Mohon tunggu...
Azis Tri Budianto
Azis Tri Budianto Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa | Penulis | Filsuf
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dalam hidup kita hanya sebagai pemain, jadilah pemain yang menjalankan perannya dengan baik. _sing biasa bae

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Memaknai Cinta Sejati

24 Maret 2023   00:42 Diperbarui: 25 Maret 2023   00:46 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love Ilustrasion https://pin.it/cU0Ulcg

Pernahkah kita melihat orang yang sama-sama "kelelahan dalam mencintai"? atau mungkin pernah mengalami itu? Yang satu, atas dasar cinta, inginnya begini, sedangkan yang satunya lagi, atas dasar cinta juga, memiliki keinginan yang berlawanan. Sama-sama ingin mengubah satu sama lain. Sudah merasa mengarahkan berbagai upaya, sampai akhirnya kewalahan sendiri. Namun orang yang dicintai tidak merasa di bantu ke arah yang lebih baik. Jangankan bergerak ke arah yang diberi tahu, bahkan melihat ke arah yang itu saja tidak. Itu sangat mungkin disebabkan karena sumber gerakannya bukan dari pemahaman, tapi dari ketakutan.

Kita merasa semua upaya kita datang dari cinta, tapi yang sebenarnya lebih dominan  kita pancarkan adalah kekhawatiran. Kita khawatir karena terseret oleh pikiran yang memproyeksikan sesuatu dimasa depan  tentang orang yang kita cintai. Padahal cinta hanya bisa hadir dikedalaman saat ini. Pada hakikatnya, "mencintai" itu tidak melelahkan, namun bergerak karena di dorong oleh kekhawatiran  kita terhadap orang yang kita cintai, itu yang melelahkan.

Mengucapkan "aku cinta padamu" adalah satu hal, namun mencintainya adalah hal yang lain lagi. Sebenarnya siapa yang kita cintai, seseorang itu atau gambaran orang itu di benak kita? Bukankah kita sedang mencintai "gambaran tentang orang lain itu di benak kita"?. Ketika kita rajin mengubah orang lain agar sama dengan gambaran yang ada di benak kita, fakta sosial mengatakan bahwa sebenarnya kita mencintai gambaran orang lain itu dibenak kita.

Bila ini kita sadari, kita akan mendapatkan pelajaran berharga. Bahwa yang lebih penting dari orang lain berubah  adalah menyadari gambaran ideal yang ada di benak kita tentang orang itu. Selama sosok ideal itu masih ada, kita selelu melihat dua orang. Orang yang ada dibenak kita dan orang yang ada dihadapan kita. Ini yang kemudian cenderung menghasilkan upaya-upaya untuk membuat keduanya sama. Dan yang memprihatinkan adalah kita lebih memilih mengubah orangnya daripada mengubah sosoknya di benak kita. Idealnya, "kita mencintai seseorang bukan untuk menyempuranakannya, tapi karena telah berhasil menemukan kesempurnaan  dari kekurangan dan kelebihannya".

Betepa sangat seringnya kita menemui cinta dalam kata-kata, dalam definisi, makna dan teori. Ternyata sebenarnya kita menemui pikiran kita sendiri, karena kata-kata adalah pikiran. Kita melihat garis yang tegas antara hitam dan putih, benar dan salah. Ada tangga, ada tingkatan. Ada yang lebih tinggi ada yang lebih rendah. Terlalu banyak hal yang bisa kita ributkan disisni. Satu kata bisa membelah menjadi ribuan persepsi.

Dalam hidup ini, kita sedang mengekspresikan cinta yang "bentuknya" berbeda-beda. Yang sama akan "menari" bersama, yang berbeda akan saling "mengajari". Adakalanya juga terjadi gesekan antara yang satu dan yang lain, padahal sama-sama sedang memperjuangkan cinta masing-masing. Dari setiap gesekan itu akan menciptakan sesuatu yang sebenarnya masih bisa kita gunakan  sebagai celah untuk menelusuri batin kita lebih dalam lagi sehingga yang kita temukan pun akan berbeda dari apa yang kita yakini sebelumnya.

Keributan kita selama ini, sekalipun kita saling mencintai, sebenarnya tidak terlepas dari satu kalimat sederhana, "Aku benar, kamu salah!" cinta kita masih bertangga. Masih ada batasan yang jelas dan keras antara benar dan salah. Masih ada AKU dan KAMU. Masih ada kalimat-kalimat seperti "KAMU seharusnya begini" atau " AKU sudah begini, dan KAMU masih saja begitu".

Cinta kita masih penuh dengan konsep. Itu adalah cinta yang khas bagi pikiran. Tanpa konsep, pikiran tidak merasa ada. Pikiran perlu mencipakan konsep untuk menunjukkan eksistensi diri. Selama kita mendekati cinta dengan pikiran, selama itu pula akan ada konsep atau "anak-anak tangga", selama itu pulalah kita akan temui syarat dan cara. Apakah itu salah? Tidak. Kita semua sedang bertumbuh sesuai kesadaran kita masing-masing. Hanya saja ada yang menemui cinta dengan "kendaraan" rasa, sehingga yang ditemukannya pun berbeda.

Kalau kita mencintai seseorang, sekalipun tidak diungkapkan dengan kata-kata, orang yang kita cintai itu akan merasa. Ada matriks di alam ini  yang bisa mengalirkan energi cinta melebihi radius yang dapat di jangkau wifi. Namun, kadang kita tidak percaya ini dan merasa sangat perlu mengungkapkannya dangan kata-kata. Harus lewat kata-kata. Tidak ada jalan lain. Kita masih merasa bahwa cinta bisa saja salah alamat dan kata-kata adalah obat!

Ada juga yang menemukan cinta justru dengan melepas "kendaraan" dalam bentuk apapun. Sudah pasti yang ditemukannya pun berbeda. Hidup kita adalah perjalanan untuk menelusuri ini. "Mencari sesuatu yang ternyata, kalau ditelusuri terus, adalah si pencari itu sendiri". Cintailah dirimu sendiri dahulu sebelum mencintai orang lain, mencintai diri sendiri bukanlah sesuatu tindakan yang egois. Justru tindakan mencintai orang lain tanpa mencintai diri sendiri, itu adalah tindakan yang berpusat pada ego, itu tindakan yang arogan. Kita merasa bisa "memberi kebahagiaan" untuk orang lain, tanpa membuat diri kita bahagia terlebih dahulu. Bila seperti itu, apa yang sebenarnya kita berikan? Padahal, kita hanya bisa memberi apa yang kita punya, bukan sesuatu yang tidak kita miliki. Tolong renungi ini: orang lain mungkin bisa senang dengan tindakan kita, tapi ingat, bahwa kita juga mahluk emosi yang dianugerahi kepekaan dalam merasakan emosi orang lain, sesuai dengan tingkatannya masing-masing.

Kita bisa saja tersenyum dihadapan orang lain, sekalipun tidak dalam kondisi bahagia. Namun ketidakbahagiaan atau kesedihan di dalam diri kita  tidak bisa dikurung oleh senyuman. Kesedihan itu akan menggetarkan atau "beresonansi" dengan kesedihan di dalam diri orang lain. Dan seketika itu pula, orang lain yang terasah kepekaan emosinya bisa tahu bahwa kita tidak dalam kondisi senang melakukannya, tapi hanya untuk membuat orang itu senang. Itu bukan cinta. Itu ketakutan. Takut orang lain tidak menyukai kita. Takut orang kain tidak mencintai kita lagi. Takut orang lain berubah. Takut orang lain marah. Takut orang lain menyangka kita bukanlah orang baik. Takut orang lain berpaling ke lain hati. Dan takut-takut yang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun