Mohon tunggu...
Iwan Budisantoso
Iwan Budisantoso Mohon Tunggu... -

SMU 1999, Universitas Indonesia 2002

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perlindungan Hukum terhadap Penumpang dalam Perjanjian Pengangkutan Udara di Tinjau dari Perspektif Hukum Perdata (Legal Protection)

26 Juli 2010   10:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:35 6014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 13.677 pulau.[1] Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat membutuhkan peran jasa pengangkutan untuk menghubungkan antara pulau yang satu dengan pulau yang lainya.

Dengan jumlah konsumen yang begitu besar, suatu usaha tranportasi atau bisnis transportasi jasa pengangkutan merupakan salah satu usaha yang sangat menggiurkan untuk di dirikan, karena sangat diperlukan oleh pemakai jasa untuk menghubungkan antar pulau di Indonesia agar mempermudah dan mempercepat suatu perjalanan dengan lebih efisien.

Pentingnya jasa Transportasi memperlancar gerak roda perekonomian sudah tidak dapat diragukan lagi, mengingat beberapa keuntungan yang dimilikinya. Diantara sekian banyak usaha, bisnis transportasi penerbangan atau jasa angkutan udara merupakan salah satu hal yang paling menantang. Dimana Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi suatu perusahaan jasa transportasi udara yang ingin menjalankan bisnis tersebut. Beberapa keuntungan yang diberikan oleh jasa angkutan udara antara lain seperti jangkauan yang luas, waktu tempuh yang relatif singkat, tarif yang masih dapat dijangkau oleh masyarakat serta keamanan dan kenyamanan yang diberikan.

Bisnis penerbangan, membutuhkan modal yang sangat besar, teknologi tinggi, dan sumber daya manusia yang harus memenuhi kwalifikasi tertentu, karena dalam bisnis ini faktor keselamatan haruslah dikedepankan. Padahal saat ini bisnis penerbangan di Indonesia sangat ketat lantaran jumlah maskapai penerbangan yang berdiri semakin banyak.

Timbulnya maskapai penerbangan yang sangat banyak di Indonesia berawal dari diratifikasinya World Trade Organization/General Aviation Training & Testing Service (WTO/GATTs)[2] oleh Indonesia, dimana dengan diratifikasinya World Trade Organization/General Aviation Training & Testing Service(WTO/GATTs) tersebut tidak dibenarkan lagi pemerintah Indonesia melakukan monopoli dibidang perusahaan jasa penerbangan,[3] sehingga para pelaku usaha berlomba-lomba untuk mendirikan perusahaan angkutan udara, dimana pada tahun 2007 terdapat sekitar 20 maskapai domestik baik berjadwal maupun tidak berjadwal yang telah berdiri.[4]

Banyaknya perusahaan angkutan udara memicu juga persaingan didalam memperoleh pengguna jasa penerbangan semakin ketat, dan hal tersebut dapat membuat suatu perusahaan penerbangan dapat memberikan penawaran harga tiket yang relatif lebih murah untuk menarik penumpang sebanyak-banyaknya. Namun di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut sering kali mengabaikan kwalitas pelayanan (service), dimana hal tersebut dapat menimbulkan atau bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi dapat menyebabkan berkurangnya kualitas dalam melakukan pemeliharaan (maintenance) pesawat sehingga rawan kecelakaan.

Angkutan udara, sebagai salah satu komponen sistem transportasi nasional, pada hakekatnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyediaan jasa layanan angkutan dalam negeri maupun diluar negeri. Terutama dalam rangka menghubungkan daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan moda angkutan lain secara cepat dan efisien untuk jarak tertentu, dimana jika menggunakan angkutan darat dari Jakarta ke Bali membutuhkan waktu 24 jam ,sedangkan jika menggunakan pesawat udara hanya membutuhkan waktu 1,5 jam.[5] Oleh karena itu, Transportasi udara merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya transportasi udara mempermudah masyarakat dalam menjalankan kegiatannya dalam hal penggunaan atau pengiriman barang.

Kita mengetahui, bahwa pesawat udara merupakan salah satu alat pengangkutan yang mempunyai teknologi paling canggih yang pernah diciptakan manusia. Tetapi alat pengangkutan yang paling canggih teknologinya tersebut tidak selamanya mendatangkan rasa aman dan nyaman serta memuaskan bagi penggunanya karena akibat kesalahan-kesalahan manusia. Salah satu yang sering terjadi adalah banyaknya penundaan penerbangan, pembatalan penerbangan yang dilakukan maskapai penerbangan serta banyaknya terjadi kecelakaan akhir-akhir ini. Penundaan penerbangan dan pembatalan penerbangan biasanya terjadi akibat adanya hal-hal yang diluar kendali manusia seperti cuaca buruk atau rusaknya sistem pesawat. Tetapi seringnya penundaan penerbangan dan pembatalan penerbangan juga dapat diakibatkan oleh kesalahan manusia sendiri atau human error serta diakibatkan oleh keteledoran pihak manajemen.

Terjadinya penundaan dan pembatalan penerbangan dapat merugikan bagi pengguna jasa penerbangan dari segi waktu ataupun biaya. Dimana dalam kenyataanya, akhir-akhir ini banyak perusahaan angkutan udara yang selalu melakukan penundaan dan pembatalan penerbangan padahal mereka selalu berbicara masalah ketepatan waktu atau on time performance dalam penerbangan untuk mempromosikan maskapainya.[6]

Kita ketahui, bahwa terjadinya kecelakaan akhir-akhir ini membuat pengguna jasa penerbangan dapat berpikir dua kali untuk menggunakan jasa penerbangan. Karena, sering terjadinya kecelakaan-kecelakaan tersebut dapat mengakibatkan timbulnya kerugian-kerugian baik materil maupun immaterial terhadap pengguna jasa penerbangan, dan hal tersebut dapat merugikan maskapai dengan sepinya pengguna jasa penerbangan.

Penggunaan radio, radar dan alat-alat pengaman mutahir lainya memang telah dapat mengurangi banyaknya angka kecelakaan pesawat udara pada abad ini, tetapi semuanya itu belumlah cukup meniadakan sama sekali adanya kecelakaan pesawat udara. Karena, Secanggih apapun teknologi tersebut tidak akan menghilangkan resiko kecelakaan pesawat terbang baik yang bersifat kecil maupun fatal.[7] Karena banyaknya kecelakaan pesawat udara yang terjadi maka perusahaan penerbangan dalam hal ini maskapai penerbangan yang bersangkutan tidak hanya dihadapkan pada kerugian dengan hancurnya pesawat udara tetapi juga dihadapkan pada ketentuan bahwa pengangkutan atau perusahaan penerbangan harus bertanggung jawab atas kerugian akibat kecelakaan terhadap penumpang, seperti yang tercantum dalam pasal 24 ayat 1 ordonansi pengangkutan udara Stb. 1939:100 (yang selanjutnya disebut OPU) yang berbunyi:

"pengangkut bertanggung jawab atas kerugian sebagai akibat dari luka-luka atau akibat lain dari tubuh yang diderita oleh seorang penumpang bila kecelakaan tersebut menimbulkan kerugian itu ada hubunganya dengan pengangkutan udara dan terjadi diatas pesawat terbang atau selama melakukan suatu tindakan dalam hubunganya dengan naik atau turun dari pesawat terbang".[8]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun