsi, jika dulu hanya sekadar komponen tambahan ketika liburan maka sekarang justru menjadi tujuan utama berlibur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun