Mohon tunggu...
Madin
Madin Mohon Tunggu... Guru

Penyuka bubur kacang hijau, wartawan, penulis, fotografer, peminat travelling dalam rangka menyaksikan kebesaran Allah SWT, Motto : Menulis untuk berbagi. Berucap, bertindak dan berbuat sesuatu yang bisa memberi manfaat kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sensasi Menegangkan Travelling ke Malino

4 September 2013   10:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:23 2937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ingin membuat diri menjadi sosok yang senantiasa mengagungkan ciptaan Allah SWT. Inilah hal yang menjadi motivasiku untuk berwisata ke Malino, Kab. Gowa hari ini.

Aku ingin melihat dari dari dekat deretan perbukitan dan keindahan alam ciptaan Allah SWT. Aku juga ingin mengunjungi kenalan disana. Hitung-hitung sebagai ajang silaturrohim.

Penulis memutuskan untuk berangkat seorang diri ke Malino. Dari Makassar ke Malino. Wuiih. Mengapa tak mengajak teman? Aku sebenarnya telah mengajak 3 orang teman untuk ke Malino. Hanya saja ketiganya tak menunjukkan persetujuan. Ketiganya menolak dengan berbagai alasan. Ada yang ingin mengurus KRS, surat penelitian dan ada pula yang tak memberikan alasan sama sekali. Maka aku memutuskan untuk berangkat seorang diri. Travelling alone. Coba ah.

Aku berangkat dari Makassar menuju dataran tinggi itu pada pukul 08.00. Perkiraanku bahwa aku akan menghabiskan waktu selama 2 jam untuk sampai ke Malino. Jarak yang aku tempuh dari Makassar hingga sampai ke Malino sekitar 77 km.

Jalan yang harus aku lewati untuk sampai ke Malino adalah Jalan Sultan Hasanuddin, Sungguminasa. Lalu, aku berbelok ke kiri melewati Jalan Malino. Ini adalah nama sebuh jalan.

Jalan Malino adalah sebuah jalan yang banyak dilewati oleh truk super besar. Bayangkan saja, bannya ada 10 buah. Tingginya saja  sekitar 1 meter. Ada ratusan bahkan ribuan truk yang pulang pergi melalui jalan ini setiap harinya. Truk monster itu memuat tanah atau material. Aku dapat melihat isi bak mobil dari bagian atasnya.

Di sisi kanan jalan aku melihat Bangunan Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Gedung ini memiliki arsitektur yang modern.

Beberapa saat kemudian aku juga menyaksikan menara pemancar Indosiar. Disampingnya berdiri beberapa menara pemancar lainnya. Sekitar 30 menit meninggalkan Makassar, aku tiba di Bendungan Bili-Bili. Sebuah ‘bak penampungan air raksasa’ yang memberi suplai air kepada warga Makassar dan Gowa. Bendungan Bili-Bili menjadi pengisi Sungai Jeneberang. Sebuah sungai yang membelah Kab. Gowa. Di atas sungai berdiri twin bridge. Sering disebut jembatan kembar.

Di musim kemarau seperti sekarang ini, volume air Bili-Bili berkurang. Saat aku singgah untuk melihat bendungan dari dekat, aku melihat 2 orang security yang sedang berjaga.

Tampak bendungan memiliki air yang tak banyak. Tapi, indah nian pemandangannya. Sungguh tenang airnya. Panoramanya menawarkan ketenangan dipelupuk mata. Anda dapat melihat perbukitan yang melingkar di sekitar bendungan. Ditengah-tengah bendungan air berjuta liter terhampar luas.

Aku tak lama di Bendungan Bili-Bili. Aku hanya menyempatkan diri mengambil gambar. Lalu, aku melanjutkan perjalanan ke tujuanku yang sebenarnya.

[caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="BENDUNGAN BILI-BILI"][/caption]

Didepanku masih banyak truk besar yang turun gunung. Begitupula dari arah belakang sepeda motorku. Adapula truk yang berukuran sedang sesekali aku lihat.

Jalan yang aku lewati adalah jalan beton. Jalan ini memang sengaja dirancang untuk mengantisipasi beratnya volume kendaraan. Tapi dari penglihatanku, sebab beratnya mobil-mobil itu hingga aspal beton tampak tak kuat menahan beban. Ini terbukti dari beberapa ruas jalan yang pecah-pecah. Saya yakin ini karena seringnya jalan ini menggung beban yang berlebihan. Siang dan malam.

Semakin lama aku memacu motor Revo Fit kepunyaanku semakin meninggi jalan yang aku lewati. Truk tronton semakin sedikit jumlahnya. Aku mengemudikan sepeda motor dengan kecepatan 50 sd 60 km/jam. Aku ekstra waspada oleh truk-truk itu.

Sekitar 1 jam 30 menit aku duduk di atas roda dua. Aku tak lagi melihat truk besar. Yang ada hanyalan mobil pribadi. Adapula truk berukulan kecil. Keyakinan saya, mobil pribadi yang lewat adalah milik wisatawan lokal yang memiliki keperluan di Malino.

Semakin ke puncak semakin sejuk udaranya. Kendaraan semakin berkurang. Hanya saja jalannya semakin berkelok. Menantang pastinya. Anda harus waspada. Harus ekstra hati-hati. Di sebelah kanan ada jurang menganga. Banyak pula rumah warga yang ada di kiri dan kanan jalan. Anda tak boleh mengantuk. Jalan hanya bisa dilewati oleh 2 mobil yang perpapasan. Itupun dipisahkan jarak yang sangat sempit.

Semakin ke puncak jalan semakin mulus. Ada beberapa bagian jalan yang baru saja ditambal aspalnya. Aku semakin menikmati perjalanan ini. Tak terasa dua jam duduk di atas motor aku jalani. Aku baru saja memasuki wilayah Malino. Di kanan dan kiriku tampak pohon pinus menyapaku. Tingginya sekitar 20 meter. Mereka menawarkan kesejukan. Fresh. Serasa ingin berteriak menumpahkan kegembiraan.

Aku berhenti pada sebuah tulisan. Malino 1927, Rewako Gowa. Aku memarkir kuda besi Hondaku di sisi kiri jalan. Aku mengabadikan momen disana.

[caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="REWAKO GOWA"][/caption]

Setelah puas berfoto ria, aku melanjutkan perjalanan. Tinggal selangkah lagi aku masuk ke pusat Malino. Tibalah aku di plang yang bertuliskan Malino Kota Bunga. Sekali lagi aku mengambil gambar disana.

[caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="SELAMAT DATANG DI KOTA MALINO"][/caption]

Tak jauh dari plang selamat datang itu, ada stasiun pengisian BBM. Aku mampir kesana. ‘Sepeda motorku telah haus’. Ingin diberi minum. Aku mengisi penuh tangki motor yang menurutku masih gesit naik ke atas gunung ini.

Akhirnya sampai juga di Kota Malino. Alhamdulillah. Syukurlah bisa tiba dengan aman dan selamat. Kota yang menawarkan kesejukan alam. Kota yang menawakan udara yang bersih. Kota yang menawakan panorama perbukitan. Kota yang sering disinggahi oleh pendaki Gunung Bawakaraeng. Kota yang sering dikunjungi oleh wisatawan dari Makassar pada hari sabtu dan minggu atau hari-hari besar lainnya. Kota yang biasa dijadikan sebagai tempat meeting para pengusaha. Namun, melihat kata ‘Kota Malino’ anda lalu menghayal bahwa Malino memili gedung pencakar langit. Tidak.  Malino sebenarnya adalah desa wisata.

Aku menyempatkan diri mengambil gambar salah satu penginapan terkenal di Kota Bunga ini. Letaknya strategis. Bagi pembaca yang ingin berkunjung ke Malino, tak ada salahnya memesan tempat di Hotel Celebes.

Aku lalu naik lagi ke dataran yang lebih tinggi. Semakin lama aku naik, semakin dingin udaranya. Aku singgah di tugu. Disana terpampang ketinggian Malino dari permukaan laut. Jika diukur Malino memiliki ketinggian 1050 m dpl.

[caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="MALINO, 1050 M DPL"][/caption]

Pantas saja udara disini sangat sejuk. Pohon pinus dapat tumbuh dengan subur. Di pusat Kota  Malino anda akan menjumpai Polsek, Masjid Agung dan Pasar. Aku menyempatkan diri untuk singgah di pasar. Kebetulan hari selasa ini adalah hari pasarnya orang Malino. Tampak mobil angkutan berjejer di depan pasar. Pedagang sayur, buah, makanan khas Malino juga banyak. Polisi tampak di pinggir jalan mengawasi laju kendaraan.

Penulis masuk ke dalam pasar. Penulis bertanya ke salah satu pedagang oleh-oleh khas Malino. Kebetulan yang jual adalah seorang gadis. Namanya Yul Devianti. Kok tahu?

[caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="OLEH-OLEH KHAS MALINO"][/caption]

Ini daftar harga berbagai jenis oleh-oleh yang anda jumpai di Malino :

  • Kacang Tumbuk. Untuk 12 bungkus kecil hartanya Rp.10.000. Jika anda membeli 8 bungkus maka anda hanya mengeluarkan uang Rp.5.000.
  • Dodol Ketan Hitam. Untuk sekotak harganya Rp.5.000.
  • Teng-Teng Jahe harganya Rp.5000 sekotak
  • Ubi Jalar Ungu Goreng, seplastik harganya Rp.5.000. Sama harganya dengan ubi jalan biasa.
  • Buah Markisa. Untuk satu kantung putih harganya Rp.20.000
  1. [caption id="" align="aligncenter" width="614" caption="PILIH MANA?"]

[/caption]

  • Sebungkus Bipang harganya Rp.5.000
  • Tenteng bungkus jagung harganya Rp.5.000
  • Dodol  rasa Susu, Strawberi dan Markisa harganya sama, Rp.10.000/200 gr.
  • Gula Merah, 3 buah harganya Rp.25.000
  • Sirup Markisa Botol harganya Rp.40.000/botol
  • Buah Strawberi harganya Rp.10.000 sekotak. Yang ukuran kecil hanya Rp.5.000.

Petualanganku belum selesai. Aku melanjutkan perjalanan ke dataran yang lebih tinggi. Tibalah aku di Kawasan Hutan Pinus.

[caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="HUTAN PINUS MALINO, DAERAH LATIHAN MILITER TNI"][/caption] Saat aku tiba, ada banyak mobil pribadi yang parkir di sisi kiri dan kanan jalan. Tampak juga orang-orang berseragam TNI AD. Apa apa ya? Aku bertanya dalam hati. Untuk menjawab rasa penasaranku, aku bertanya kepada salah seorang bapak yang berada sisi mobil. “Pak, ada acara apa ya?” “Ada ujian tentara.” [caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="TERTARIK KESINI?"][/caption] Oh, begitu. Jadi, di hutan pinus ini sedang berlansung ujian kelulusan TNI AD. Aku lalu mendekat di lokasi ujian. Wuihhh.... Banyak sekali warga yang menonton di sini. Warga tak bisa mendekat. Warga hanya bisa melihat dari jauh ‘proses penembakan’. Sebab ini adalah daerah berbahaya. Ada tali pembatas disana. Disamping warga warga yang menonton ujian, tampak seorang pria berbadan tegap berbaju loreng sedang memegang Handy Talkie (HT). Ia adalah prajurit yang berjaga agar warga tak masuk ke forbidden area. Dor...dor...dor...dor...dum.... Bunyi senjata begitu jelas terdengar di telingaku. Tampak asap hitam mengepul dari kajauhan sana. Berdiri beberapa orang TNI senior. Dihadapan TNI itu ada beberapa senjata. TNI senior itu membidikkan sentaranya ke arah depan mereka. Senjata itu terus menerus ditembakkan tanpa henti. Tak aku sadari ternyata mereka menembak ke arah tentara junior yang sedang dites. Tentara junior ini bertiarap. Mereka bertopi rumput. Mereka merangkak diatas rumput.

[caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="TEMBAKAN MAUT"][/caption]

Menegangkan. Itulah kesan yang timbul. Bayangkan, jika tentara yang sementara diuji nekat berdiri, mereka pasti akan terkena peluru. Mau tak mau mereka harus tetap tiarap hingga sampai ke penembak. Jika mereka tetap konsisten mereka akan tiba dengan selamat.

Untung saja tak ada yang nekat berdiri saat itu. Siapa juga yang nekat? Semua selamat. Lala si tentara junior tadi kembali diperintah untuk memanjat bukit. Perjuangan berat untuk menjadi prajurit sejati.

Setelah puas melihat ujian tentara, aku melanjutkan perjalanan. Aku naik ke atas lagi. Di atas sana ada desa yang bernama Bulubalea. Disanalah tempat wisata yang tak kalah menarik. Ada sebuah tempat wisata terkenal bernama Malino Highland. Sebuah berkebunan teh. Anda pun bisa memetik sayuran semisal kol, wali, wortel, kentang, tomat di kebun milik warga pada musim panen. Namun, sayang sekali saat ini adalah musim tanam.

[caption id="" align="aligncenter" width="553" caption="PERKEBUNAN DI MALINO"][/caption]

Saat aku memacu kendaraan dengan santai tiba-tiba hujan turun. Gerimis. Aku tak mau mengambil resiko kebasahan. Aku singgah ke rumah salah seorang warga. Pintaku, aku ingin berteduh dari hujan.

Rumah ini milik Ibu Sunu. Orangnya ramah. Aku disuguhi teh panas. Ada dua orang anak perempuan yang menemaninya kala itu. Salah seorang darinya adalah anak kandungnya. Yang lain adalah anak tetangga.

Sekitar sejam aku bertamu. Sembali menikmati teh panas ditengah dinginnya udara aku menyampaikan pencerahan kepada Ibu Sunu. Maklum, penulis adalah salah seorang lulusan Pondok Pesantren di Kediri, Jawa Timur. Namanya Ponpes Wali Barokah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Hehe. Bukan sombong loh. Kan, ada hadis yang menyampaikan, ballighuu anni walau aayah. Sampaikanlah dariku Nabi (Muhammad) walaupun satu ayat.

Perjalanan kembali penulis lanjutkan. Waktu menunjukkan sekitar pukul 13.00. Penulis singgah melaksanakan sholat dzuhur. Sesibuk-sibuknya manusia tak boleh lupa yang satu ini. Sholat tetap nomor satu.

Sekitar pukul 15.30 penulis singgah di rumah kenalan. Hingga pada pukul 16.30 penulis bertolak dari Malino ke Makasar. Tetap pukul 18.01 penulis tiba di rumah dengan aman dan lancar. Aku senang bisa berwisata di Malino. Meskipun menjumpai dua hal menegangkan selama perjalanan. Pertama, menegangkan ketika berpapasan dengan truk 10 roda. Kedua, ketika menyaksikan dari dekat ‘penembakan massal’ tentara.

Oh, iya. Benar tidak rekreasi itu ajang refreshing? Dengan rekreasi seseorang yang tadinya penat, pusing atau stres bisa menjadi tenang dan bahagia setelah rekreasi? Penulis beranggapan itu tak benar. Sebab yang bisa membuat hati jadi tenang dan bahagia adalah ingat kepada Allah. Alla bidzikrillaahi tato’mainnal kuluub. Ingatlah dengan ingat kepada Allah hati jadi tenang. Karena itu, niat penulis datang ke Malino adalah agar diri agar selalu ingat kepada sang pencipta. Jika diri selalu ingat kepada Allah maka pasti hati akan tenang.

Malino, Selasa 3 September 2013

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun