Mohon tunggu...
453Umi waliyatin nahdhiyah
453Umi waliyatin nahdhiyah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa universitas muhammadiyah malang

seorang mahasiswa fakultas hukum universitas muhammadiyah malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Penegak Hukum dalam Menghadapi Ujaran Kata Kotor di Media Sosial pada Era Digital

17 Mei 2024   09:50 Diperbarui: 17 Mei 2024   10:38 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemajuan teknologi informasi dan kemudahan dalam mengungkapkan ide baik secara tertulis maupun lisan saat ini berjalan beriringan.  Namun, dibalik segala kemudahan yang ada dalam teknologi tentunya ada rintangan yang perlu dihadapi oleh pemerintah dan juga lapisan masyarakat. Salah satu rintangan yang dihadapi diantaranya ialah ujaran kalimat kotor yang sering dilayangkan antar individu dalam dunia maya atau media sosial. Ujaran kalimat kotor inilah yang membuat generasi semakin jauh dari nilai-nilai luhur pancasila, padahal pancasila sendiri merupakan landasan dasar negara yang menjadi pedoman. Ujaran kata kotor ini baik di media sosial maupun media cetak otomatis yang bertentangan dengan moral bangsa.

Berdasarkan hasil survei pengguna internet di Indonesia mencapai 221,56 juta orang 2024, yang mana jika dibandingkan dengan periode tahun-tahun sebelumnya menunjukkan peningkatan, dibanding pada tahun 2022-2023 sebelumnya terhitung sekitar 215,63 juta orang , jumlah tersebut meningkat 2,67 % dibanding sebelumya yakni 210,03 juta pengguna, dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia. Maka tingkat penetrasi internet Indonesia di tahun 2024 menyentuh angka 79, 5 %. 

Dengan data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Imternet Imdonesia) yang setiap tahunnya kita dapat melihat tingkat perkembangan teknologi digital melalui internet sangat berpengaruh besar bagi kehidupan masyarakat, yang mana hampir 40% dari pengguna keseluruhan masyarakat Indonesia adalah dari generasi Z. 

Berbagai aplikasi tersedia di Smartphone melalui play store,mulai dari WhatsApp, Facebook, Instagram, Line, Telegram, Youtube serta aplikasi lainnya, hal tersebut jelas mempermudah masyarakat untuk berkomunikasi, berinteraksi secara online baik dalam bentuk tulisan atau pesan elektronik hingga voice note dan video call dibanding zaman dahulu yang masih menggunakan surat dan harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan balasan dan lingkup ruang yang sempit serta terbatas. 

Dengan adanya media sosial menyediakan berbagai kemudahan atau dampak positif dalam berkomunikasi secara daring, cepat,mudah dengan ruang lingkup yang luas, bagi warganet seperti menyediakan informasi dan ilmu pengetahuan, media sosial  juga memiliki dampak negative yang tidak kalah bervariasi yakni sebagai sarana mempermudah dalam memberikan ujaran kebencian, kata-kata yang tidak sopan atau senonoh, berkomentar tidak baik yang bertentangan dengan pedoman nilai pancasila. Hal tersebut dapat dipicu karena adanya perbedaan pendapat, pemikiran baik kelompok atau individu, yang mana kebanyakan dilakukan dari kalangan masyarakat baik remaja hingga dewasa, mereka berlindung melalui kalimat “kemerdekaan menyatakan pendapatnya didepan umum” baik secara lisan maupun tulisan, hingga lupa sudah melampaui hak orang lain yang mana dapat menimbulkan ketidak nyamanan, mengganggu mental psikologis, hingga dapat merusak keutuhan bangsa dan negara, melalui ujaran kebencian, komentar jahat, kata-kata yang tidak senonoh yang mungkin bagi mereka keren dan dapat melampiaskan keinginan mereka.

Seperti contoh kalimat ancaman, kalimat kotor dalam bahasa jawa “Mesoh” menggunakan kalimat-kalimat tidak senonoh seperti organ vital reproduksi laki-laki atau perempuan, hinaan, bullian, dll. Hal tersebut dapat di buktikan dengan bukti komentar buruk yang ada di kolom komentar yang mana kebanyakan membuli dan mencemooh. Hal tesebut masuk pada tindak pidana Hate Speech atau ujaran kebencian yang tidak bisa dianggap remeh.  


Dalam hal ini penegak hukum memiliki peran penting, sebagai orang yang paham dan harus memiliki kesadaran hukum yang kritis, bisa melihat dan membaca  situasi masyarakat dan permasalahan apa yang sekarang terjadi, penegak hukum merupakan wakil rakyat untuk membantu menciptakan dan menegakkan hukum yang adil, norma ini menuntut supaya penegak hukum, dalam penegakannya senantiasa memperlakukan manusia sebagai manusia tetap menuntut kewajiban dan melindungi haknya sebagai manusia, memiliki rasa keadilan menegakkan peraturan. 

Seperti fenomena yang saat ini terjadi dalam masyarakat saat ini yaitu mewajarkan dan merupakan hal yang lumrah atau yang umum dalam melontarkan  ujaran kebencian, kata-kata yang tidak sopan atau tidak senonoh, berkomentar tidak baik di media sosial yang bertentangan dengan pedoman nilai pancasila. Hal tersebut merupakan tindak pidana yang tidak boleh dianggap remeh, perlu adanya kesedaran dan kerjasama antara  pihak penegak hukum dan pihak masyarakat. 

Maka upaya penegakan hukum di indonesia harus di perteges lagi dengan cara-cara seperti Penegak hukum dapat bekerja sama dengan platform media sosial untuk memantau dan mengawasi konten yang dipublikasikan oleh pengguna. Ini termasuk penggunaan teknologi untuk mendeteksi bahasa yang tidak pantas atau menyinggung, serta pelaporan oleh pengguna. Dan juga perlu adanya edukasi publik mengenai etika penggunaan media sosial dan konsekuensi hukum dari penyalahgunaan platform ini. Kampanye kesadaran dapat membantu mencegah penggunaan kata kotor dengan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya berkomunikasi secara sopan dan bertanggung jawab. 

Dengan langkah-langkah ini, penegak hukum berusaha menjaga ketertiban dan kesopanan di ranah digital, melindungi pengguna dari penyalahgunaan, dan menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan kondusif. Dan juga Sanksi yg dapat diterapkan dalam hal inilah adalah bagaimana peran UU ITE No 1 tahun 2016 tentang teknologi dan trasaksi khusunya pada pasal 45B  yang berbunyi “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)” maka peran daripada UU ITE ini diharapkan dapat mengubah kebiasaan era gen z dalam bijak menggunakan media sosial di era digital ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun