Mohon tunggu...
Tante Paku  A.k.a Stefanus Toni
Tante Paku A.k.a Stefanus Toni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Membaca dan menulis hanya ingin tahu kebodohanku sendiri. Karena semakin banyak membaca, akan terlihat betapa masih bodohnya aku ini. Dengan menulis aku bisa sedikit mengurangi beban itu. Salam, i love you full.....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Apa Mereka Tidak Tahu DIA Datang Untuk Semua Manusia?

19 Desember 2010   06:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:36 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.dakwatuna.com/wp-content/uploads/anak-terlantar-afghanistan-250x205.jpg

TOKO-TOKO yang berjajar di sepanjang jalan dr. Rajiman begitu meriah dengan bermacam pohon cemara yang berkelap-kelip. Siti, gadis kecil berusia 10 tahun, memandangnya dengan takjub. Sementara orang lalu-lalang di sekitarnya memandangnya dengan jijik, bahkan ada yang menutup hidungnya, karena tak tahan dengan bau tubuhnya, entah sudah berapa hari tidak mandi.

Mata Siti menatap serombongan perempuan remaja yang sibuk memilih pernak-pernik hiasan untuk pohon natalnya. Heran, kok mereka bersemangat membeli berbagai bentuk yang tidak ia mengerti itu. Mereka seperti tidak sayang membuang uang hanya untuk membeli barang-barang seperti itu. Siti memberanikan diri mencolek pinggang salah satu gadis remaja itu.

"Mbak minta uang, aku belum makan dari pagi," kata Siti dengan wajah sesedih mungkin. Gadis yang dicolek itu terkejut sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya, lalu tangannya membersihkan bajunya bekas tangan Siti tadi.

http://3.bp.blogspot.com/_qnWrdK6HpH4/SSqmqtPUn7I/AAAAAAAAABA/DpSgjRl27Hk/s320/Li2n.jpg
http://3.bp.blogspot.com/_qnWrdK6HpH4/SSqmqtPUn7I/AAAAAAAAABA/DpSgjRl27Hk/s320/Li2n.jpg

Oh, kenapa mereka tidak mau memberiku uang? Padahal aku tahu uang mereka banyak. Berapa harga pohon cemara plastik berikut hiasannya itu mereka beli? Duitnya setumpuk, banyak sekali, huh, dasar pelit! Gerutu Siti dalam hati.

Ia berjalan lagi. Menyusuri trotoar sambil melihat warna-warni lampu yang berkelap-kelip di setiap toko. Ia berhenti sejenak, melihat etalase yang memajang pohon cemara besar dengan berbagi hiasan yang menarik, matanya terbelalak kagum. Tapi ia tak bisa lama menikmati, karena keburu Satpam toko mengusirnya dengan mengacungkan tongkatnya!

Matahari semakin tinggi, Siti masih asyik memandangi isi toko. Bulan ini semua toko meriah dengan hiasan bersuasana natal, juga orang-orang yang belanjapun menarik. Heran, mereka bisa jalan-jalan ke toko ini, bisa membeli baju-baju yang mereka sukai, berbagai roti yang menggiurkan liurnya, sepertinya uang begitu gampang keluar dari kantongnya. Ingat uang, Siti merogoh kantongnya. Astaga, rupanya ia baru mendapatkan uang lima ratus rupiah saja! Siti ingat perutnya belum diisi makanan sejak pagi!

Seorang ibu tua menjadi harapan Siti berikutnya, dengan penuh harap dihampirinya, ia yakin, biasanya ibu tua lebih murah hati. Ia kembali menengadahkan telapak tangannya sambil menghiba bahwa sejak pagi belum makan. Kali ini usahanya berhasil, sekeping lima ratusan diletakkan ke dalam tangannya. Sambil mengucapkan terima kasih, Siti berlalu.

Siti kembali berhenti di depan restoran cepat saji yang cukup terkenal. Di sini juga tampak pohon cemara berhiaskan warna-warni lampu begitu indah terpasang di sudut ruangan. Ia melongok ke tempat sampah di depan toko itu, biasanya di tempat itu banyak remah-remah dan sisa makanan yang dibuang. Dengan penuh harap Siti mengkais-kaiskan jemari kecilnya. Ia meraih sebungkus kertas, dibukanya, ada beberapa sisa nasi dan sedikit tulang yang masih ada sisa dagingnya. Dilahapnya sisa itu dengan rakus. Tapi ia tak bisa menikmatinya dengan leluasa, petugas restoran itu menghardiknya pergi, ia dianggap bisa mengganggu selera makan tamu-tamunya.

Siti kembali berjalan, setelah membuang bungkus sisa nasi tadi. Perutnya tentu masih lapar.  DI kantong uangnya cuma seribu, bagaimana bisa untuk membeli nasi dan minumnya? Ia hanya bisa menelan ludah, ketika melihat seorang anak kecil makan ice cream dengan nikmatnya. Ia hanya berharap anak itu membuang sedikit saja, agar ia bisa merasakan nikmatnya ice cream itu. Ah, sialan, anak itu digandeng ibunya kembali masuk ke toko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun