Perasaan cinta dimiliki oleh setiap orang dengan tidak memandang usia. Ada pun anak-anak juga memiliki perasaan cinta. Cinta yang dimiliki anak bersifat platonik. Berupa cinta murni kepada orang tua dan sebaliknya.
Anak-anak kian hari kian bertumbuh. Saat anak-anak memasuki usia remaja (10-24 tahun) mereka mulai tertarik pada lawan jenis. Di saat itulah cinta romantis mulai dirasakan oleh para remaja. Sebuah hubungan cinta yang tidak hanya dekat secara emosi tapi juga dekat secara fisik.
Kedekatan fisik inilah yang membuat banyak orang tua khawatir akan putra-putrinya bila sudah memasuki usia remaja dan berpacaran.
Kekhawatiran akan terjadinya kehamilan di luar pernikahan dan pintu gerbang perzinaan menjadi momok besar bagi orang tua. Dimana setiap agama melarang bentuk perzinaan
Kekhawatiran tersebut tidak hanya didukung oleh dogma agama yang melarang perzinaan tapi juga didukung dengan budaya negara timur. Budaya negara timur mengharuskan pernikahan sebelum melahirkan keturunan. Pada saat itulah momentum pacaran menjadi buah simalakama.
Bila orang tua berasal dari kalangan agama sayap kiri dan juga tipe orang tua permisif. Dalam arti orang tua yang membebaskan anak. Dalam hal ini membebaskan berpacaran. Kemudian lingkungan pergaulan remaja juga menuntut pacaran sebagai gaya hidup. Hal tersebut mampu mendukung remaja untuk berpacaran.
Pacaran dilakukan oleh remaja karena mereka memang benar-benar ingin, atau karena coba-coba seperti remaja yang memiliki semangat dalam mencoba hal baru atau bahkan karena tuntutan pergaulan.
Kemudian bila orang tua tipe otoriter dan didukung oleh dogma agama maka kemungkinan remaja bisa pacaran akan sedikit, meski tidak menutup fakta bahwa banyak juga remaja yang curi-curi kesempatan berpacaran meski sudah dilarang.
Ada juga orangtua berasal dari kalangan agama sayap kanan dan tipe orangtua demokratis maka anak remaja akan dibolehkan pacaran dengan diberi batasan dan kepercayaan jangan sampai melanggar norma susila dan budaya ketimuran.
Ada pun kondisi remaja dalam memandang pacaran pun bermacam-macam. Jika remaja berasal dari kalangan agama sayap kiri tentu pacaran bukanlah sebuah isu serius yang harus dihindari. Remaja akan berpacaran dan bebas menentukan sejauh mana hubungan mereka.
Bila remaja berasal dari kalangan agama sayap kanan maka ia akan berusaha menjaga dirinya dan melakukan pacaran setelah pernikahan.