Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

RUBRIK Agama BARU Di Kompasiana

8 Februari 2011   15:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:47 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan memanasnya gejolak dalam negeri yang menyulut kekerasan sampai mengorbankan nyawa sia-sia di republik ini dengan dalih agama, Kompasiana.com pun segera mengambil tindakan dengan mengumumkan kabar terhangatnya yaitu, Berita Admin : Rubrik Agama Dihapus, sebagai judul blognya. Langsung saja para "pecinta" atau pemerhati rubrik agama berbondong-bondong mengeluarkan jurus menanggapinya, dan pro kontra sudah biasa dalam dunia maya ini, kalau dalam dunia nyata sih makin biasa saja kok, biasa berlanjut sampai pengadilan, maksudnya. Itu kalau ada keadilan lho, tapi kalau uang yang bicara, atau massa yang bertindak, polisi pastilah akan sibuk di jalan main "tilang" demi mengejar target setoran. Begitulah kenyataannya yang sering ditutup-tutupi, walau semua sudah mencium baunya. Badrudin Al-jauhari : "Rubrik Agama Di Tutup." Rafael Naftali : "Akhirnya, Hilang Juga Kolom Agama dari Kompasiana. Saya tidak pernah lihat halaman depan, selalu langsung ke Dashboard, Humaniora, dan Agama ." Coretan Rizal : "Rubrik Agama Di Hapus Admin Kompasiana? Mampus!" Ali Mustahib Elyas : "Cegah Kebencian dengan Kebencian?" Aradea Rofixs : "Tentang SARA dan Perdamaian." Erianto Anas : "Menghapus Rubrik Agama? Begini Admin. Kebenaran tak ada di ruang tertutup Kebenaran bak matahari yang tak tertandingi Dia kan selalu bersinar, Walau manusia tak mau melihatnya." Alex Win : "Rubrik Agama ? EGP !" Mody Pinang : "Rubrik Agama Ditutup. Syukur ! Maaf, ini untuk orang pintar saja Agama Oplosan." Amelia Windiani : "Jangan Pernah Bawa Agama Dan Tuhan Di Kompasiana.Untuk Apa Beragama? Karena Saya Tidak Beragama!" Naomi : "Untung Tuhan tidak sama dengan Kompasiana." Rafael Naftali : "Mengapa kalau tidak memuji “agama Anda” telah dianggap menghina?" Rustam Tando : "Nasib pemeluk agama minoritas." Kid Van Dick : "Sampai di Mana Pemahaman Kita?" Setitik noda putih : "Maaf." Mohis : "Kedamaian Semu." Mashari Must Say : "Dari 17 Kolom Kompasiana, Cuma 6 Yang Indonesiawi." Sara Sonia : "Izinkan Aku Mengeluh." Harumi : "Jangan bodoh, nanti aku menindas." Wijaya Kusumah : "Mari Kita Kreatif Dalam Menulis." Ya, setelah membaca datangnya ombak setelah pengumuman ditutupnya rubrik agama di kompasiana, saya jadi menuliskan seperti di atas itu sebagai bagian dari kreatifitas dalam menulis, seperti apa yang sudah dikatakan Om Jay alias Wijaya Kusumah. Banyak orang yang menyangka bila dia dapat menyatakan dengan jelas kesalahan-kesalahan dalam ajaran salah satu agama , maka dengan mudah dia akan mampu mempengaruhi kita untuk memeluk agamanya. Prasangka demikian jelas tidak benar. Masing-masing agama mempunyai Kitab Suci yang bisa dipakai sebagai STANDARD kebenaran. Celakanya, standard kebenaran itu sendiri sering dipelintir oleh oknum yang tidak memahaminya dengan benar, namun hanya membenarkan egonya semata dan mempengaruhi orang lain untuk mengikuti PEMBENARANNYA sendiri. Akibatnya KEBENARAN ALLAH sering ditutupi dengan PEMBENARAN manusia dengan melakukan tindakan yang tidak seperti yang dikehendaki Allah. Allah itu bukan agama, Allah adalah yang memberikan suara hati dan akal. Tanpa bimbingan Allah, mustahil menemukan kebenaran  yang hakiki. Sebab dengan NALAR dan NURANI adalah senjata untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan demikian, benarkah semua agama sama buruknya, karena di dalam semua agama ada sistem yang membuat mereka menjadi sebuah organisasi yang mengikat? Kenyataannya begitu masuk tidak ada lagi jalan keluar. jika keluar sistem agama selalu menyediakan model punishment yang sangat berat baik sangsi sosial yang terjadi sekarang atau di masa yang akan datang. Kalau demikian adanya, apa yang perlu ditonjolkan dalam agama itu? Pada akhirnya, untuk menuju persatuan tak lepas harus melewati suatu pertumbuhan yang berawal dari waktu kita mulai menerima kelemahan diri kita sendiri. Rubrik agama di kompasiana yang dihapus ini apakah sebagai salah satu pertumbuhan untuk menuju persatuan? Daripada repot-repot, kata Gus Dur, padahal memang tidak repot itu ya repot juga, rubrik agama yang digusur barangkali akan diganti rubrik baru yang lebih menarik dan manusiawi yaitu RUBRIK MENCARI JODOH. Siapa tahu ada yang berjodoh, walau pernah berdebat keras dalam rubrik agama? Salam cari jodoh! Ilustrasi : Koleksi PHI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun