Mohon tunggu...
MROCHMATULLOH
MROCHMATULLOH Mohon Tunggu... Santri di PP AL-FATTAH SIMAN

Suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Hukum Mempelajari Mantiq dalam Islam

15 Juli 2025   23:20 Diperbarui: 15 Juli 2025   23:29 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surabaya. Sumber ilustrasi: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Hukum Mempelajari Mantiq/Logika dalam Islam

Muhammad Ali Ridho1*, M. Rochmatulloh 2*

(1) Fakultas Agama Islam, Universitas Billfath

(2) Fakultas Agama Islam, Universitas Billfath

* Alyridho456@gmail.com1

* oibaser67@gmail.com2

Abstrak

 

Ilmu mantiq (logika) merupakan salah satu cabang ilmu yang berfungsi sebagai alat bantu berpikir secara tertib dan sistematis agar terhindar dari kekeliruan dalam penalaran. Dalam tradisi keilmuan Islam, ilmu ini memiliki posisi yang cukup signifikan, terutama dalam bidang ilmu kalam, filsafat, dan ushul fiqh. Namun, hukum mempelajari mantiq menjadi perdebatan di kalangan ulama. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan berbagai pandangan ulama klasik dan kontemporer mengenai hukum mempelajari mantiq/logika dalam Islam, serta menilai manfaat dan syarat penggunaannya. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif kepustakaan dengan pendekatan normatif-teologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ulama membolehkan bahkan menganjurkan mempelajari mantiq sebagai alat bantu berpikir, selama tidak melenceng dari prinsip-prinsip akidah Islam. Sebagian ulama bahkan mewajibkannya secara kifayah dalam konteks tertentu. Namun, terdapat juga sebagian kecil ulama yang menolak ilmu ini karena dinilai bersumber dari filsafat asing. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ilmu mantiq dapat diterima dalam Islam dengan syarat digunakan secara proporsional dan berada dalam koridor keimanan.

Kata Kunci:            Mantiq, logika, hukum Islam.

 

Abstract

 

Mantiq (logic) is a branch of knowledge that serves as a tool for structured and systematic thinking, aimed at avoiding errors in reasoning. In the Islamic intellectual tradition, this discipline holds significant importance, particularly in the fields of theology (kalam), philosophy, and Islamic legal theory (usul al-fiqh). However, the legality of studying logic has been a subject of debate among scholars. This study aims to explore various classical and contemporary scholarly perspectives on the Islamic ruling regarding the study of logic, as well as to assess its benefits and conditions for proper use. The research employs a qualitative library-based approach with a normative-theological framework. The findings indicate that the majority of scholars permit---and even recommend---studying logic as a tool for correct reasoning, provided it does not deviate from the core tenets of Islamic belief. Some scholars even regard it as a communal obligation (fard kifayah) in specific contexts. Nevertheless, a minority of scholars oppose it due to its philosophical origins. This study concludes that logic is acceptable within Islam as long as it is used proportionally and within the bounds of faith.

Keyword: Mantiq, logic, Islamic law

 

PENDAHULUAN

Dalam tradisi keilmuan Islam, terdapat pembagian ilmu menjadi dua kategori utama: ilmu syar'i (ilmu yang bersumber langsung dari wahyu seperti Al-Qur'an dan Hadis) dan ilmu alat (ilmu yang digunakan sebagai sarana memahami ilmu syar'i, seperti ilmu bahasa Arab, balaghah, ushul fiqh, dan mantiq/logika). Di antara ilmu alat ini, ilmu mantiq menempati posisi penting dalam membantu proses berpikir sistematis, analitis, dan bebas dari kesalahan logika.

Ilmu mantiq adalah seperangkat kaidah yang bertujuan menjaga akal manusia agar terhindar dari kesalahan dalam berpikir. Dengan kata lain, mantiq adalah "alat ukur" berpikir yang benar. Ilmu ini menjadi penting khususnya dalam disiplin-disiplin yang membutuhkan argumentasi rasional, seperti ilmu kalam (teologi), ushul fiqh (metodologi hukum Islam), dan filsafat Islam.

Namun, karena ilmu mantiq berasal dari tradisi filsafat Yunani dan pertama kali dikodifikasi secara sistematis oleh Aristoteles, sebagian ulama menganggapnya sebagai produk asing yang tidak perlu diadopsi dalam kerangka Islam. Oleh karena itu, dalam sejarah Islam, mempelajari mantiq sempat menjadi polemik: ada yang menolaknya secara total, ada yang menerimanya dengan syarat, dan ada pula yang memandangnya sebagai kewajiban.

Kontroversi ini muncul terutama karena kekhawatiran bahwa pendekatan rasional mantiq dapat mengaburkan ajaran agama jika tidak dipelajari dengan pemahaman yang benar. Sebaliknya, banyak juga ulama besar yang melihat ilmu ini sebagai alat bantu penting, bahkan mendesak untuk dipelajari oleh penuntut ilmu agar dapat memahami dan mempertahankan ajaran Islam secara argumentatif dan ilmiah.

Maka, penting untuk mengkaji ulang bagaimana sebenarnya hukum mempelajari ilmu mantiq dalam Islam, apa saja pandangan para ulama tentangnya, serta apa syarat dan manfaatnya. Dengan memahami hal ini, umat Islam dapat menentukan sikap yang bijak dan ilmiah terhadap studi logika, terutama di era modern yang menuntut kemampuan berpikir kritis dan sistematis.

 

METODE PENELITIAN 

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menelaah berbagai sumber tertulis yang relevan dengan topik, baik dari literatur klasik maupun kontemporer. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif-teologis, dengan analisis terhadap pandangan para ulama dalam sumber-sumber Islam terhadap hukum mempelajari ilmu mantiq. Data dikumpulkan melalui dokumentasi, yaitu pengumpulan informasi dari teks-teks tertulis baik cetak maupun digital. Setiap data yang berkaitan dengan hukum, pandangan ulama, dan argumentasi tentang ilmu mantiq diklasifikasi dan dikaji secara sistematis. Analisis dilakukan secara *deskriptif-analitis dan komparatif*, dengan langkah-langkah sebagai berikut Pertama Deskriptif: Menjelaskan isi pandangan ulama atau literatur terkait secara rinci. Kedua Analitis: Mengkaji argumentasi hukum yang digunakan oleh masing-masing tokoh. Ketiga Komparatif: Membandingkan pandangan antar mazhab atau tokoh mengenai hukum mempelajari mantiq.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara etimologis, kata "mantiq" berasal dari bahasa Arab (nataqa) yang berarti "berbicara" atau "mengungkapkan". Secara istilah, mantiq adalah ilmu yang mengajarkan kaidah-kaidah berpikir agar manusia tidak salah dalam menarik kesimpulan. Mantiq berfungsi sebagai alat bantu () untuk menyusun argumen yang sahih dan menghindari kesalahan berpikir (fallacy).

Ilmu mantiq berasal dari tradisi filsafat Yunani, khususnya karya-karya Aristoteles, dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada masa Dinasti Abbasiyah. Para ulama besar seperti Al-Farabi, Ibn Sina, dan Al-Ghazali banyak menggunakan mantiq dalam karya-karya mereka.Meskipun awalnya ada resistensi karena asal-usulnya yang asing, mantiq kemudian diakui sebagai alat penting untuk memahami dan menyusun argumentasi keilmuan dalam Islam.

Adapun hukum mempelajari ilmu mantiq menurut para ulama masih diperselisihkan sebagaimana yang diutarakan oleh Al-Akhdori dalam kitabnya sullam Munawwraq bahwa;

**

**

**

**

Menurut perkataan Al-Akhdhari (mushonef) di atas, bisa disimpulkan bahwa hukum mempelajari ilmu Mantiq ada 3: Pertama, haram. Ini merupakan pendapat Imam Ibnu Shalah, dan Imam An-Nawawi. Kedua, boleh. Ini disandarkan pendapat sebagian ulama, di antaranya Imam Abu Hamid Al Ghazali. Beliau bahkan berkata; "Siapa saja yang tidak mengetahui mantiq, maka ilmunya patut diragukan." Ketiga, apabila para pelajar mantiq mempunyai kecerdasan yang mumpuni, pemahaman yang kuat, dan intelektual yang tinggi, serta mereka orang yang paham dan mengamalkan Al-Quran dan sunah, maka boleh menyibukkan diri dengan mantiq (mempelajarinya). Jika tidak demikian, maka tidak boleh.

  • Pendapat yang mengharamkan
  • Banyak para ulama mengharamkan mempelajari ilmu mantiq di antaranya ibnu sholah dan imam nawawi, karena dianggap sebagai ilmu yang tidak bermanfaat dan hanya mendatangkan musibah. Hal ini termaktub dalam sebuah syair yang ber bahr rojaz berikut:
  • #
  • "Katakan pada seorang hakim yang ahli filsafat (Mantiq) # Ia (Mantiq) ialah ilmu yang haram dipelajari, maka jangan membahasnya."
  • #
  • "Jagalah pikiranmu dari metode pembelajarannya # Karena sesungguhnya suatu musibah tersimpan di dalamnya."
  • Serta maqolah Imam Syafi'i:

  • "Tidak mungkin manusia menjadi bodoh dan terjadi perselisihan di antara mereka kecuali karena mereka meninggalkan bahasa dan cenderung kepada logika Aristoteles."
  • Dapat dipahami dari dua ungkapan di atas, belajar ilmu mantiq sebenarnya tidak diharamkan secara mutlak. Ilmu mantiq yang diharamkan adalah mantiq yang telah tercampur dengan pemikiran filsuf, karena tiga pemikiran filsuf berikut bertentangan dengan agama Islam.
  • Pendapat yang mewajibkan (Wajib Kifayah)
  • Sebagian ulama ushul fiqh dan kalam berpendapat bahwa mempelajari mantiq adalah wajib kifayah diantaranya abu hamid al-ghozali, khususnya bagi para ulama yang terlibat dalam debat akidah dan filsafat. Seperti dalam Kitab Hujjatul Islam karya abu hamid al-ghozali,

  • "Barangsiapa tidak memiliki pengetahuan tentang logika, maka pengetahuannya belum dapat dipercaya."
  • Pernyataan lebih tegas disampaikan oleh Imam Taqiyuddin As-Subki. Beliau menyatakan, orang yang memandang ilmu mantiq sebagai kekufuran atau keharaman, ialah orang bodoh yang tidak mengetahui hakikat kufur maupun halal dan haram. Beliau juga mengatakan bahwa ilmu mantiq merupakan salah satu ilmu terbaik dan paling bermanfaat dalam segala bidang.
  • Pendapat yang Membolehkan (Mubah/Boleh)
  • Mayoritas ulama membolehkan mempelajari ilmu mantiq, selama tidak membawa kepada kekufuran atau penyimpangan akidah seperti halnya Imam Fakhruddin Ar-Razi juga membela penggunaan mantiq dalam ilmu kalam dan ushul fiqh, karena menurutnya ia adalah alat bantu berpikir yang sah. Dengan syarat-syarat, Pertama Harus memiliki akidah yang kuat terlebih dahulu, Kedua Mempelajari mantiq sebagai alat bantu, bukan tujuan akhir, ketiga Di bawah bimbingan guru yang kompeten dan berakidah lurus
  • Adapun Manfaat Mempelajari Mantiq adalah Membentuk cara berpikir yang tertib dan sistematis, Menghindari kesalahan logis dalam diskusi agama dan ilmu, Membantu memahami teks keagamaan dengan lebih tajam, Berguna dalam debat dan dialog antar pemikiran.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa menurut para ulama hukum mempelajari ilmu mantiq / logika ada tiga pendapat seperti yang dijelaskan oleh al akhdori dalam sullam munawwrq, pertama menurut ibnu sholah dana mam nawawi yaitu mengharamkan mempelajari ilmu mantiq / logika, kedua menurut imam ghozali yaitu wajib kifayah memepelajari ilmu mantiq / logika, ketiga menurut jumhur ulama membolehkan (Mubah) dengan syarat: Harus memiliki akidah yang kuat terlebih dahulu, Mempelajari mantiq sebagai alat bantu, bukan tujuan akhir, Di bawah bimbingan guru yang kompeten dan berakidah lurus

 

DAFTAR PUSTAKA

  • Al-Ghazali, Al-Mustashfa min 'Ilm al-Usul, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.
  • Ibn Taimiyyah, Naqd al-Mantiq, tahqiq: Muhammad Rashad Salim.
  • Asy-Syathibi, Al-Muwafaqat fi Usul al-Shari'ah, Dar Ibn 'Affan.
  • Fakhruddin Ar-Razi, Muhassal Afkar al-Mutaqaddimin wa al-Muta'akhkhirin.
  • Harun Nasution, Akidah dan Pemikiran Islam, UI Press.
  • Badawi, 'Abd al-Rahman, Madkhal ila al-Mantiq, Dar al-Ma'arif.
  • Al akhdori, sullam munawwroq, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun