Mohon tunggu...
Pudji Prasetiono
Pudji Prasetiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perjalanan serta penjelajahan ruang dan waktu guna mencari ridho Illahi

Budaya, culture sosial dan ciri keberagaman adalah nilai. Alam terbentang dan terhampar elok sebagai anugerah Illahi. Buka mata dengan mata-mata hati. Menulis dengan intuisi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bolehkah Saya Menolak untuk Menjadi Saksi?

22 November 2018   00:05 Diperbarui: 22 November 2018   00:21 3172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kop Surat Dari Kepolisian (Dok. Pribadi)

Pada dasar nya masyarakat lebih banyak menghindar dari segala aspek yang berbau hukum, dari suatu masalah yang menyangkut hukum, disamping karena memang mereka awam akan dunia hukum.

Menghindari hukum dan kebanyakan dari mereka memang takut dengan segala hal yang bisa berurusan dengan masalah hukum. Sehingga sudah dipastikan rata-rata masyarakat Indonesia buta akan aturan-aturan dan ketentuan hukum.

Padahal setiap warga masyarakat harus memahami aspek-aspek hukum dan sadar akan hukum, sehingga tidak menjadi komoditi hukum dan tidak menjadi sebagai pihak yang dirugikan oleh hukum itu sendiri.

Karena pada hakekat nya, kita bernaung dalam sebuah negara kesatuan dengan segala aspek denyut nadi kehidupan yang dijalankan atas dasar hukum dengan berbagai ketentuan yang diatur berdasarkan undang-undang dengan berbagai macam pasal-pasal yang berlaku.

Saya termasuk orang yang awam dengan hukum, tidak mengerti hukum dan berbagai macam aturan hukum, apalagi hafal pasal-pasal yang tertuang dalam KUHP baik itu kitab hukum pidana maupun perdata.Hingga sampai suatu waktu saya mendapat surat panggilan dari pihak Kepolisian, pada 24 Juli 2015 silam.

Mendapat surat panggilan untuk menjadi saksi dikantor Ditreskrimum Polda Jatim Unit Handak dan Senpi, Subdit / TP Kamneg, untuk didengar keterangan nya sebagai saksi dalam perkara dugaan terjadi nya tindak pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP dan atau pasal 372 KUHP.

Cerita ini berawal dari perusahaan dimana tempat saya bekerja sebelum nya memiliki hutang pihutang yang relatif banyak, sehingga tidak terbayar dan mendapatkan gugatan dari berbagai pihak yang tersangkut dalam masalah hutang pihutang tersebut.

Perusahaan yang bergerak dibidang mebel, perusahaan yang terlihat kecil. Karena mungkin perusahaan ini perusahaan perseorangan (UD) yang tidak berbadan hukum dan bukan bersifat PT ataupun CV yang berbadan hukum.

Perusahaan ini kecil namun cukup tenar dan memiliki omset yang bisa dibilang besar. Memiliki pelanggan banyak, hingga keluar kota, bahkan saat itu kita juga banyak memiliki pelanggan dari luar pulau hingga ke Papua.

Kita menyebut perusahan tersebut dengan sebutan toko, karena pada dasarnya juga bukan perusahaan besar. Tidak jarang kita bekerja hingga larut malam dan lembur. Sistim administrasi yang diterapkan masih manual, bahkan saya menganggap nya relatif terbelakang, tidak memiliki sistem akuntansi apalagi neraca rugi laba, jauh dari kata modern.

Pendidikan pegawai  rata-rata juga dibawah standard, maka gaji pun mengikuti, relatif kecil, jauh dibawah UMR (Upah Minimum Regional). Boleh jadi merekapun tidak memahami apa itu gaji UM, berapa besaran nya, berapa patokan nya. Asal bisa mendapat gaji setelah mereka bekerja itu sudah senang .Rata-rata usia mereka juga masih dalam rentang usia yang tergolong belia, dibawah 20 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun